Kamis, 29 Maret 2012

Super Cobra Bakal Jaga Perbatasan RI-Malaysia

BALIKPAPAN - Perbatasan Indonesia-Malaysia akan dipagari dengan satu skuadron heli tempur Bell AH-1W Super Cobra, selain dijaga dengan tank-tank Leopard 2A6.

"Kami akan tempatkan di Berau dan Nunukan," kata Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) VI Mulawarman Mayjen TNI Subekti di Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim) Selasa (27/3).

Saat ini, ujarnya, Kodam VI Mulawarman sedang menyiapkan basis bagi skuadron heli tersebut. "Kami gunakan anggaran antara Rp17 miliar hingga Rp19 miliar untuk persiapan pangkalan skuadron heli tempur tersebut," lanjutnya.

Super Cobra adalah helikopter buatan Bell, Amerika Serikat, dan pengembangan dari Huey Cobra yang berjaya pada saat perang Vietnam. Persenjataannya senapan mesin gatling 20 mm, roket Hydra, rudal Sidewinder untuk pertempuran udara, dan rudal penghancur tank Hellfire.

"Super Cobra ini adalah pilihan utama. Namun demikian, kami punya pilihan lain yang lebih bersahabat dengan keuangan, yaitu heli serbaguna Agusta Westland," kata Panglima yang pernah menjadi Asisten Perencanaan (Asrena) Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) di Mabes TNI tersebut.

Sumber : MEDIAINDONESIA.COM

Wamenhan Puas Atas Pengembangan Roket R-Han 122mm



Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Syamsoeddin (tengah) mendapat penjelasan dari Deputi Menristek Bidang Produktivitas dan Relevansi Riset Iptek Teguh Raharjo (kanan) tentang roket R-Han 122 yang akan diuji coba di di Pusat Latihan Tempur TNI AD BAturaja, Sumsel, Rabu (28/3).

BATURAJA - Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin mengaku puas atas pengembangan Roket R-Han 122mm yang diproduksi bangsa Indonesia sebagai wujud kemandirian roket nasional.

Menurut Sjafrie usai uji coba Roket R-Han 122 di Puslatpur TNI AD di Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumsel, Rabu (28/3), pengembangan roket ini diharapkan bisa terus ditingkatkan kemampuan jangkauannya dari puluhan menjadi ratusan kilometer.

"Berdasarkan hasil uji kali ini, kemandirian roket pada tahun 2014 optimis bisa tercapai," ujar Sjafrie. 

Budi Teguh Rahardjo, Deputi Menristek Bidang Produktivitas dan Relevansi Riset Iptek meyakini, 90 persen industri roket di Indonesia dapat berkembang dengan pesat dan masuk dalam ranah industri, serta mampu memasok alusista dalam jumlah yang besar.

Konsorsium Bersama

Guna menuju kemandirian dalam pengadaan alutsista, sejak tahun 2007 lalu, Kementerian Riset dan Teknologi dalam konsorsium bersama komunitas iptek serta industri strategis, melakukan pengembangan roket yang kali ini kembali diujicobakan. 

Ujicoba 50 roket ini merupakan hasil pengembangan yang terbaru Roket R-Han 122. 

Konsorsium ini mendayagunakan beberapa pihak (stakeholders), dimana masing-masing pihak memiliki peranan strategis, di antaranya PT Pindad yang mengembangkan peluncurnya (launcher), GAZ menangani `firing system`, PT Dahana berperan dalam menyediakan propellant dan PT KS mengembangkan material tabung serta struktur roket.

Roket ini dapat menjangkau sasaran dengan jarak tembak hingga 15 km. 

Usai peluncuran, Wamenhan juga berkesempatan mengecek truck peluncur roket, dimana untuk selanjutnya akan terus dikembangkan sebagai bagian program kemandirian penyediaan alutsista nasional.

Sumber : ANTARANEWS.COM

Popout
Video peluncuran roket R-Han di Puslatpur TNI AD di Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumsel, Rabu (28/3)

Foto-Foto Peluncuran Roket R-Han 122mm







Wamenhan Ungkap Prioritas Kebutuhan Belanja Alutsista TNI Hingga Tahun 2014

JAKARTA – Wakil Menteri Pertahanan yang juga menjabat Ketua High Level Comitte (HLC), Sjafrie Sjamsoeddin, bersama anggota Komisi I DPR RI, Senin (26/3) kemarin juga membahas rencana Modernisasi Alutsista dalam rangka kebutuhan TNI 2014 dengan menggunakan Alokasi Pinjaman Pemerintah (APP) atau Pinjaman Luar Negeri (PLN).

Ketua HLC pada kesempatan Raker tersebut mengatakan hingga tahun 2014 didalam proyeksi Minimum Esential Force khususnya modernisasi untuk Alutsista bergerak, Kemhan dan TNI ingin melengkapi postur kekuatan pertahanan di setiap Angkatan.

Sehubungan dengan hal tersebut, Kemhan juga memiliki rencana kebutuhan belanja alutsista (Shoping List) bergerak prioritas hingga tahun 2014 akan mempergunakan pinjaman pemerintah dari luar negeri.

Kebutuhan Tiap Angkatan

Lebih lanjut Wamenhan menjelaskan, untuk Mabes TNI hingga 2014 memerlukan kendaraan taktis dan kendaraan angkut amunisi 5 ton dengan jumlah besar yang menurut jumlah pagu mencapai 110 juta Dolar.

Sementara untuk Angkatan Darat, terdapat empat prioritas yang ingin dicapai, diantaranya Helikopter serang dan serbu termasuk persenjataan sebanyak 24 Unit, kendaraan tempur Main Battle Tank (MBT) jenis Leopard 2A6 sebanyak 44 Unit, ME Armed 155 Howitzer, Rudal MLRS dan Rudal Arhanud.


Model miniatur kapal PKR TNI AL

Sedangkan untuk proyeksi kebutuhan modernisasi Alutsista untuk Angkatan Laut, Kapal Pemukul dengan jenis Klas Korvet, Kapal Pendukung, pesawat Udara jenis CN-235 MPA dan Helikopter AKS, Tank Amfibi BMP-3F serta Panser Ambfibi BTR 80 A. untuk penawaran baru yakni 3 kapal Selam dan 2 Unit PKR namun bisa dikirim setelah tahun 2014 dan 3 unit Fregat (MRLF) namun juga masih dalam proses pengusulan anggaran.

Untuk Angkatan Udara, Shoping list ini tertuju kepada pengadaan SU-30 MK2 dan dukungannya, pengadaan pesawat angkut CN-295 sebagai pengganti pesawat F-27. Ditambah lagi pengadaan Helikopter Full Combat SAR Mission, pengadaan pesawat latih sebagai pengganti AS-202 & T-34C. Totalitas pagu yang di butuhkan untuk bisa memenuhi kebutuhan khusus untuk alutsista bergerak pioritas mencapai 3,741 juta Dollar.

