Jumat, 28 Juni 2013

Indonesia Tuan Rumah Konferensi Kedirgantaraan Militer Internasional

Indonesia akan menjadi tuan rumah Konferensi Kedirgantaraan Militer Internasional yang akan diselengarakan di Jakarta, 1 - 3 Juli 2013. Sejumlah negara Eropa, Asia Tenggara, Asia Selatan, Timur Tengah, dan Amerika Selatan ikut di dalamnya.

Indonesia Tuan Rumah Konferensi Kedirgantaraan Militer Internasional

"Konferensi ini sekaligus membahas soal alat utama sistem senjata (Alutsista-Red) dan pertahanan negara," kata Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara (Kadispenau), Marsma TNI Suyadi Bambang S dalam siaran persnya kepada Suara Karya di Jakarta, Kamis (27/6).

Sementara TNI AU dan Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) bekerja sama dengan Tangent Link Ltd dari Inggris bertindak sebagai pelaksana utama. Konfrensi akan dibuka Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU), Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia. Suyadi mengatakan pembahasan yang akan muncul dalam konferensi itu terkait alutsista dan pertahanan. Diantaranya, terkait operasi udara kontra narkoba, operasi udara kontra bajak laut dan operasi udara pengamanan perbatasan.


Dalam bidang maritim sendiri, kata Kadispenau, akan dibahas soal ancaman keamanan maritim di Asia Tenggara, pengawasan udara pada Zona Economi Ekslusive (ZEE), pelindungan udara perikanan lepas pantai, perlindungan dari perampokan di perairan.

Juga akan dibahas kerjasama SAR, pengintaian udara pada human trafficking, proyek multifungsi pengamatan maritim, operasi gabungan keamanan maritim serta operasi udara untuk antisipasi dan penanggulangan bencana.

"Pembicara akan hadir dari Inggris, Indonesia, PBB, Singapore, Afrika selatan, Soloman Islands, Australia, malaysia, Seychelles, Bangladesh, Pakistan, Austria, Swedia, Uni Eropa dan negara lainnya," kata Suyadi.

Acara ini akan diikuti Kementerian Pertahanan (Kemhan), Mabes TNI, TNI AU, TNI AD, TNI AL, Kepolisian, Bakorkamla, Badan SAR Nasional (Basarnas), Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT), diplomat, pakar kedirgantaraan dan militer, kalangan intelijen dan dari media nasional. (Feber S | Suara Karya)

Alat Sadap Dari Luar Negeri Harus Lulus Uji Lembaga Sandi Negara (LSN)

Untuk menghindari kebocoran rahasia negara kepada pihak asing, alat sadap yang dimiliki oleh sejumlah lembaga penegakan hukum, khususnya yang berasal dari bantuan asing seharusnya mendapatkan validasi dari Lembaga Sandi Negara (LSN) sebelum digunakan.

Alat Sadap Dari Luar Negeri Harus Lulus Uji Lembaga Sandi Negara (LSN)


“Alat yang berasal dari bantuan asing harus ditera dulu oleh Lembaga Sandi Negara sebelum dipakai,” kata Anggota Komisi pertahanan dan informasi DPR RI Budiyanto melalui siaran persnya kepada Sindonews, Jumat (28/6/2013).

Menurut Budiyanto, validasi oleh LSN tersebut sangat penting untuk menghindari bocornya rahasia negara kepada pihak asing. Sebab, alat sadap tersebut umumnya dipakai untuk merekam percakapan para penyelenggara negara.

“Jadi ini bukan semata persoalan penegakan hukum, tetapi juga ada unsur keamanan nasional di dalamnya,” imbuh master bidang nuklir lulusan Tokyo International University ini.


Lebih lanjut Budiyanto menjelaskan, pada era sebelum reformasi alat sadap yang akan dipakai ditera terlebih dahulu.

Budiyanto juga memandang perlunya sinkronisasi aturan soal penyadapan. Saat ini aturan tentang penyadapan tersebar dalam sejumlah aturan perundang-undangan. Ini mengadung kelemahan, karena satu aturan bertentangan atau tidak sejalan dengan aturan yang lain.

Ia mencontohkan, prosedur penyadapan yang diatur dalam UU Narkotika berbeda dengan prosedur yang selama ini digunakan KPK. KPK memiliki standard operations procedure (SOP) sendiri, yang berbeda dengan lembaga lainnya.

“Itu baru satu contoh. Padahal banyak aturan perundang-undangan yang mengatur soal penyadapan,” ujarnya.

Karena itu ia melihat sinkronisasi aturan soal penyadapan ini perlu segera dilakukan, agar tidak tidak terjadi benturan antara satu aturan dengan aturan lainnya. “Kalau perlu buat UU khusus soal penyadapan,” usul anggota Fraksi PKS DPR dari Dapil Jawa Timur V. (Sindo)

Rabu, 26 Juni 2013

Juli 2013, 40 Tank Marder Hadir Di Indonesia

 
BANDUNG-(DM) : TNI AD akan segera mendapatkan kendaraan tempur tambahan pada Juli mendatang. Sebanyak 40 Tank Marder asal Jerman itu makin memperkuat TNI AD.

Hal itu disampaikan Komandan Pusat Persenjataan Infanteri (Pussenif) Mayjen M Nasir saat ditemui disela-sela kegiatan Rabinniscab TNI AD 2013 di Lapangan Chandra Dimukha, Pusdikif Pussenif, Jalan Supratman Bandung, Rabu (26/6/2013). Untuk satuan Infanteri, Rabinniscab diisi dengan praktek persenjataan yaitu penggunaan mortir dan SLT Latih.

"Ada 105 komandan yang mengikuti Rabinniscab ini. Sebagai komandan mereka harus tahu apa yang harus dilakukan dan kita membekali pengetahuan supaya prajurit makin terampil," ujar Nasir.

Ia mengatakan, keberhasilan dalam pertempuran salah satunya adalah manuver dan tembakan baik kecepatan maupun ketepatannya. "Materi yang diberikan adalah yang penting dilakukan dalam sebuah operasi," katanya.

Pembekalan teknis seperti itu penting diberikan sebagai persiapan untuk kedatangan alutsista baru. "Bulan depan kita akan kedatangan ranpur baru, yaitu Tank Marder. Ada 40 yang dipesan," ujar Nasir. Nantinya ranpur tersebut akan memperkuat batalyon infanteri yang ada saat ini.

Nasir menyebut, sebelumnya kendaraan tempur paling canggih yang dimiliki Infanteri yaitu Panser 6X6 Anoa yang diproduksi Pindad. Tank Marder merupakan tank lapis baja bersenjata juga bisa angkut personel buatan Rheinmetall, Jerman.

Sumber : Detik

Presiden: Indonesia Tak Takut Singapura-Malaysia

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengaku tidak takut dengan Malaysia dan Singapura. Pengakuan itu disampaikan Presiden saat jumpa pers di Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (26/6/2013).

Presiden: Indonesia Tak Takut Singapura-Malaysia

Awalnya, Presiden mengaku memantau pembicaraan di media sosial setelah dirinya meminta maaf kepada Pemerintah Malaysia dan Singapura terkait asap dari kebakaran di Riau. Presiden menilai ada pembicaraan yang keliru seperti menganggap Pemerintah Indonesia takut dengan Singapura dan Malaysia.