Berkaitan dengan hal tersebut, Ketua Komisi I DPR RI, Mahfudz Siddiq, pada akhir raker itu mengatakan, Komisi I DPR RI mendukung daftar pengadaan Alutsista TNI TA. 2010-2014 yang sumber pembiayaannya di alokasikan dari Alokasi Pinjaman Pemerintah (APP) Kemhan/TNI TA. 2010-2014.

Proyeksi Pengadaan

Dalam pertemuan ini Komisi I DPR RI memberikan beberapa saran, antara lain agar dapat mengupayakan dilakukannya amandemen terhadap daftar State Loan Agreement Tahun 2007 antara Pemerintah RI dengan Pemerintah Federasi Rusia, sehingga pengadaan 6 unit Sukhoi SU-30 MK2 dapat menggunakan skema pembiayaan State Credit.

Memperhitungkan dengan cermat kondisi dan spesifikasi, dislokasi serta proyeksi biaya pemeliharaan dan perawatan dalam pengadaan MBT Leopard 2A6. Memperhatikan dengan serius dampak penggunaan pesawat intai tanpa awak (UAV) terhadap kerahasiaan pertahanan dan keamanan RI. Memastikan kelayakan pembelian 3 unit kapal perang kelas Fregat (MRLF) oleh TNI AL.

Dikatakan Mahfudz Siddiq, Komisi I DPR RI mendesak Kemhan/TNI untuk terus melakukan pembenahan terhadap sistem adminstrasi dalam pengadaan Alutsista TNI. Menurut dirinya Komisi I DPR RI akan menyelesaikan pembahasan terkait permohonan pencabutan dana bertanda bintang untuk pengadaan barang/jasa melalui PHLN/KE, sebelum penutupan Masa Persidangan III Tahun Sidang 2011 – 2012.

Forum Raker pembahasan tentang rencana modernisasi alutsista ini juga dihadiri oleh Para Kepala Staf Angkatan, Sekjen Kemhan dan sejumlah pejabat di jajaran Kemhan dan TNI.

Sumber : DMC

Foto-Foto Peluncuran Roket R-Han 122mm







Pelepasan Prajurit Kostrad Untuk Tugas di Perbatasan RI-Malaysia

SEMARANG - Panglima Divisi 2 Kostrad Mayjen TNI Ridwan melakukan pemeriksaan pasukan, pada upacara pelepasan prajurit TNI dari Batalyon 413 Divisi 2 Kostrad yang akan bertugas di perbatasan RI-Malaysia di Kaltim, di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Jateng, Rabu (28/3). Sebanyak 620 prajurit yang diberangkatkan dengan menumpang KRI Teluk Bone itu antara lain akan bertugas mencegah penyelundupan kayu dan menjaga patok batas negara RI-Malaysia agar tidak bergeser. FOTO ANTARA/R. Rekotomo/ed/ama/12.




Heli Colibri TNI AU Dukung Operasi Alur Elang

JAKARTA - Satu helikopter EC-120B Colibri nomor registrasi HL-1205 dari Skuadron Udara 7 disiagakan untuk mendukung latihan pengamanan Alur Laut Kepulauan Indonesia dalam Operasi Alur Elang.

Helikopter latih lanjut itu berpangkalan di Pangkalan Udara TNI-AU Suryadarma, Subang, Jawa Barat. Untuk sementara dia digeser ke Terminal Selatan Pangkalan Udara Utama TNI-AU Halim Perdanakusuma dalam operasi itu.

“Sesungguhnya tugas yang kami emban sudah 22 Maret, dengan mendukung Latihan Kilat, Latihan Cakra, Latihan Tangkis Petir dan Kalibrasi Radar Cibalimbing, dan direncanakan akan berakhir sampai 29 akhir bulan ini”, kata Letnan Satu Penerbang Antonius. Dia adalah kapten pilot helikopter itu, di Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu (28/3).



Selain pengamanan ALKI, Colibri saat ini bertugas sebagai pesawat yang siap untuk operasi Search And Rescue (SAR). Disamping itu, bertugas dalam misi mendukung pengecekan kesiapan unsur demo udara ke Pangkalan TNI Suryadarma dengan rute Halim-Sasaran-Halim.

Colibri, menurut rencana, akan digelar di udara dalam satu formasi aerobatik helikopter, The Pegasus, pada hari puncak HUT ke-66 TNI-AU di Pangkalan Udara Utama TNI-AU Halim Perdanakusuma, 9 April nanti. 

Demonstrasi udara mengambil nama kuda sembrani mithologi tunggangan Dewa Zeus itu diketengahkan dalam banyak manuver unik khas kemampuan manuver helikopter.

Sumber : ANTARANEWS.COM

Indonesia Protes Pangkalan Pesawat Intai AS di Pulau Cocos, Australia

JAKARTA - Pemerintah Indonesia mengirim nota protes kepada pemerintah Australia dan Amerika Serikat dan meminta penjelasan tentang rencana pembangunan pangkalan militer AS di Australia.

Pangkalan AS yang akan dibangun kabarnya akan ditempatkan di Pulau Cocos, yang hanya berjarak sekitar 3.000km sebelah barat daya Jakarta.

Dan menurut rencana di pangkalan itu, Amerika Serikat akan menempatkan pesawat-pesawat intai tak berawaknya.

Juru bicara Kementerian Pertahanan Brigjen Hartind Asrin mengatakan untuk menghindari kesalahpahaman sebaiknya pemerintah Australia dan AS segera menjelaskan tujuan pembangunan pangkalan itu.

"Secara prinsip Indonesia tidak memiliki wewenang untuk ikut campur dalam rencana mereka. Namun, kami meminta mereka menjelaskan tujuan menempatkan pesawat tak berawak dekat wilayah Indonesia," kata Asrin seperti dikutip Reuters.

Asrin menambahkan upaya untuk memperjelas masalah ini didasarkan pada keinginan untuk menjaga hubungan baik dan rasa saling percaya antara Indonesia dengan Australia dan AS.

"Tujuan utama kami adalah menghindarkan adanya salah paham dan salah kalkulasi di lapangan," lanjut dia.

Pulau Cocos


Sebelumnya pada Rabu (28/3) Menteri Pertahanan Australia Stephen Smith mengatakan kemungkinan AS menggunakan Pulau Cocos yang terpencil sebagai pangkalan militer AS.

Namun rencana ini tidak menjadi perhatian utama dan tidak menjadi bagian rencana besar penguatan hubungan militer antara Canberra dan Washington.

"Kami menilai Cocos sebagai lokasi yang bernilai strategis untuk jangka panjang," kata Smith.

Sementara itu, harian The Washington Post menyatakan Amerika Serikat tertarik menggunakan Pulau Cocos sebagai pangkalan pesawat-pesawat intai dalam melakukan pengawasan di Kepulauan Spratly yang diperebutkan sejumlah negara.

Menurut Washington Post, Amerika Serikat menilai Pulau Cocos tak hanya ideal untuk pangkalan pesawat-pesawat tempur berawak namun juga untuk pesawat-pesawat tak berawak yang dikenal dengan nama Global Hawk.

Apalagi Angkatan Laut AS kini tengah mengembangkan Global Hawk model terbaru yang disebut pesawat intai kawasan maritim luas (BAMS) yang dijadwalkan beroperasi pada 2015.

Keuntungan AS

Kementerian Pertahanan Indonesia belum menganggap pesawat-pesawat intai itu merupakan ancaman bagi keamanan Indonesia.

"Namun jika kami mendapati satu pesawat itu memasuki wilayah Indonesia tanpa izin, maka angkatan udara kami akan melakukan pencegatan," tegas Asrin.

Namun pengamat masalah militer dari Universitas Indonesia Andi Widjajanto mengatakan Amerika Serikat sudah merencanakan penguatan pengaruh mereka di Asia Pasifik sejak lama.

Itulah sebabnya Amerika Serikat mendirikan pangkalan-pangkalan militer di Guam, Darwin dan Singapura.

"Tak bisa dihindari lagi wilayah Indonesia akan dimasuki karena pesawat-pesawat pengintai AS ini sangat sulit dilacak dan mereka memiliki kemampuan melakukan pengintaian tanpa henti," kata Andi.

Dia menambahkan AS memiliki keuntungan hukum jika suatu saat mereka melintasi wilayah Indonesia, karena Indonesia belum meratifikasi Konvensi PBB tahun 1982 tentang Hukum Laut (UNCLOS).

Kondisi ini memungkinkan AS menembus wilayah abu-abu Indonesia seperti kepulauan Natuna, yang berdekatan dengan lokasi Kepulauan Spratly.

Sumber : BBC.CO.UK

Senin, 26 Maret 2012

Pembelian Sukhoi di Kawasan Asteng


26 Maret 2012, Jakarta: Kehadiran varian jet tempur Sukhoi di kawasan Asia Tenggara diawali pembelian lima unit Su-27S dan satu unit Su-27UBK oleh Vietnam. Kontrak pembelian bernilai 200 juta dolar pada 1994, pesawat tiba di Vietnam 1995. Pembelian dilanjutkan 6 unit tambahan terdiri dari dua Su-27S dan empat Su-27UBK pada 1996 dan pesawat tiba pada 1997-1998.

Vietnam kembali membeli empat Su-30MK2V senilai 100-120 juta dolar pada 2003 dan pesawat tiba setahun kemudian. Vietnam memborong 100 rudal Kh-29/AS-14 Kedge, 20 rudal Kh-31A1/AS-17 dan 50 rudal R-73/AA-11 Archer untuk mempersenjatai skuadron Sukhoi pada 2004.

Vietnam menambah kekuatan Sukhoi dengan meneken kontrak pembelian delapan Su-30MK2V senilai 400-500 juta dolar pada 2009 serta 12 Su-30MK2V senilai 1 milyar dolar pada 2010. Arsenal Sukhoi ditambah 100 bom pandu KAB-500/1500, 80 rudal Kh-31P dan 250 rudal R-73/AA-11 Archer.

Indonesia melanjutkan kembali rencana pembelian jet tempur Sukhoi, setelah tertunda pada 1997. Pemerintahan Soeharto memesan 20 jet tempur Sukhoi untuk memodernisasi TNI AU setelah diembargo pihak Barat. Rencana pembelian dibatalkan karena Indonesia mengalami krisis moneter. Pemerintahan Megawati melanjutkan rencana pembelian Sukhoi pada 2003.

Indonesia memesan dua Su-27SMK, dua Su-30MK dan dua helikopter tempur Mi-24P senilai 197 juta dolar, 26 juta dolar dibayar tunai dan sisanya melalui mekanisme barter. Departemen Perindustrian dan Perdagangan menawarkan 31 komiditi pada Rusia, dan Rusia menyetujui membeli 11 komiditi, seperti karet, minyak sawit, teh, kopi, coklat, tekstil, serta bauksit (Gatra/23 April 2003).

Menurut SIPRI, helikopter Mi-24P dan Su-27SMK bukan produksi baru tetapi bekas pakai Angkatan Bersenjata Rusia dan modernisasi sebelum dikirim ke Indonesia.

Negara jiran tidak mau kalah, mereka meneken kontrak pembelian satu skuadron Su-30MKM terdiri 18 unit berikut persenjataan lengkap. Moskow dan Kuala Lumpur meneken kontrak senilai 900 juta dolar, berikut offset lebih dari 33%, 270 juta dibayar dengan barter, alih teknologi angkasa luar berikut pelatihan kosmonot Malaysia. Malaysia memborong juga 150 rudal Kh-31A dan Kh-31P, 150 rudal R-27RE/AA-10 Alamo, 250 rudal R-73/AA-11 Archer dan 150 rudal RVV-AE/AA-12 Adder.

Indonesia kembali membeli tiga Su-27SKM-2 dan tiga Su-30MK2 senilai 300-353 juta dolar pada 2008. Jakarta membeli 10 rudal Kh-31P/AS-17 pada 2009. Jakarta kembali memesan enam Su-30MK2 senilai 470 juta dolar tahun lalu, diperkirakan tiba pada 2012-2014. 

Tiga Perusahaan Nasional Siap Pasok Radar Pertahanan Udara dengan ToT


Radar Northrop Grumman AN/TPS-78 (photo : Northrop Grumman)