"Tidak ada negara berdaulat harus takut kepada negara mana pun. Tidak kepada Malaysia, tidak kepada Singapura," kata Presiden.


Presiden mengingatkan rakyat Indonesia bahwa urusan asap konteksnya jelas. Ia meminta masalah asap jangan dibawa ke isu lain. "Tegas saya sampaikan kalau soal kedaulatan negara, soal keutuhan wilayah, kepentingan nasional lain, tidak pernah ada kompromi. Saya tegaskan," kata Presiden.

Presiden memberi contoh adanya pembicaraan yang mengaitkan dengan wilayah Ambalat. Menurut Presiden, pemerintah akan terus memperjuangkan wilayah itu sampai kapan pun.

Presiden juga mengaku akan gigih berjuang dalam diplomasi untuk memastikan tenaga kerja Indonesia di Malaysia mendapat perlindungan, diberikan hak-haknya, serta tidak ada tindakan kekerasan terhadap WNI lainnya.

"Posisi kita jelas, tidak akan pernah berubah. Jadi, jangan dikaitkan dengan apa yang dilakukan terhadap asap," pungkas Presiden.  (Kompas)

Selasa, 25 Juni 2013

Menggali Kerajaan Sriwijaya, Membangkitkan Kejayaan Indonesia Berbasis Maritim (Serial Negeri bahari, Part 1)

“Saatnya kita beringsut, bahkan berlari mengejar mimpi-mimpi bangsa ini untuk menggapai harapan bangsa yang berabad abad terpendam karena harapan itu bukan sekedar ramalan belaka namun merupakan cita cita luhur bangsa.  Kita adalah yang bangsa besar! Yakinilah! Dan untuk memulainya;  belajarlah dari contoh kejayaan kerajaan masa lampau di negeri sendiri! (Rajasamudera. 25062013)
Pendahuluan
Jangan tinggalkan sejarah  begitu penggalan Pidato presiden pertama Indonesia itu, sangat menyentuh relung kalbu, seakan tersentak kembali untuk mengingat dan mempelajari kembali peristiwa sebuah negeri yang pernah mengalami kejayaan pada masa lampau. Kalimat terebut memiliki makna yang mengejewantah sampai ke lorong-lorong waktu yang begitu dalam, menembus dimensi yang sangat jauh. Akan tetapi begitu bermakna karena memiliki nilai pelajaran yang sangat mahal. Namun pada hakekatnya adalah  bagaimana kita menyikapi sebuah sejarah yang telah lewat dan berlalu. Pertanyaannya adalah apakah sejarah Indonesia yang begitu bombastis dan mempengaruhi alur sejarah bangsa-bangsa lain di dunia itu hanya terbiarkan berlalu begitu saja sebagai fatamorgana tanpa ada keinginan sedikitpun untuk berupaya menegakkan kembali alur kejayaan itu? Bukankah kita Bangsa Bahari. Bangsa yang sudah terkenal seantero jagat raya sebagai bangsa pelaut, yang telah ‘menjamahi’ banyak negeri hanya dengan sebuah kapal cadik yang ditopang kekuatan angin sebagai pendorong alam. Dengan keterbatasan tersebut nenek moyang kita dulu mencapai negeri-negeri nun jauh. Fakta itu menjelaskan kepada kita bahwa nenek moyang kita adalah bangsa bahari yang bersahabat dengan laut sehingga bisa bercengkrama dengan ombak yang menggerakkan kapal sederhananya. Fakta juga menjelaskan bahwa nenek moyang kita mampu membaca rasi-rasi bintang sebagai kompas alam yang mereka jadikan sebagai pedoman untuk melaut. Alangkah hebat mereka dulu, hanya dengan ilmu navigasi alam mampu merajai lautan meramaikan laut dengan kahadiran mereka sehingga disegani banyak bangsa-bangsa di dunia. Tumbuh banyak kerajaan di Nusantara pada saat itu. Bahkan ada dua kerajaan besar yang kekuasaannya sampai jauh melampaui wilayah Nusantara itu sendiri. Sebut saja Sriwijaya dan Majapahit. Tetap dengan konsep Kebaharian kedua kerajaan ini menjalankan roda pemerintahan dan pertahanannya. Bahkan perekonomianpun mereka tegakkan dengan mengusung konsep kebaharian.
Cikal Bakal itu ada di Negeri ini
Pada saat ini, banyak hal yang kita tiru dari Negara luar yang nantinya kita jadikan pedoman untuk membuat versi baru dan kita aplikasikan di Negara kita. Hampir disemua bidang. Termasuk juga bidang pertahanan dan ekonomi. Dan hal ini sudah menjadi kebiasaan, sehingga kita menjadi ‘latah’ bila tidak mencontoh dari Negara lain; terasa tidak pas. Padahal dengan melihat negeri sendiri, banyak hal yang bisa kita jadikan referensi sebagai konsep bernegara. Mari kita bentangkan kembali sejarah keemasannegeri kita. Lihatlah sejenak dengan penuh kebanggaan bagaimana nenek moyang kita dulu mencapai kejayaannya. Sebenarnya, kalau kita sadari ternyata; contoh atau cikal bakal kerajaan itu ada dinegeri ini. Ternyata contoh itu bernama Sriwijaya, Kedatuan Sriwijaya. Berbentuk Kedatuan karena yang memimpin negeri itu adalah seorang Datu. Kedatuan Sriwijaya didirikan oleh Sri Jayanasa. Bukti sejarah tentang pembangunan kedatuan ini dapat dilihat pada prasasti Kedukan bukit bertahun 605 Saka (683 M).Sriwijaya adalah sebuah negara maritim, bukan saja kuat, tetapi juga kaya raya, armada perang dan dagang sangat banyak. Armada dagang selalu dikawal dengan rapi oleh armada perang. [1] Armada Sriwijaya sangat berani mengarungi lautan. Jika armada suatu negara berani mengarungi lautan, pastilah negara itu suatu negara di tepi pantai (maritim).[2]Sriwijaya menyadari bahwa penguasaan laut merupakan sesuatu yang mutlak untuk memperluas kekuasaannya, oleh karena itu Kedatuan ini melakukan ekspansi militer guna menguasai Kerajaan Melayu[3] dan Tulang Bawang.[4]Dengan menguasai kedua kerajaan ini maka Sriwijaya dapat menguasai Selat Sunda dan Selat Malaka. Setelah itu pelabuhan dan benteng Selat Malaka di letakkan di pelabuhan Sabak dan benteng Selat Sunda di letakkan di Riding Panjang, agak ke Tenggara dari ibukota.[5] Kedua benteng Sriwijaya itu dikenal sebagai benteng air yang berfungsi untuk mengawasi situasi yang ada di selat Malaka dan Sekat Sunda. Kedua benteng itu terus berkembang sesuai dengan kebutuhan pengamanan armada Sriwijaya di daerah itu. Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan besar, dimana wilayah kekuasaan Sriwijaya meliputi seluruh Nusantara, bahkan Malagasi, Philipina, Thailand sampai Tahiti yang mendekati Amerika Serikat.[6] Sebagai perpanjangan tangan struktur pemerintahannya, Sriwijaya memerintahkan seorang pejabat di wilayah taklukkannya yang dikenal sebagai seorang Dapunta. Dapunta biasanya masih memiliki hubungan darah dengan Datu atau Raja yang memerintah pada saat itu. Untuk menjaga eksistensi kekuasaan, Raja Sriwijaya menerapkan beberapa kebijakan, misalnya saja dalam beberapa prasasti dituliskan tentang kutukan bagi siapa saja yang tidak taat pada raja, seperti dalam Prasasti Telaga Batu Kota Kapur. Fungsi ancaman (kutukan) ini semata-mata untuk menjaga eksistensi kekuasaan seorang raja terhadap daerah taklukannya (Marwati &Nugroho, 1993:71). Selain kutukan, terdapat pula prasasti yang menjanjikan hadiah berupa kebahagiaan terhadap siapa saja yang tunduk terhadap Sriwijaya, seperti yang tertulis pada Prasasti Kota Kapur.[7]
Dari uraian tentang Kedatuan Sriwijaya itu, dapat diambil beberapa variabel penting sebagai kapasitas positif yang menjadi strategi Sriwijaya memandang wilayah maritimnya sebagai modal untuk bernegara, antara lain;
  1. Sriwijaya memproklamirkan diri sebagai negeri Bahari.
  2. Perdagangan Bahari Gaya Sriwijaya
  3. Show of force armada perang Sriwijaya mengarungi lautan.
  4. Penguasaan  wilayah maritim yang memiliki fungsi strategis.
  5. Meletakkan benteng di wilayah maritime sebagi pengawas.
  6. Memerintahkan seorang Dapunta menjadi kepala daerah taklukan.
  7. Sriwijaya memberikan kutukan dan kebahagiaan.
  8.  Menjalin diplomasi dengan negeri lainnya.