Bertempat di Jakarta Convention Center, pada tanggal 21-23 Maret 2012 digelar perhelatan Jakarta International Defense Dialogue (JIDD) yang diikuti dengan penyelenggaran pemeran Asia Pasific Security and Defense Expo (APSDEX 2012). Pameran ini lebih banyak menampilkan alutsista produksi dalam negeri, meskipun beberapa peserta ada juga yang berasal dari negara lain.
Defense Studies menyempatkan diri untuk berkunjung ke anjungan PT LEN, PT INTI, dan PT CMI dalam kesiapannya untuk mengikuti tender pengadaan radar pertahanan udara setelah Thales Raytheon Systems menyelesaikan pemasangan tiga radar pertahanan udara jenis Master-T di Merauke, Saumlaki dan Timika.
Berkenaan dengan rencana pemenuhan MEF hingga tahun 2024 dalam bentuk tersedianya 32 instalasi radar yang dapat mengcover seluruh wilayah Nusantara maka beberapa daerah direncanakan untuk dipasang radar antara lain Jayapura, Manokwari, Morotai, Poso, Singkawang, dan Tabulang. Tender terakhir yang dilaksanakan mensyaratkan radar pertahanan udara jarak jauh jenis 3D dengan jangkauan 400km.
PT. Inti dan Northrop Grumman
PT Inti rencananya akan menggandeng perusahaan asal AS NorthropGrumman, radar yang ditawarkan adalah AN/TPS-78 yang merupakan pengembangan lebih lanjut dari AN/TPS-70 yang telah menyandang predikat ‘combat proven’ dan digunakan di lebih dari 20 negara termasuk Thailand. Radar ini disebutkan mempunyai keunggulan dalam air mobility. Keseluruhan sistem dapat diangkut dalam satu pesawat C-130 Hercules dan dapat diinstall dalam 30 menit. Keunggulan lainnya adalah radar ini lebih tahan jamming.
AN/TPS-78 adalah radar 3D yang beroperasi dalam frekuensi S-band (2-4 GHz) dan disebutkan mempunyai jangkauan 240 nautical miles (455km).
Kerjasama PT Inti dan Northrop Grumman akan dideklarasikan pada bulan April 2012 di Bali. Melalui kesepakatan tersebut PT Inti akan mendapatkan porsi pekerjaan 40% sedangkan sisanya dikerjakan oleh Northrop Grumman.
Radar Lockheed Martin AN/TPS-77 (photo : Lockheed Martin)
PT CMI Teknologi dan Lockheed Martin
PT CMI Teknologi telah menandatangani kerjasama dengan Lockheed Martin pada bulan Maret 2012. Sesuai dengan kesepakatan tersebut maka terhadap produk radar AN/TPS-77 yang dipasarkan oleh Lockheed Martin maupun CM-77 yang dipasarkan oleh PT CMI semuanya mengandung komponen modul buatan CMI.
Radar AN/TPS-77 beroperasi dalam frekuensi L-band (1-2 GHz), mempunyai jangkauan 250 nautical miles (463 km) dan telah digunakan di 22 negara, tetangga terdekat yang menggunakannya adalah Australia dan Singapore . Keunggulan radar ini adalah mampu mendeteksi sasaran di bawah horizon hingga -6°. Jika radar ini dipasang di atas bukit maka mampu mendeteksi penerbangan pesawat atau helicopter yang terbang rendah mengikuti kontur lembah.
PT CMI Teknologi sebagai perusahaan mikrowave asal Bandung sebelumnya telah berhasil membuat microwave signal processor untuk pesawat F-5 dan F-16 yang digunakan Indonesia ketika mengalami embargo. Kualitas produk yang dihasilkannya dinilai baik oleh Lockheed Martin sehingga memilihnya sebagai mitra untuk bekerja sama.
Radar Thales Raytheon Systems Groundmaster 400 (photo : Thales Raystehon Systems)
PT Len Industri dan Thales Raytheon Systems (TRS)
Thales Raytheon Systems baru saja menyelesaikan pemasangan 3 radar pertahanan udara jarak jauh jenis Master-T untuk Indonesia Bagian Timur. Dalam website resmi Thales Raytheon disebutkan bahwa TRS dan PT Len Industri telah sepakat untuk bekerjasama dalam pengadaan radar berikutnya bagi TNI, dan hal ini dibenarkan oleh anjungan PT Len Industri dalam pameran ini.

Mengenai jenis radar yang akan diajukan, pihak PT Len Industri mengatakan bahwa radar Master-T tetap akan diajukan, namun tidak menutup kemungkinan untuk mengajukan radar seri lain yaitu Ground Master 400 (GM-400). Radar GM-400 ini telah dipesan juga oleh Angkatan Udara Malaysia.

Sama seperti radar Master-T, radar GM-400 beroperasi pada frekuensi S-band (2-4 GHz) dengan jangkauan 470 km. Disain radar GM-400 tergolong unik karena radar head dan cabin-nya digabung, meskipun hal ini akan membuat ukuran cabin menjadi kecil namun menjadikannya sebagai radar yang kompak.

Dari kerjasama PT Len dan TRS ini maka PT Len akan mendapatkan porsi 40% dalam muatan lokal jika duet ini memenangkan tender.

Beraroma Korupsi, Rapat Alutsista Diminta Terbuka

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgioantoro (kiri) berjalan bersama Menteri Perindustrian MS. Hidayat (dua dari kiri), diikuti Menteri BUMN Dahlan Iskan (dua dari kanan) usai sidang pleno kelima Komite Kebijakan Industri Pertahanan di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Selasa (6/3). Pemerintah menjelaskan tentang program kerja KKIP 2012, yaitu penyiapan regulasi industri pertahanan, penetapan kebijakan nasional terkait stabilisasi dan oprtimalisasi industri pertahanan, penetapan program dan menindaklanjuti penyiapan produk masa depan. Dalam kesempatan tersebut, pemerintah juga memberi klarifikasi tentang isu 'mark up' pengadaan enam pesawat Sukhoi Su-30 MK2 buatan Rusia. (Foto: ANTARA/Rosa Panggabean/ed/NZ/12)

26 Maret 2012, Jakarta: Wakil Ketua Komisi Pertahanan DPR Hayono Isman meminta rapat kerja Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat dengan Menteri Pertahanan dan jajaran TNI dibuka untuk publik. Alasannya, aroma korupsi pembelian sejumlah alutsista sudah tercium oleh publik. "Saya akan minta rapat terbuka saja, biar publik juga bisa mengawasi. Karena dugaan korupsi pembelian sejumlah alutista sudah terdengar publik," ujarnya kepada Tempo melalui pesan singkat, Senin, 26 Maret 2012.

Hari ini, Senin, 26 Maret 2012, Komisi I DPR akan menggelar rapat kerja soal pembelian sejumlah alutsista dengan Menteri Pertahanan dan jajaran TNI. Pembelian sejumlah alutista memang ditenggarai bermasalah karena berbagai hal.

Soal pembelian sejumlah Sukhoi, misalnya. Dugaan penggelembungan pesawat canggih asal Rusia ini sudah santer terdengar di publik. Selain itu, pembelian tank Leopard oleh TNI Angkatan Darat juga mendapat tentangan karena dianggap tak sesuai dengan karakter geografis Indonesia. Demikian juga dengan pembelian kapal tempur bekas dari Brunai Darusalam jenis fregat oleh TNI Angkatan Laut.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Pertahanan TB Hasanuddin masih menyatakan menentang pembelian Tank Leopard. Namun, ia melihat adanya gelagat Kemenhan dan TNI AD akan ngotot untuk membeli tank dengan artileri berat ini.

Ia mengatakan, "Dari aspek manapun tank ini tak sesuai dengan doktrin dan geografi Indonesia," ujarnya.

Purnawirawan TNI AD berpangkat Mayor Jenderal ini juga mengatakan bahwa tentangan juga akan dilakukan oleh para purnawirawan TNI AD. "Pernyataan saya juga diperkuat oleh para mantan jenderal TNI AD seperti Letjen Purn Kiky Syahnakri dan Jendreal Purn Hartono," ujar politikus PDI Perjuangan tersebut.

Sumber: TEMPO 

Apel Pengamanan Kenaikan BBM

MEDAN - Personel TNI AD dan Polri melakukan persiapan menuju lokasi pengamanan usai upacara apel siaga di Karebosi, Makassar, Sulsel, Senin (26/3) dan di Mako Brimob Polda Sumut, di Medan, Minggu (25/3). Sejumlah aparat TNI/Polri disiagakan guna mengamankan obyek vital menyusul rencana mahasiswa melakukan unjuk rasa menolak kenaikan Bahan Bakar MInyak (BBM) secara besar-besaran. FOTO ANTARA/Sahrul Manda Tikupadang/Koz/Spt/12.




 

Latihan Bersama Satpaska & US Navy Seals di Laksanakan di Guam, AS

JAKARTA - Latihan bersama Flas Iron (Flash Iron 12-01 JCET) antara Satuan Komando Pasukan Katak (Satkopaska) dan US Navy Seals kembali dilaksanakan. Latihan bersama selama 23 hari (24 Maret sampai 16 April 2012) kali ini di selenggarakan di Guam, Amerika.

Latihan meliputi Military Free Fall, Maritime Craft Aeral Delivery System, Combat Diving dan Final Training Exercise. Personel akan diuji kemampuannya, baik secara individu maupun tim dengan pemantapan standar prosedur operasi khususnya manuver di lapangan, dibawah pimpinan Komandan Satuan Tugas Flash Iron 12-01 JCET Kolonel Laut (P) R. Eko Suyatno sebagai Komandan Satkopask Koarmabar.

Menurut Pangarmabar, banyak hal yang harus dimiliki oleh para pelaku latihan, yaitu kesamaan persepsi, rencana latihan jangka panjang serta sistem dan metode latihan yang tepat terutama dalam hal teknik maupun taktik operasi-operasi yang bersifat khusus, sesuai fungsi asasinya di bidang Naval Special Warfare.

Selain taktik, strategi dan teknologi, keberhasilan pelaksanaan tugas maupun latihan juga ditentukan oleh doktrin/mental kejuangan yang terkait erat dengan semangat, dedikasi, kekompakan dan rasa kebersamaan yang mendalam dari semua prajurit peserta latihan.


Simulasi penyergapan teroris Satpaska. (Foto: ANTARA/Syaiful Arif/Koz/mes/10)

Melalui latihan bersama tersebut, diharapkan dapat memberikan kontribusi positif yaitu memantapkan kerjasama antara TNI AL dan US Navy sekaligus perkembangan hubungan bilateral bagi kedua negara yang sudah terjalin dengan baik selama ini.

Pangarmabar menegaskan kepada prajurit peserta latihan Flash Iron 12-01 JCET untuk melaksanakan latihan secara serius, bersungguh-sungguh, bertanggungjawab dan terintegrasi sesuai dengan materi dan SOP.