Menggali dan mempelajari Strategi Maritim Kerajaan Sriwijaya
Eksistansi Kedatuan Sriwijaya pada masa lampau terasa betul-betul sangat mengesankan. Pada masa itu, Kedatuan Sriwijaya telah melakukan langkah-langkah strategis yang membuatnya  menjadi sebuah negeri yang besar serta disegani oleh seluruh bangsa di dunia.
  1. Sriwijaya Memproklamirkan Diri Sebagai Negeri Bahari
    Sebagai kemaharajaan bahari, pengaruh Sriwijaya jarang masuk hingga jauh di wilayah pedalaman. Sriwijaya kebanyakan menerapkan kedaulatannya di kawasan pesisir pantai dan kawasan sungai besar yang dapat dijangkau armada perahu angkatan lautnya di wilayah Nusantara, dengan pengecualian pulauMadagaskar.[8] Dari penerapan kedaulatannya, dapat disimpulkan bahwa Sriwijaya merasa sangat penting untuk menyatakan diri secara langsung sebagai sebuah negeri maritim dengan berdasarkan melihat letak geografis yang dimilikinya dan penyebaran penduduknya. Memang secara dominan sebagian besar rakyatnya tinggal di tepi pantai dan beraktifitas di sana, menjadi nelayan, berdagang ke pulau-pulau dengan menggunakan kapal laut dan aktifitas kebaharian lainnya. Dapat dikatakan bahwa konsep pemerintahan Sriwijaya dan aktifitas kehidupan masyarakatnya sungguh mencerminkan sebagai negeri bahari. Pernyataan diri dengan sikap dan pelaksanaan sebagai sebuah negeri bahari adalah suatu yang prinsip karena hal itu merupakan identitas sebuah bangsa dan akan mempengaruhi rakyat yang berada di negeri itu. Dari uraian di atas dapat disimpulkan dua pelajaran yang dapat kita ambil dari Kedatuan Sriwijaya dan sangat baik bila kita terapkan pada sendi-sendi berbangsa dan bernegara guna menjadi negara besar dan bermartabat, yaitu; (1) Pentingnya Identitas sebagai bangsa bahari. (2) Pentingnya aktualisasi sebagai bangsa bahari
    Belajar dari Sriwijaya, tentulah penting bagi kita untuk menyatakan sikap sebagai bangsa bahari dengan diikuti perwujudan nyata sebagai bangsa bahari itu sendiri. Bahwa letak geografis yang kita miliki dengan berkah posisi silang antara dua benua dan dua samudera menuntut kita agar mengaplikasikan diri sebagai bangsa bahari secara total. Dan, bila hal tersebut dilakukan, akan memajukan bangsa ini, karena dengan konsep bangsa bahari yang diaplikasikan secara total; Sriwijaya saja bisa menjadi negeri yang besar maka Indonesia akan menjadi negara bahari yang besar pula.  Klaim tanpa perwujudan nyata pada sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara bukan sesuatu sikap yang bijaksana namun hendaknya diimbangi dengan langkah-langkah konkret sebagai sebuah bentuk nyata sebagai bangsa bahari.
  2. Perdagangan Bahari Gaya Sriwijaya
    Sriwijaya adalah negeri yang kaya. Walaupun sebagai sebuah negeri maritim yang mana penduduknya berdomisili secara dominan di tepi pantai sebagai bangsa bahari, namun Sriwijaya tidak melupakan sektor lain sebagai komoditas penting yang bisa di ekspor ke luar. Dapat Aneka komoditas yang di ekspor Sriwijaya antara lain; kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, pala, kepulaga, gading, emas, dan timah. Barang-barang tersebut dikirim ke negeri-negeri lain menggunakan kapal-kapal dagang yang dikawal oleh armada perang Sriwijaya yang tangguh. Adanya korelasi positip antara kekuatan militer dengan perdagangan (ekonomi). Keberhasilan perdagangan Sriwijaya membuat negeri itu menjadi Bandar utama (entreport)  di Asia Tenggara. Kesuksesan itu tidak didapat begitu saja, akan tetapi tidak lepas dari usaha Sriwijaya dalam menggalang vassal-vassal nya di seluruh Asia Tenggara dan mendapat persetujuan serta perlindungan Kaisar Cina untuk dapat berdagang dengan Tiongkok.[9] Dengan armadanya yang kuat, Sriwijaya mampu menguasai pelayaran antara Tingkok dan India   dan mampu menguasai jaringan perdagangan baharinya. Sriwijaya menyadari bahwa perdagangan (ekonomi) sangat penting untuk menguatkan negeri itu. Konsep perdagangan yang tepat bagi negeri itu adalah konsep perdagangan bahari dengan gaya sendiri karena Sriwijaya sejak awal menyadari bahwa letak geografisnya sangat mendukung perdagangan dengan cara seperti itu. Posisi lintas antara Tiongkok dengan India sangat menguntungkan negeri itu sehingga penguasaan alur pelayaran lintas itu berarti menguasai jaringan perdagangan dan hal itu sangat menguntung. Langkah berikutnya, Sriwijaya menjadikan negerinya sebagai bandar utama di Asia Tenggara dimana setiap kapal-kapal harus singgah di negeri ini ketika melintasi alur pelayaran yang ia kuasai atau akan ditenggelamkan oleh armada lautnya yang kuat.Adanya korelasi positip antara kekuatan militer dengan perdagangan (ekonomi). Disini ada dua aplikasi dalam hal ini yaitu; (1) Pengawalan kapal-kapal dagang Sriwijaya oleh armada perangnya. dan (2) Tindakan tegas berupa menenggelamkan kapal-kapal dagang yang tidak singgah di Sriwijaya sebagai Bandar Utama.
Dari uraian di atas dapat diambil pelajaran dari Kedatuan Sriwijaya dan sangat baik bila kita terapkan pada sendi-sendi ekonomi guna menjadi negara besar dan bermartabat, yaitu;
  1. Sriwijaya tidak melupakan sektor lain malah konsep bahari dijadikan sebagai pendukung untuk meng-optimalisasikan.
  2. Menjadikan negerinya sebagai Bandar utama perdagangan.
  3. Melakukan penggalangan kepada vassal-vassal dagang.
  4. Menguasai alur pelayaran guna mengusai jaring perdagangan.
  5. Adanya korelasi positip antara kekuatan militer dengan perdagangan (ekonomi).
Belajar dari Sriwijaya, sepatutnya kita sebagai bangsa bahari bisa memanfaatkan letak geografis negara ini yang merupakan lintasan pelayaran sebagai senjata untuk menguasai jalur perdagangan (ekonomi). Toh, tanah ini adalah wilayah yang sama yang digunakan oleh Kedatuan besar itu untuk menegakkan gaya perdagangannya. Jadi kenapa kita tidak bisa? Adalah penting bagi kita sebagai negara maritim untuk menjadikan dua selat yang dulu dikuasai Sriwijaya, yaitu Selat Malaka dan Selat Sunda sebagai fungsi strategis perdagangan, lebih-lebih Selat Malaka.