Sumber : POSKOTANEWS.COM 

Awas! Black Flight di Atas Lanud El Tari


Pada 16 September 1999 di Lanud El Tari Kupang, Nusa Tenggara Timur, disiapkan 2 pesawat tempur Hawk 209, 1 Hawk 109, dan 3 pesawat tempur propeler OV-10 Bronco. Kegiatan berjalan seperti biasa pada hari itu, penerbang Hawk dipersiapkan untuk menggelar Combat Air Patrol (CAP) sebagai inti Operasi Pertahanan Udara “Elang Jaya”. (Dikutip dari Majalah Commando edisi Juli – Agustus 2004)
Dalam flight plan, ditentukan Kapten (Pnb) Azhar Aditama sebagai tactical lead dengan wing man Mayor (Pnb) Henry Alfiandi dan Lettu (Pnb) Anton Mengko. Azhar akan menerbangkan Hawk-209 TT-1207. Sedangkan Henry dan Anton menggunakan Hawk-100 versi tandem TL-0501. Persis pukul 08.45 Wita, mesin kedua pesawat dinyalakan dan segera lepas landas. Pesawat membumbung dengan formasi sejajar (take spread) hingga ketinggian 10.000 kaki, mengarah ke tenggara (225 derajat) menuju batas FIR (flight information region) Darwin. Jarak antar pesawat 1,2 mil.
Hawk 209 TNI AU
Hawk 109 TNI AU
Saat mendekati FIR, Azhar mengontak Satuan Radar (Satrad) 251 yang mengoperasikan radar jenis ground control interception (GCI). Saat Mayor Haposan melaporkan situasi di udara menurut pantauan radar, jam menunjukkan pukul 09.15. Masih dalam posisi sejajar, kedua pesawat terbang menyusuri FIR menuju arah pulau Roti, sekitar 80 mil dari El Tari.
Cepat sekali, mendadak Azhar dikagetkan oleh laporan Haposan. Satrad menangkap dua pesawat tidak dikenal melewati 10 mil dari batas FIR Darwin di ketinggian 8.000 kaki dengan kecepatan 160 knot. Begitu pelannya, Azhar dan rekannya menduga paling helikopter. Jarak antara Hawk dan ‘tamu tak diundang’ 97 mil, dengan heading 108 derajat dari Satrad. “Artinya mengarah ke lurus ke Satrad dari selatan,” jelas Kapten Azhar.
Karena posisinya mencurigakan, Satrad memerintahkan Hawk mendekati target. Hawk naik ke 20.000 kaki dengan terus dipandu oleh radar karena dalam jarak tersebut, radar Hawk belum bisa menangkap posisi target. Radar melaporkan lagi, bahwa jarak mereka mengecil jadi 40 mil. Mungkinkah Hawk di-jamming? Karena makin mencurigakan, Hawk meminta Satrad untuk terus menuntun hingga mendekati sasaran.
Setelah jarak menjadi sangat dekat, 10 mil, naluri tempur Azhar mulai bekerja. Dihidupkannya switch air combat manouver (ACM), agar radar rudal bekerja. Dengan kata lain, disiagakan untuk menembak. Saat itulah, Azhar, Henry dan Anton, dibuat kaget. Kedua pesawat asing tersebut, mendadak meleset dengan kecepatan 670 knot dan terus naik hingga 30.000 kaki. Melihat gelagat begitu, artinya tahu dikejar, mereka langsung bisa menyimpulkan bahwa pesawat diseberang sana adalah pesawat tempur.
Disinilah saat kritisnya. Kedua Hawk terus mengejar dengan kemampuan penuh, sambil terus mengikuti gerakan kedua target. Dengan kata lain, dog fight baru saja digelar di atas Pulau Roti. Sebagai tactical lead, Azhar mempertahankan posisi untuk tetap mengejar (di belakang). Kejar-kejaran berlangsung seru. Sampai akhirnya Hawk mencapai ketinggian lebih 30.000 kaki. Saat itulah, Kapten Azhar melihat dua titik hitam terbang vertikal dengan kecepatan 675 knot. Azhar dan Henry cepat mengambil posisi serang (pesawat kedua pindah ke belakang).
Tiba-tiba GCI memecah lagi ketegangan, “Target di ketinggian 40.000 kaki (sekitar 12,1 Km) berbalik arah menuju Hawk!” Tapi Hawk saat itu di ketinggian 32.000 kaki (sekitar 9,75 Km) dengan posisi nose up. Sesaat lagi, keempat pesawat akan berpapasan. Ketika itulah, Azhar yang mendongakkan kepalanya ke atas melihat pesawat berekor ganda pada jarak 5 mil darinya menyambar ke arah berlawanan. “F-18,” umpat Azhar.
F/A-18 Hornet, lawan tanding Hawk 209 TNI AU, milik Australia kah?
Sebenarnya, saat kejar-kejaran, posisi dua Hawk sudah menguntungkan untuk menembak. Mereka berada tepat di belakang F-18. ACM sudah aktif, satu dari kedua pesawat telah terkunci dalam TD Box (penunjuk posisi target), missile lock on, tone slave. Artinya tinggal menunggu perintah, AIM-9 P-4 Sidewinder akan meleset mengejar target. Tapi komando bawah hanya memerintahkan : bayang-bayangi dan indentifikasi. Menurut Azhar, sepertinya F-18 Australia. Sayang, kedua F-18 sudah keburu kabur menuju FIR Australia. Kedua Hawk pun, memutuskan kembali ke pangkalan. Setelah itu, GCI banyak menangkap pergerakan pesawat di FIR Darwin. Entah ada hubungannya atau tidak, malamnya terjadi peristiwa menjengkelkan. Delapan F-18 terbang melintas di atas Lanud El Tari.
Nah, soal delapan F-18 yang terbang di atas lanud El Tari yang menarik dikupas, bila kedatangan F-18 Hornet siangnya sudah bisa terdeteksi oleh Satrad 251 yang menempatkan unit radanya di daerah Burean, pantai selatan Kupang, maka pada malamnya pun kehadiran pesawat tersebut bisa lebih dulu di deteksi, dan bukan hanya menjengkelkan, tapi juga memalukan, artinya F-18 berhasil masuk ke wilayah daratan RI, ditambah terbang di atas lanud. Meski ada Satrad, sangat disayangkan sebagai pangkalan aju, El Tari tak dilengkapi elemen arhanud, baik berupa rudal darat ke udara atau pun kanon PSU (penangkis serangan udara) DShk.
PSU jenis DShk kaliber 12,7mm milik Paskhas TNI AU, andalan pertahana udara titik jarak dekat.
Padahal bila ditelaah, pada masa itu arhanud RI memiliki deretan penangkis serangan udara yang lumayan ‘bertaring’, sebut saja dari TNI AD ada RapierRBS-70, bahkan rudal bopong SA-7 Strela pun sudah kita miliki. Belum lagi, dari unsur armada TNI AL, ada rudal Sea Cat yang bisa dilepas dari frigat Van Speik maupun frigat kelas Tribal. Entah mungkin karena koordinasi di tingkat Kohanudnas yang rumit dan birokratis, alhasil gelar unsur alutsista tak bisa digelar di lokasi tersebut. Kohanudnas merupakan komando utama terpenting dalam kekuatan Markas Besar TNI. Kohanudnas berfungsi sebagai mata dan telinga yang mengawasi berbagai pergerakan pesawat udara yang melintasi wilayah Indonesia.
Panglima Kohanudnas dijabat oleh perwira tinggi dari TNI AU, meski demikian untuk pengoperasian alutsistanya (rudal dan meriam) lebih banyak berada di bawah TNI AD dan TNI AL. Alustsista yang telah di BKO (bawah kendali operasi)-kan ke Kohanudnas, selanjutnya komando dan pengendaliannya berada di tangan Pangkosekhanudnas (Panglima Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional). TNI AU sendiri saat insiden El Tari belum memiliki rudal darat ke udara, TNI AU kala itu masih mengandalkan Triple Gun kaliber 20 mm peninggalan tahun 60-an. Berbeda dengan kondisi saat ini, dimana TNI AU, khususnya Korps Paskhas telah memiliki resimen baterai rudal sendiri yang mengandalkan Portable Combat Radar Vehicle QW-3 berikut rudal panggulnya.
kanon Triple Gun kaliber 20mm, arsenal andalan Paskhas TNI AU untuk pertahanan titik.
Sebuah Teori Insiden El Tari
Pada insiden melintasnya F-18 Hornet di atas lanud El Tari, ada sebuah teori yang mungkin bisa jadi kajian, namun sayang informasi fly pass F-18 Hornet tidak disertai dengan data-data ketinggian pesawat tersebut. Tapi secara logika, bila Hornet melintas dalam rangka pengintaian atau katakanlah provokasi, kemungkinan besar fly pass Hornet dalam ketinggian maksimum. F-18 Hornet secara umum dapat terbang dengan kecepatan 1,7 Mach pada ketinggian 15 Km.
F-117 Nighthawk, jet tempur yang kampiun untuk misi black flight
Bila seandainya Hornet terbang pada ketinggian tersebut, maka bisa dipastikan sistem hanud rudal dan merim PSU TNI tidak akan mampu berbuat banyak. Obyek bisa jadi sudah terindentifikasi satrad 251 yang menggunakan radar CGI/EW dengan kemampuan deteksi 250 mil (sekitar 403 Km), tapi sayang langkah penindakan tak bisa dilakukan. Sebagai ilustrasi, bila Hornet dihadang meriam PSU S-60 kaliber 57 mm TNI AD, jarak jangkau peluru yang bisa dilepas maksimum hanya 6 Km. Andai kata di kawasan El Tari sudah digelar Rapier dan RBS-70, Rapier pun hanya efektif meluncur maksium 6,8 Km dengan ketinggian ‘hanya’ 3 Km. Begitu pun dengan RBS-70 MK-2, rudal portable ini maksimum hanya efektif menjangkau sasaran hingga 7 Km dengan ketinggian ‘hanya’ 4 Km.
Satuan radar 251
Benar atau salah, saya memperkirakan pihak intelijen Australia memang sedari awal sudah mengetahui gelar kekuatan hanud di El Tari, seperti minimnya unsur arhanud hingga keberadaan pesawat-pesawat tempur TNI AU. Sebagai ilustrasi, ketinggian maksimum Hawk 109/209 adalah 13,5 Km. Bila dilihat dari spesifikasi pesawat, jet tempur TNI AU yang ideal menyergap Hornet adalah F-16 Fighting Falcon Skadron 3 di lanud Iswahyudi, Madiun. Tapi secara teori agak sulit untuk mengerahkan F-16, bila yang dihadapi black flight pada jarak sangat jauh.
Tapi lepas dari itu, misi operasi udara di perbatasan bukanlah misi perang, namum misi daman, sehingga tindakan yang bisa diambil maksmimalnya hanya pengusiran dan force down. Walau bila sampai ‘berani’ terbang fly pass di atas lanud, sebenarnya sudah amat kelewatan. Meski ada kemampuan untuk menyergap atau menembak Hornet sekalipun, situasi politik saat itu membuat pemerintah RI dihadapkan pada keputusan yang sulit untuk mengambil tindakan. Di dalam negeri TNI sedang dihujat berkaitan dengan isu pelanggaran hak asasi manusia, sedangkan di luar negeri, Indonesia kala itu tengah dikepung berbagai sanksi dan embargo.
Belum sempat menampilkan taringnya, akibat embargo militer dari AS dan Uni Eropa berdampak keras pada kesiapan alutsista TNI AU. Sebut saja pengiriman Hawk 109/208 sempa tertunda, bahkan pesawat F-16 sempat tidak memiliki cadangan ban, dan para teknisi asal AS ditarik pulang. Untuk jet F-5 pun nasibnya tragis, suku cadang yang jumlahnya sudah minim, beberapa kiriman komponen yang sudah dibeli malah ditahan pengirimannya. Begitu pun dengan proyek refrofit F-5 pun sempat terganggu karena solidaritas Belgia sebagai sesama anggota Uni Eropa.

Minggu, 25 Maret 2012

Tim Ekspedisi Khatulistiwa 2012 Siap Lestarikan Alam Indonesia


SEDIKITMYA ada 523 prajurit TNI berbaret merah, ungu, jingga, hijau, biru, dan hitam, mewarnai rimbunnya pepohonan dan semak belukar, di kawasan Situlembang, Bandung, Jawa Barat, Jum’at (23/3).   Prajurit TNI dari 3 matra (TNI AD, TNI AL dan TNI AU) itu berkumpul dalam rangka mengikuti latihan bersama dalam rangka persiapan tugas sebagai “Tim Ekspedisi Khatulistiwa 2012”, yang akan dilaksanakan di wilayah Kalimantan Barat hingga Kalimantan Timur, mulai awal April hingga 17 Juli mendatang.
Kegiatan yang bertajuk “Lestarikan Alam Indonesia” itu juga diikuti Menwa, Wanadri dan para perwakilan Mahasiswa dari sejumlah Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta di Indonesia.
Sementara itu, latihan yang digelar di perbukitan yang memiliki suhu udara tidak menentu itu, berlangsung 20 Maret hingga 1 April 2012. Pembukaannya telah dipimpin Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Danjen Kopassus) Mayjen TNI Wisnu Bawa Tanaya selaku Komandan Ekspedisi Khatulistiwa 2012.
Tujuan dari hajat akbar itu antara lain : pertama, untuk memelihara dan meningkatkan kemampuan prajurit agar memiliki naluri tempur di perbatasan, gunung dan pegunungan serta medan Ralasuntai (rawa, laut sungai dan pantai). Kedua, untuk membangkitkan kesadaran teritorial sehingga dikelola menjadi keunggulan teritorial. Ketiga, mendata serta meneliti segala potensi di perbatasan gunung dan pegunungan serta medan Ralasuntai di pedalaman Kalimantan bersama-sama dengan komponen bangsa lainnya sebagai sumbangsih TNI kepada pemerintah.  Selain itu, kegiatan berskala nasional itu juga bertujuan untuk memberikan keteladanan kepada masyarakat untuk menjaga kelestarian hutan melalui program Green, Clean, and Healthy.
Sementara itu, sasaran dari kegiatan bergengsi itu antara lain: pertama, demi terpeliharanya naluri tempur prajurit di perbatasan, hutan, gunung dan pegunungan serta medan Ralasuntai, dikuasainya medan di perbatasan dan pedalaman Kalimantan. Kedua, demi terwujudnya jiwa persatuan dan kesatuan antara TNI, Polri dan seluruh komponen bangsa. Ketiga, demi terdatanya patok perbatasan, kerusakan hutan, segala potensi bencana dan geologi, flora fauna khususnya penyelamatan orang utan dan  sosial budaya di perbatasan Kalimantan. Selain itu juga demi terwujudnya rasa cinta tanah air dan terpeliharanya persahabatan dunia dengan terpeliharanya kelestarian alam di perbatasan dan pedalaman Kalimantan.
Tim Ekspedisi Khatulistiwa 2012, terdiri dari Tim Khusus (Timsus) yang akan bertugas menjelajahi perbatasan dari Kalimantan Barat hingga Kalimantan Timur sepanjang kurang lebih 2000 km yang ditempuh dengan berjalan kaki, serta menyusuri rawa, laut sungai dan pantai (Ralasuntai) sepanjang kurang lebih 6000 km dengan menggunakan perahu karet.
Selain Timsus, masih ada beberapa tim yang dibagi menjadi 2 sektor, yakni sektor barat dan sektor timur, yang masing-masing dibagi lagi menjadi 2 Korwil. Untuk sektor barat, terdiri dari Korwil Kalbar dan Korwil Kalteng. Sedangkan sektor timur, terdiri dari Korwil Kalsel dan Korwil Kaltim.
Dari dua sektor tersebut, selain terbagi menjadi dari 2 Korwil  juga dibagi lagi menjadi 8 Sub Korwil, yakni: Sub Korwil Sambas, Sanggau, Kapuas Hulu, Murung Raya, Nunukan, Malinau, Kutai Barat, dan Sub Korwil  Berabai.
Menyoal Sub Korwil Nunukan, Sub Korwil ke 5 yang dikomandani  Letkol Inf Heri Setia yang sehari-hari menjabat sebagai Dan Dim 0911/Nunukan, dengan Wadan Sub Korwilnya Mayor Infanteri Achirudin (Pamen Kopassus) itu terdiri dari: unsur Komando dan Pengendali (Kodal), tim penjelajah, tim peneliti yang dibagi lagi menjadi 4 Unit, yakni Unit Kehutanan, Unit Flora dan Fauna, Unit Geologi dan Potensi Bencana Alam dan Unit Sosial Budaya. Selain itu, masih ada satu tim lagi bernama tim Komunikasi Sosial, dan tim ahli / peneliti yang berasal dari Menwa, Wanadri, dan mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi negeri maupun swasta.

Unhan Jalin Kerjasama dengan Naval Postgraduate School dan Norwich University dari AS


Jakarta, DMC - Dalam rangka mewujudkan cita-cita menjadi unversitas berstandar kelas dunia, secara dinamis Unhan melaksanakan kerjasama dengan institusi pendidikan tinggi dalam negeri dan luar negeri maupun institusi pemerintah. Untuk kali ini Unhan menjalin  kerjasama dengan dua perguruan tinggi luar negeri dari Amerika Serikat yaitu Naval Postgraduate School (NPS) dan Norwich Univercity. Kerjasama ini ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman Dalam Kerjasama  Pendidikan Pascasarjana, Kamis (22/3) di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta.
Penandatanganan Nota Kesepahaman langsung di lakukan oleh Rektor UNHAN, Dr. Syarifuddin Tippe, M.SI bersama Presiden Norwich University RADM Richard Scheider, dan Presiden Naval Postgraduate School (NPS), Vice AdmiralDaniel T. Oliver.
Disamping itu secara bersamaan UNHAN juga menjalin kerjasama dengan beberapa perguruan tinggi dan lembaga pendidikan dalam negeri, diantaranya Intitut Teknologi Sepuluh November, Universitas Mulawarman , Sekolah Staf dan Komando (Sesko) TNI dan STIK-PTIK.  Tak hanya itu, Unhan juga menjalin kerjasama dengan dua perusahaan BUMN yaitu PT.Pertamina (Persero) dan Artha Graha Peduli (Persero).

Siapa Di Belakang Mereka ?