RHAN 1210, Roket Terbaru Produk Indonesia

JAKARTA-(IDB) : Sebagai wilayah yang memiliki belasan ribu pulau dan terpencar di seluruh Indonesia, maka negara ini membutuhkan pertahanan yang sangat kuat untuk menjaga kedaulatan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Menteri Pertahanan (Menhan), Purnomo Yusgiantoro mengatakan, salah satu cara untuk tetap menjaga keutuhan NKRI, yaitu dengan cara menjaga setiap tapal batas negara.

"Untuk itu kita bekerja sama dengan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek), TNI AL, BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Penerbangan dan Antariksa Nasional)," kata Purnomo di acara Launching Harteknas 18 dengan tema 'Inovasi Untuk Kemajuan Bangsa' di BPPT, di MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (24/6/2013)

"Selain itu, bekerja sama juga dengan beberapa Perguruan Tinggi (PT), serta industri strategis PT DI (Dirgantara Indonesia), Krakatau Steel, Len Industri, PT Pindad dan PT Dahana, untuk menciptakan roket RHAN 1210," imbuh Purnomo.

 
Purnomo menjelaskan, roket RHAN 1210 memiliki kaliber 122 mm ini memiliki jangkauan 14 sampai 15 kilometer dengan kecepatan 1,8 Mach. "Untuk menembak sasaran dengan jangkauan 14-15 kilometer, roket RHAN 1210 hanya butuh waktu sekira 63 detik," tandas Purnomo.

Roket RHAN merupakan roket balistik tanpa kendali yang digunakan dengan cara dilepaskan dari kendaraan peluncur yang memiliki berat lima ton. 

Roket ini memiliki panjang tabung motor 1290 mm. Saat ini roket RHAN 122 milimeter telah dioperasikan oleh Arteri Medan AD dan Arteri Medan Marinir AL.

8 Produk Pertahanan Berteknologi Canggih Buatan Nasional Dalam Harteknas ke-18

Putra-putri Indonesia ternyata mampu menghasilkan berbagai peralatan canggih. Mulai bidang telekomunikasi, pertahanan hingga kedirgantaraan.

Combat Management System (CMS)  Untuk Kapal Perang karya LEN
Combat Management System (CMS)  Untuk Kapal Perang karya LEN

Pada perayaan Hari Kebangkitan Teknoligi Nasional (Harteknas) ke-18, ditampilkan peralatan canggih buatan Indonesia seperti Panser Komodo, Roket Rx-450, Pesawat Udara Nir Awal (PUNA) hingga satelit. Mau tahu, produk-produk canggih made in RI tersebut? berikut ulasannya.



1. PUNA karya BPPT

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) berhasil merancang dan meluncurkan Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) berbagai varian seperti Sriti, Alap-Alap dan Wulung. Salah satunya varian wulung. BPPT menggadeng PT Dirgantara Indonesia (Persero) dan PT LEN Industri


PUNA karya BPPT

(Persero) siap memproduksi massal PUNA Wulung untuk memenuhi pesanan Kementerian Pertahanan.  Dengan bobot 120 Kg, PUNA Wulung mampu terbang selama 4 jam dengan radius maksimal 130 km dari pusat peluncuran. Pesawat tanpa awak ini mempunyai fungsi untuk pemantauan atau surveillance bahkan bisa dipakai untuk pengawasan daerah perbatasan atau daerah berbahaya.


2. UAV karya LAPAN

Serupa dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) berhasil mengembangkan pesawat tanpa awak atau Unmanned Aerial
Vehicle (UAV) bernama LSU 02. LAPAN berhasil melahirkan dan mengujicobakan pesawat tanpa awak dengan bahan bakar Pertamax Plus (RON 95).


UAV karya LAPAN

Bahkan pesawat pesawat tanpa awak ini, bisa terbang maksimal hingga 5 jam. UAV ini mampu mendarat dan lepas landas, pada landasan pacu hanya 20 meter seperti di Kapal Perang milik TNI AL. LAPAN juga secara berkelanjutan akan  mengembangkan varian UAV.


3. Satelit karya LAPAN

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) akan meluncurkan satelit berkuran kecil  atau mikro satelit varian kedua (A2). Varian satelit A2 akan diluncurkan pada awal 2014. Satelit ini nantinya digunakan untuk misi surveillance (pengawasan), sensor maritim, komunikasi data orari.


Satelit karya LAPAN

Dengan berat sekitar 70 kg, satelit ini bisa memotret dengan radius jangkauan 3,5x3,5 km. Satelit ini, diklaim murni rancangan LAPAN meskipun ada beberapa komponen yang harus diimpor karena tidak diproduksi di dalam negeri.


4. Roket karya LAPAN

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) sedang merancang varian roket untuk keperluan penelitian dan angkutan satelit. Salah satu roketnya adalah RX-550. Roket dengan payload 150 kg ini, mampu menjangkau 260 km dari permukaan bumi.


Roket karya LAPAN

Bahkan dengan dengan 4 stage atau tingkat roket RX-550, roket ini bisa menjangkau hingga 300 KM. Selain versi RX550, LAPAN juga tengah mengembangkan roket RX450. Roket ini memiliki daya jangkau lebih rendah yakni hanya mencapai 150 km dari permukaan bumi. Roket ini bisa difungsikan untuk membawa alat pemantau radiasi atau keperluan penelitian.


5. Hexarotor karya ITB

Pesawat tanpa awak buatan Institut Teknologi Bandung (ITB) ini terdiri dari tiga tipe. Tipe kecil berbentuk persegi dengan ukuran 15 cm x 15 cm, dilengkapi dengan 4 baling-baling kecil. Sementara tipe sedang berbentuk persegi dengan ukuran 60 cm x 60 cm dan dilengkapi  dengan 6 baling-baling kecil. Sedangkan Hexarotor besar berbentuk persegi dengan ukuran 1 m x 1 m serta dilengkapi 8 baling-baling kecil.


Hexarotor karya ITB

Setiap Hexarotor dilengkapi dengan kamera. Pesawat yang bisa dikendalikan lewat remote kontrol ini, bisa digunakan sebagai surveyor atau bisa juga untuk memantau banir dan kemacetan. Hexarotor juga bisa digunakan untuk memantau kemacetan dan kebanjiran di kota.


6. Komodo karya Pindad

PT Pindad (Persero) ikut menampilkan produk-produknya dalam acara Harteknas. Salah satunya produknya adalah Komodo. Kendaraan taktis Komodo 4X4 ini, secara desain hampir mirip dengan Humvee buatan Amerika Serikat. Komodo secara resmi mulai diperkenalkan ke publik sejak tahun 2012. Varian Komodo 4X4 antara lain: APC, Command, Recon, Ambulance, Battering Ram, Cannon Towing dan Rocket Launcher.


Komodo karya Pindad


7. Bom F16 dan Sukhoi karya Dahana

BUMN bahan peledak, PT Dahana (Persero) memiliki kemampuan membuat bahan peledak untuk keperluan militer dan sipil. Salah satu produk terbarunya untuk versi militer adalah bom bom untuk kebutuhan pesawat tempur F16 dan Sukhoi milik TNI AU.


Bom F16 dan Sukhoi karya Dahana


Menggandeng perusahaan swasta lokal yakni Sari Bahari, Dahana siap memasok kebutuhan bom berdaya ledak rendah hingga tinggi. Produksi bom ini, nantinya dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor.


8. 
Combat Management System (CMS)  Untuk Kapal Perang karya LEN

PT LEN Industri (Persero) memiliki kemampuan menghasilkan produk elektronik canggih untuk keperluan sipil dan militer. Salah satu varian militer super canggihnya adalah Combat Management System (CMS). CMS sendiri merupakan otak atau pengedali dari sebuah kapal perang.


Combat Management System (CMS)  Untuk Kapal Perang karya LEN

CMS bisa digunakan untuk mengontrol meriam, rudal, hingga memantau musuh. Alat canggih buatan BUMN teknologi ini, akan dipasang di beberapa Kapal Perang (KRI) milik TNI AL mulai tahun ini.

Kamis, 20 Juni 2013

Pembaruan Bukan untuk Perang


BANDA ACEH:(DM) -  (Suara Karya): Pembaharuan alat utama sistem persenjataan (alutsista) Tentara Nasional Indonesia (TNI), bukan untuk perang.

"Pembaharuan alutsista TNI itu bukan untuk perang. Kita dengan semangat Asean ingin memelihara perdamaian, tapi itu untuk mempertahankan diri," kata anggota Komisi I DPR Hayono Isman, di Banda Aceh, Kamis (20/6).

Hayono Isman bersama anggota Komisi I DPR antara lain Mirwan Amir, Nany Sulistyani Herawati, dan Mardani Ali Sera, melakukan pertemuan dengan pejabat Pemerintah Aceh dan legislatif setempat, dalam rangka RDPU RUU Perjanjian Internasional.
Komisi I telah memberikan dukungan optimal kepada pemerintah untuk memperbaharui alutsistanya dengan adanya pesawat tempur canggih (F-16), Tank Leopard, dan beberapa kapal TNI AL yang modern. "Pembaruan itu juga untuk menunjukkan jika ada pihak yang ingin mengambil pulau kita, maka harap berhati-hati sebab kita juga punya persenjataan yang kuat dan canggih," katanya menegaskan.


Sebab, politisi Partai Demokrat itu menilai jika hanya dengan pendekatan diplomasi saja maka orang lain bisa mengatakan "Indonesia punya apa".
"Artinya, kalau hanya bicara saja tanpa didukung kekuatan militer kita bisa ditipu oleh negara lain.
Sudah terbukti," kata Hayono menegaskan.

Ketika ditanya terkait dengan ancaman desintegrasi bangsa, anggota Komisi I DPR itu mengatakan kalau adaelemen internasional yang ingin mengganggu kedaulatan NKRI sering kali untuk kepentingan bisnis. "Saya menilai mereka yang ingin mengganggu kedaulatan kita hanya untuk kepentingan bisnis. Dan itu harus kita hadapi dengan arif dan bijak," katanya menjelaskan. 

(Feber S/Ant)

suarakarya

Tanda-Tanda Genderang Perang di Jagat Maya

Setiap hari berjuta-juta serangan cyber masuk ke infrastruktur intenet Indonesia. Apakah itu pertanda genderang perang di dunia maya telah ditabuh? Lantas, bagaimana sistem pertahanan cyber itu dirancang?

Genderang Perang di Jagat Maya

Presiden AS, Barack Obama, dan Presiden Cina, Xi Jinping, tampak akrab bercengkerama perihal keamanan cyber (cyber security) di Sunnyland, California, AS, akhir pekan lalu. Pertemuan informal dua pemimpin negara berpengaruh di dunia itu bermaksud merampungkan masalah keamanan cyber yang ditengarai menjadi kunci hubungan Amerika dan China pada masa mendatang.

Obama dan XI membahas keamanan cyber yang mencakup konsep perlindungan hak cipta (paten), menjaga rahasia bisnis maupun militer, serta mempertahankan infrastruktur Internet guna mencegah suatu sabotase yang berpotensi melumpuhkan suatu organisasi.


Seperti dilaporkan Washington Post, bulan lalu, peretas China dicurigai mengakses bagian dari desain senjata utama AS, termasuk sistem pesawat tempur maupun helikokter. Rupanya pemberitaan kemanan cyber ini mendapat tanggapan pemerintah AS cukup serius.

"Jika ini tidak ditangani, bila pencurian properti milik AS terus belanjut, hal itu akan mempersulit hubungan ekonomi dan menghambat hubungan kedua negara yang sangat potensial," kata Penasihat Keamanan Nasional AS, Tom Donilon, mengutip pernyataan Obama kepada Xi.

Xi menanggapi pernyataan tersebut dengan menentang segala bentuk kejahatan cyber, tapi dia tidak bertanggung jawab atas serangan terhadap AS. Menurut Xi, kemajuan teknologi yang begitu pesat bak "pedang bermata dua". China pun menjadi korban dari kejahatan cyber.

"Keamanan cyber seharusnya tidak menjadi akar penyebab saling curiga dan friksi antara kedua negara. Melainkan harus menjadi titik terang baru dalam kerja sama kami," kata Penasihat Senior Kebijakan Luar Negeri Xi, Yang Jiechi, seperti dikutip AP.

Menangkal Serangan
Pasca pertemuan Obama dan Xi, keamanan cyber juga menjadi salah satu topik hangat profesional teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam diskusi panel ASEAN Chief Information Officer (CIO) Forum 2013, di Jakarta, Senin (10/6).

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo), Ashwin Sasongko, mengatakan Indonesia melalui International Telecommunication Union (ITU) mengusulkan Global Convention on Cyber Security, yaitu kesepahaman bersama terkait keamanan cyber antarnegara.

"Kesepahaman antarnegara menjadi penting supaya tidak terjadi ketegangan. Ini menjadi penting karena aturan di setiap negara bisa berbeda-beda antara satu dengan lainnya," tandas Ashwin.

Untuk menangkal serangan cyber dari luar, lanjut Ashwin, Indonesia memunyai lembaga Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure (ID-SIRTII). "ID-SIRTII setiap hari memantau berjuta-juta serangan cyber yang masuk ke infrastruktur kita dari berbagai negara".