Pekan akhir di bulan Maret 2012 ini tepatnya tanggal 26 Maret 2012 akan berlangsung debat hangat di Komisi I DPR antara Kemhan dan petinggi Komisi I yang mengurusi pertahanan.  Debat itu tentu menyangkut pada tema panas yang diributkan belakangan ini yakni pengadaan alutsista MBT Leopard, Sukhoi dan Fregat ex Brunai.  Kita berharap debat hangat itu bisa diliput secara live di media layar kaca agar publik dapat mengetahui siapa yang jujur siapa yang makan bubur lalu terbujur.

Gerak cerita ketiga jenis alutsista itu sudah banyak diketahui, dan yang menggerakkanya tentu LSM dan segelintir anggota Komisi I DPR.  Pihak lain yang ikut menyebarkannya sudah tentu media.  Kalau mau di urut proses pengadaan alutsista sesungguhnya sudah diawali mulai dari persetujuan anggaran dan ketersediaan anggaran.  Misalnya untuk pengadaan Sukhoi batch 3, sudah jauh hari disetujui dan disediakan anggaran sebesar US$ 470 juta untuk 6 Sukhoi, berikut paket suku cadangnya termasuk pengadaan 12 mesin Sukhoi, program pelatihan pilot dan teknisi.
Sukhoi TNI AU, ada tambahan 6 unit lagi untuk capai 1 skuadron
Lalu muncul keributan karena perbedaan kalkulasi. Pihak yang mengklaim mengatakan harga 1 Sukhoi paling tinggi US$ 70 juta maka jika dikalikan enam didapat angka  420 juta dollar. Elemen lain tak dihitung, kontrak yang sudah di sign tak dilirik, pasal demi pasal perjanjian tak jua dibaca, yang dibaca adalah kalimat-kalimat penuh kecurigaan. Yang distabilo adalah selisih US$ 50 juta lalu didefinisikan sebagai mark up. Angka di kisaran ini pun lalu dijual ke khalayak dengan headline memojokkan.

Sejatinya mengkritisi itu sebuah keniscayaan yang memang harus ada untuk menyeimbangkan neraca kewajaran, kehalalan dan kepastian nilai.  Namun apabila nuansa itu melewati ambang batas kewajaran lalu terkesan ambisius dan menghegemoni situasi, rasanya kok ada sesuatu yang menyiratkan, tentu ada energi yang membiayai suara hegemoni itu.  Bahasa lugasnya, siapa di belakang mereka, siapa aktor intelektualnya.

Aura buruk sangka adalah wajah keseharian lembaga swadaya masyarakat, padahal hakekat kehadiran LSM adalah sebagai wadah penyeimbang dan koridor kontrol.  Wilayah teritori pikir, kerja dan kelakuan mayoritas LSM saat ini adalah bagaimana memposisikan diri sebagai pihak yang berseberangan lalu menghantam, tak peduli apakah argumennya benar, tak peduli apakah dana yang didapat justru dari orang yang ada diseberangnya.  

Pernahkah kita melihat anatomi LSM secara komprehensif, bagaimana dan darimana sumber dananya. Pernahkan kita melihat laporan keuangan tahunan LSM. Pernahkah kita melihat siapa-siapa donaturnya. Tak akan kita dapatkan itu. Esensi keseharian LSM bisa dilihat dari rupa wajahnya berlagak seperti malaikat dan dewa penolong tetapi jati dirinya dan jati hatinya tak lebih dari predator yang bermerk maju tak gentar membela yang bayar.

Soal Tank Leopard misalnya, menjadi sebuah ketololan struktural yang ditonjolkan manakala suara-suara LSM yang dicorongkan melalui media dan anggota Komisi I, dengan argumen bernada ultimatum bahwa tank Leopard tak cocok dengan kontur bumi dan kebutuhan TNI AD.  Bagaimana bisa orang yang bukan ahlinya, yang bukan user lalu mengatakan bahwa MBT itu tak cocok pada habitat Indonesia, lalu memaksakan kehendak dengan membawa dan mengatasanamakan rakyat dan nama wakil rakyat.

Menjual opini melalui lembaga swadaya masyarakat dan atau anggota parlemen dalam bingkai demokrasi saat ini menjadi sebuah komoditi yang diperdagangkan demi untuk cairnya sebuah rekening bayaran yang berasal dari sumber yang menginginkan jualannya laku.  Contoh lugasnya adalah bagaimana mungkin sebuah LSM yang ngurusi wilayah kepolisian lantas tiba-tiba menyeberang ke teritori yang bukan urusannya lalu mengibarkan genderang pernyataan, tolak Leopard, usut Sukhoi, jangan ambil Ragam Class. Lalu dengan mudahnya media mengutip tanpa pernah mengaudit kewajaran teriakan pemilik genderang.

Kita telah terjebak dalam sebuah penggiringan pembenaran tanpa perlu mengklarifikasinya. Penyebaran opini mengatasnamakan kebenaran dan menjual dagangannya ke rakyat agar rakyat terhasut lalu ikut membenci. Jualan inilah yang diecer keliling sebelum debat hangat pekan depan.  Meminjam bunyi sebuah iklan, orang pintar minum tolak angin, orang bodoh minum minyak angin.  Pesannya adalah jangan lagi kita terkesima dengan pernyataan LSM atau anggota DPR yang berwajah laksana malaikat sejatinya berhati ifrit dengan menjual opini ke khalayak dan mengatasanamakan khalayak pula.  Merasa paling benar dan merasa paling berjasa dalam membenamkan lawannya.  

Mestinya setelah perdebatan selesai dan kepada mereka yang menuduh itu perlu dilakukan klarifikasi. Misalnya dapat data dari mana, perlu melakukan konperensi pers untuk menetralisir keadaan di ruang publik, siapa yang memberi dana untuk mengatahui siapa di belakang mereka, mengapa melontarkan tanpa mengkalirifikasi lebih dulu.  Dan sejumlah pertanyaan ini mestinya mampu di jawab oleh pihak seberang dengan rela hati dan jujur. Tetapi jawaban khasnya selalu, itu adalah rahasia dapur, urusan rumah tangga, sebagai tameng menutupi aura busuknya.

Kita tetap meyakini bahwa Kemhan berada pada jalur yang wajar.  Kita tidak hendak mengatakan Kemhan berada dalam jalur yang benar.  Ini mengacu pada internal control, standar akuntasi keuangan terutama kriteria laporan keuangan after audit dengan sebutan wajar tanpa pengecualian atau wajar dengan pengecualian.   Untuk diketahui Kemhan saat ini sedang dalam proses audit tahun buku 2011 oleh BPK untuk menilai kriteria itu. 

Oleh sebab itu mari berpikir dan bersikap jernih dalam meletakkan nilai kewajaran  setiap proses dan prosedur.  Bukankah setiap perbedaan pandang dan asumsi dapat dilakukan di ruang rapat Komisi I DPR melalui sidang terbuka yang dapat disaksikan khalayak.  Masih ingat kasus Tanjung Datu yang dihebohkan media lewat hasutan seorang anggota DPR, tapi ternyata secara de facto dan de jure tak ada yang berubah, sementara rakyat sudah terhasut, tersulut.  Bukankah ini yang disebut menjual fitnah ?