Wakil Ketua ID-SIRTII, Muhammad Salahuddien, memaparkan serangan cyber bisa melalui berbagai celah sebuah sistem operasi maupun aplikasi. Padahal, satu sistem operasi itu setidaknya ada aplikasi. "Serangan tersebut bisa berupa malware (program jahat) maupun lainnya," kata pria yang akrab disapa Salahuddien tersebut.

Serangan tersebut akan sangat berbahaya, lanjut Salahuddien, jika menyasar ke core internet services, yang terdiri atas routing atau IP system, DNS system, dan data center. "Core internet services menjadi base line informasi data di atasnya."

Apabila informasi data itu dianggap penting atau rahasia bagi suatu organisasi maka celakalah mereka karena data bisa disalahgunakan oleh peretas. Tak pelak, serangan cyber itu juga berpotensi mengadu domba suatu negara.

Salahuddien menceritakan Indonesia seolah-olah pernah diserang oleh peretas dari China serta Malaysia, tapi sebenarnya yang menyerang adalah peretas dari Myanmar. Beberapa waktu lalu ID-SIRTII juga menerima laporan 20 halaman kertas A4 bolak-balik dari Kedutaan Besar Amerika tentang serangan cyber dari Indonesia.

"Laporan itu berisi IP dari Indonesia menyerang secara terstruktur ke Amerika," kata Salahuddien. Runyamnya, lanjutnya, sebagian besar menggunakan go.id (domain/URL khusus lembaga Indonesia).

Karenanya, situs-situs lembaga Indonesia harus mendapatkan pengamanan khusus agar tidak disalagunakan oleh peretas. "Situs-situs pemerintah ini biasanya kurang terawat sehingga rentan diserang."

Situs-situs yang kurang terawat ini bisa menjadi sasaran empuk para peretas. Bahkan, situs itu bisa menjadi pemicu malapetaka bagi pemiliknya, apalagi situs penting bagi negara.

Direktur Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Hammam Riza, menceritakan sebuah negara bisa diserang dan dilumpuhkan, seperti kasus Estonia, Kamis 10 Mei 2007. Saat itu, serangan cyber melumpuhkan jaringan keuangan. Pangkalnya, serangan menyasar ke bank terbesar Estonia, Hansabank.

"Untuk mengantisipasi kasus serupa, Indonesia perlu strategi nasional untuk keamanan cyber. Pasalnya, keamanan cyber itu tidak bisa hanya dilakukan oleh satu institusi, melainkan perlu kolaborasi antar stakeholder, semisal Kominfo, Kepolisian, dan lainnya," kata Hammam.

Kerentanan Sistem
Ashwin mengatakan, sejauh ini, Pemerintah Indonesia memunyai beberapa pendekatan khusus terkait keamanan cyber, di antaranya regulasi, lembaga, dan teknologi. Indonesia memunyai regulasi dalam bentuk undang-undang maupun peraturan pemerintah terkait keamanan cyber. Regulasi itu berisi aturan pemanfaatan Internet.

Adapun manifestasi dari pendekatan lembaga, lanjut Ashwin, selain ID-SIRTII, Kepolisian memunyai Unit Cyber Crime dan Kominfo membentuk Direktorat Keamanan Informasi. Sedangkan mengenai pendekatan teknologi, telah terbit SNI 27001, yaitu manajemen keamanan informasi yang dikeluarkan Badan Standardisasi Nasional (BSN).

"Peralatan komunikasi yang masuk Indonesia harus melewati sertifikasi. Jadi organisasi yang memperhatikan SNI 27001 otomatis sistem keamanannya sudah bagus," kata Ashwin.

Walaupun telah terbit SNI 27001, menurut Hammam, tidak ada jaminan suatu data informasi akan aman. Pasalnya, sistem keamanan itu tidak dimaknai sebagai suatu target, melainkan sebuah proses.

"Bukan berarti ketika kita mengunci pintu dengan sebuah gembok maka 100 persen aman karena ada orang jahat yang berusaha mencari celah untuk membuka gembok itu," jelas Hammam melalui suatu perumpamaan.

Prinsip keamanan itu, tambah Hammam, adalah seluruh rantai dari sistem informasi. Dari sebuah rangkaian rantai ada mata rantai yang lemah. Maka, di situlah orang yang tidak bertanggung jawab akan memutuskan rantai tersebut.

Keamanan cyber merupakan keniscayaan dalam dunia maya. Oleh karena itu, kata Hammam, suatu informasi perlu keamanan khusus karena menyangkut kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan. "Keamanan cyber merupakan cara bagaimana kita mengamankan informasi tersebut sehingga harus lebih waspada," tandas Hammam. agung wredho. (Koran Jakarta)

Kecurigaan Soal Intelijen Asing Di Indonesia, Khususnya Papua


Hampir 10 tahun yang lalu, sebuah peringatan keras disampaikan oleh Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) yang menjabat saat itu yaitu Jenderal Ryamizard Ryacudu bahwa ada sekitar 60 ribu intel asing berkeliaran di Indonesia.

Mengutip berita yang dituliskan KORAN TEMPO berjudul “KSAD : 60 ribu Intel Asing di Indonesia” edisi 26 Desember 2003 disampaikan secara lengkap seperti ini :

Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Ryamizard Ryacudu menyebutkan, sekurang-kurangnya terdapat 60 ribu intelijen asing tersebar di Indonesia. Menurut dia, para intel itu telah lama berada di Tanah Air. “Mereka masuk dengan mudah karena Indonesia belum memiliki arah yang tepat untuk menangkalnya,” kata dia kemarin di Jakarta.

Ryamizard tidak bersedia menjelaskan identitas para intel asing itu dan aktivitas mereka di Indonesia. Kata dia, data intelijen tidak bisa diungkapkan. Ia hanya menegaskan, para intel itu akan dihukum mati bila membocorkan rahasia negara Indonesia. Ia juga menyatakan, untuk menangkal masuknya para intel lebih banyak, “rakyat Indonesia harus memiliki semangat kebangsaan yang kuat.”

Pengamat militer dari CSIS Edy Prasetyono, yang dihubungi secara terpisah, menilai pernyataan KSAD harus didudukkan dalam kerangka tepat dan melihat konteks dunia saat ini. “Batas negara sudah tipis, bahkan hilang. Informasi juga sudah sangat terbuka,” kata dia.

Edy menambahkan, kriteria intel asing yang dimaksud KSAD harus diperjelas. Jika yang dimaksud KSAD adalah mereka yang berusaha mencari informasi rahasia suatu negara secara resmi, kata dia, bisa diperkirakan intel berada di kedutaan besar asing di Indonesia. “Kedutaan mana pun adalah intel yang bertugas secara resmi menggali informasi di negara tempatnya berkantor,” tuturnya.

Ia juga menjelaskan, banyak intel asing menyusup ke dalam tubuh LSM dan perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia. Jadi, ia menegaskan, jumlah intel asing yang disebutkan KSAD mencapai 60 ribu bisa saja benar. Namun, ia menambahkan, jumlah itu tidak perlu dikhawatirkan.

Yang harus mendapat perhatian lebih, menurut Edy, cara Indonesia membangun sistem politik, ekonomi, dan keamanan agar tidak mudah terguncang. Sistem yang baik, kata dia, dapat bertahan dalam suasana keterbukaan sekarang. Dia kemudian mencontohkan sejumlah negara yang akhirnya kandas ketika berusaha menghindarkan diri dari era keterbukaan seperti Myanmar dan Korea Utara.

Saat memberikan sambutan pada acara “Wisuda Purnawirawan Perwira Tinggi TNI AD” di Magelang bulan lalu, Ryamizard menyampaikan, Indonesia sedang menghadapi ancaman perang modern. Perang ini, kata dia saat itu, dimulai dari infiltrasi agen asing yang menggarap elemen masyarakat tertentu guna menciptakan ketidakstabilan nasional. “Mereka melakukan provokasi dan propaganda untuk memicu timbulnya konflik SARA,” kata dia.

Setelah hancur, masih kata KSAD di Magelang, para agen asing “akan mencuci otak dan mengubah paradigma berpikir dengan penggalangan teritorial. Agresor, kata dia, kemudian akan mengubah paradigma ideologi, politik, ekonomi, dan budaya bangsa Indonesia. Dengan cara ini, menurut dia, para agresor akan terhindar dari tuduhan pelanggaran HAM ataupun kejahatan perang. “Bahkan kerap dipuji sebagai pahlawan,” ia menambahkan.

Soal perang modern itu, Edy mengaku sependapat dengan KSAD. Indonesia, kata dia, memang berada di tengah-tengah perang modern. Bahkan, ia menganggap, perang gagasan sedang berlangsung di Asia Tenggara dengan munculnya ide Komunitas Keamanan Bersama. “Siapa yang paling diuntungkan dalam perang gagasan ini, dialah pemenangnya,” ia melanjutkan.

Desakan pihak luar negeri kepada Indonesia untuk menggunakan pembangunan model ekonomi tertentu juga dianggapnya perang modern. Karena itu, kata dia, tentara memang harus ditingkatkan mutu dan keterampilannya dalam kerangka menjaga sistem keamanan negara. Meski begitu, ia berpendapat, tentara bukan satu-satunya garda pertahanan terdepan menghadapi perang modern ini.

Pernyataan mantan kepala staf TNI Angkatan Darat (AD) Jenderal (purn) Ryamizard Ryacudu 10 tahun lalu soal adanya 60 ribu agen asing di Indonesia, baru kali ini mendapat konfirmasi pemerintah. Tetapi itupun hanya dilokalisir bahwa diduga kuat intel asing bertebaran di PAPUA.

Mengutip pemberitaan REPUBLIKA (28/5/2013), tanggapan yang sangat amat terlambat itu itu disampaikan oleh Staf Ahli Menteri Pertahanan Mayjen TNI Hartind Asrin menjelaskan, meski pernyataan tersebut hanya berbentuk opini publik, namun bukan berarti data itu tidak valid.

“Boleh jadi jumlah mereka mencapai angka tersebut. Kita semua harus waspada,”ujarnya saat dihubungi Republika, Senin (27/5) malam. Untuk penanganan intel tersebut, Hartind menegaskan, bola ada di tangan Badan Intelijen Nasional (BIN). Sedangkan, pemerintah hanya sebatas membuat kebijakan.

Tidak hanya itu, dia menjelaskan, media juga bisa berperan untuk membantu pengungkapan keberadaan agen asing ini. Menurutnya,  mereka menggunakan beragam profesi seperti wartawan, peneliti, hingga Lembaga Swadaya Masyarakat. Sinyalemen dari Kementerian Pertahanan ini langsung mendapat respon dari anggota DPR.

Masih mengutip REPUBLIKA (28/5/2013), Anggota Komisi I DPRRI Nuning Kertopati menjelaskan, bekal data tersebut harus dimanfaatkan oleh intel negara memperketat pengawasan.

Terlebih, adanya eskalasi ancaman di daerah konflik seperti Papua. “Maka pengawasan perlu ditingkatkan,”ujarnya saat dihubungi Republika, Senin (27/5) malam.

Menurutnya, intelijen asing biasanya datang ke satu negara dengan cara pengelabuan. Hal tersebut juga berlaku untuk para agen asing di Papua. “Misalnya intelijen asing di Papua bisa saja berkedok agama, bisnis atau pun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan masih banyak lagi,”jelasnya.

Dia mengungkapkan, intelijen negara memang seharusnya dapat mengidentifikasi keberadaan mereka. Kemudian, mengelola informasi tersebut dengan cara meningkatkan komunikasi dengan pemuka agama atau adat budaya setempat. Sehingga, bentuk gerakan separatis atau terorisme bisa dicegah.

Pembuktian terhadap keberadaan intel asing di Indonesia memang sangat sulit dilakukan. Tetapi Indonesia juga memiliki perangkat dan sumber daya manusia yang bertugas di bidang intelijen, baik yang bertugas di Badan Intelijen Negara ataupun yang bertugas dimasing-masing institusi (semisal TNI dan Polri) pada divisi atau bagian intelijen.

Yang juga harus diwaspadai adalah jika patut dapat diduga ada oknum-oknum aparat Indonesia sendiri (serta seluruh jaringan yang dibangunnya) yang justru dipakai oleh kekuatan asing untuk menjadi kaki tangan dan operator-operator operasi rahasia mereka di Indonesia.

Pengetahuan dan segala sesuatu yang menyangkut data resmi, rahasia negara, dokumen resmi negara, informasi negara atau bahkan hasil-hasil penyadapan terhadap berbagai kalangan di Indonesia, hanya bisa dilakukan oleh aparat yang memiliki perangkat teknologi (IT) yang memungkinkan mereka mengakses semua itu.

Dan satu hal yang harus diwaspadai juga, jangan justru ada oknum-oknum aparat Indonesia dan jaringan mereka, yang justru “ngaku-ngaku” jadi intel asing untuk jadi gagah-gagahan dan ajang fitnah yang berbau politik. Ini yang disebut kontra intelijen.

Atau bisa juga yang patut dicurigai memerintahkan anggota tertentu untuk menyamar menjadi jurnalis untuk menyampaikan informasi yang menyesatkan dan provokasi ke jurnalis lain. Banyak hal yang bisa terjadi menyangkut dunia intelijen. Dan orang awam seperti kita (dan mayoritas rakyat sipil Indonesia) sulit untuk bisa memahami permainan-permainan semacam ini. Apalagi sekarang adalah zaman modern.

Jika benar negara-negara asing semakin berminat menginteli Indonesia maka mustahil bagi mereka menurunkan dan mengerakkan personil-personil yang secara fisik akan mudah dikenali sebagai orang asing (yang secara fisik dikenali sebagai bule).

Kalaupun warga negara asing memang masuk ke Indonesia dalam kapasitas mereka sebagai agen mata-mata, maka peluang yang paling aman bagi mereka adalah menjadi turis atau wisatawan. Objek pengintelan yang paling mudah disusupi adalah media atau para jurnalis. Bukan berarti, para wartawan atau jurnalis itu yang menjadi intel asing.

Tetapi hasil kerja dan seluruh perangkat kerja yang mereka gunakan dalam bidang kewartawanan yang jadi sasaran empuk penyadapan “berjamaah” (semisal laptop, komputer, blackberry dan semua perangkat komunikasi yang dimiliki kalangan jurnalis), ini yang paling mudah disadap.

Pengintelan di era yang modern ini akan sangat aman dilakukan dengan menggunakan perangkat IT. Disinilah harus diwaspadai juga, warung-warung atau kios-kios penjual pulsa di berbagai daerah, termasuk toko-toko tak resmi yang menjual alat-alat komunikasi. Terutama di Jakarta yang menjadi pusat pemerintahan dan ibukota Indonesia.

Tangan kita jangan mudah menuding negara asing sebagai pihak satu-satunya yang sangat berminat untuk menginteli negara Indonesia. Hendaklah juga aparat-aparat keamanan di negara ini melakukan introspeksi diri, sudah cukup loyalkah anda semua menjadi aparat di negara ini ?

Jangan-jangan ada diantara oknum aparat di Indonesia yang paling rawan disusupi dan dikendalikan kekuatan asing ? Bisa juga untuk kepentingan penguasa di negara ini. Menyebar kemana-mana untuk menginteli target-target politik yang tujuannya untuk kepentingan perorangan dan antar kelompok.

Rumah dari orang-orang yang mau diinteli dikepung dan diawasi, ibarat binatang buas mengawasi mangsanya dari detik ke detik tanpa henti dan tanpa punya rasa malu samasekali menginteli rumah rakyatnya sendiri. Menyamar jadi tetangga atau membuka usaha di lingkungan perumahan yang diminati oleh penguasa atau institusi tertentu untuk dipermainkan.

Apakah lawan politik pemerintah, tokoh nasional dan pihak-pihak yang bersuara kritis di negara ini dilindungi hak-haknya untuk berkomunikasi dan melakukan aktivitas mereka dengan aman tanpa pengintelan atau penyadapan ?

Khusus masalah Papua misalnya, kita menjadi pihak yang akhirnya semakin dibenci oleh rakyat Papua. Bagaimana mereka tidak semakin membenci, fakta di lapangan menunjukkan bahwa oknum aparat keamanan kita memperkaya dirinya sendiri dengan sangat menakjubkan.

Kita ambil contoh kasus Aiptu Labora Sitorus yang bertugas di Polres Sorong. Siapa yang tidak takjub kalau polisi berpangkat rendah ini punya rekening obesitas Rp. 1,5 Trilyun. Itu sudah bukan masuk dalam kategori rekening gendut tetapi rekening yang kegendutan alias obesitas.

Transaksi senilai Rp 1,5 triliun itu diduga terjadi selama 5 tahun, sejak 2007 hingga 2012. Rekening Labora yang dicurigai oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Ia juga digosipkan memiliki pulau pribadi di wilayah Raja Ampat, Papua.

Lalu bagaimana cara kita menjelaskan kepada dunia tentang fakta yang sangat memalukan ini dari perilaku aparat keamanan kita di Papua ? Bisakah dibayangkan dan dirasakan, betapa semakin benci dan geramnya rakyat Papua kepada kita semua tanpa terkecuali.

Saudara-saudara kita yang tinggal di wilayah terujung Indonesia ini merasa diabaikan oleh pemerintah tetapi ada oknum polisi yang bisa sekaya itu dari hasil mengeruk kekayaan alam dan berbisnis di wilayah Papua. Hanya 1 orang polisi, bisa mempunyai rekening Rp. 1,5 Trilyun !

Seandainya pun ada ribuan atau belasan ribu intel asing di Papua, bisakah dibayangkan bahwa negara kita menjadi bahan tertawaan selama ini saat mereka memonitor ada polisi kita yang bertugas di Papua memiliki transaksi hingga Rp. 1,5 Trilyun ?

Dan intelijen kita, terutama KEPOLISIAN yang merasa paling hebat dalam penanganan terorisme di negara ini, tidak bisa mendeteksi perilaku dari anggotanya sendiri di Papua. Padahal Papua adalah satu-satunya wilayah didalam NKRI yang paling banyak disorot oleh komunitas internasional.

Kita juga perlu memberikan saran kepada Mabes Polri agar tidak lagi menempatkan mantan-mantan Komandan Densus 88 Anti Teror untuk menjadi Kapolda Papua. Jauh lebih baik menempatkan putra daerah menjadi Kapolda di tanah kelahirannya sendiri.

Beri kesempatan kepada putra daerah Papua untuk memimpin di tanah kelahirannya sendiri agar ada kebanggaan dari warga setempat bahwa putra daerah mereka jadi pimpinan institusi POLRI di Papua.

Putra daerah Papua yang terakhir yang dipercaya menjadi Kapolda adalah Inspektur Jenderal Max Donald Aer pada era kepemimpinan Kapolri Jenderal Sutanto.

Belum tentu Amerika Serikat misalnya, akan menjadi sangat terkagum-kagum kalau Kapolda di Papua adalah mantan Komandan Densus 88 Anti Teror.

Lalu prajurit TNI yang bertugas di Papua, juga harus diperhatikan dengan seluruh keterbatasan dana yang mereka miliki dalam menjalankan tugas.

Disinilah Mabes TNI Cilangkap, utamanya Mabes TNI Angkatan Darat, harus memperhatikan kesejahteraan prajurit mereka dan keluarganya jika sedang bertugas ke daerah-daerah terpencil.

Perhatikan prajurit kalian di daerah-daerah terpencil sebab anggaran negara memang tak besar untuk angkatan pertahanan Indonesia. Yang selalu menjadi alibi adalah keuangan negara terbatas.

Hal yang paling baik untuk menangkal dan menghindari praktek-praktek intelijen asing di Indonesia adalah pentingnya menjaga moralitas antar sesama anak bangsa.

Pekerjaan intelijen, tak harus memfokuskan sorotan mereka pada wilayah Papua saja, tetapi bisa ke seluruh lini kehidupan kita berbangsa dan bernegara. Kita harus bangga menjadi rakyat Indonesia. Kita harus jaga rasa percaya diri dan nasionalisme di dalam diri kita. Bakar, bakarlah kembali semangat nasionalisme dan cinta pada tanah air.

Kekuatan asing hanya dapat merambah dan merajalela menginteli negara kita kalau anak bangsa di negeri ini lemah terhadap rayuan asing. Imbalan menjadi intel asing bisa jadi memang akan sangat menggiurkan. Kita tidak tahu mengenai hal ini secara pasti. Loyalitas kepada kekuatan asing pastilah juga akan berbuah hal-hal yang sangat manis, mewah, glamour dan indah tak terhingga.

Tapi sedikit saja kita lemah dan memberi celah kepada kekuatan asing untuk menguasai maka masa depan bangsa kita akan dipertaruhkan pada lembaran-lembaran yang suram. Dan sebelum kita sibuk mencurigai kekuatan asing menginteli negara kita, mari masing-masing melakukan introspeksi diri.

Apakah institusi anda, sudah cukup bersih dari praktek-praktek penyadapan atau pengintelan terhadap elemen-elemen masyarakat yang tak boleh dijamah dan diusik kemerdekaannya ? Apakah institusi anda, sudah cukup bersih dari pengaruh asing atau sudah benar-benar dijamin kesterilannya ? Apakah institusi anda yakin, bahwa bukan institusi anda yang melakukan pengintelan dan penyadapan terhadap sesama anak bangsa di negara ini ? Apalagi jika menginteli dan menyadap pekerjaan kewartawanan dan para aktivis yang berjuang untuk rakyat.

Laptop disadap, handphone atau blackbery disadap, seluruh perangkat kerja dan media sosial disadap, padahal bisa jadi semua praktek penyadapan itu hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan pribadi pada penyadap yang terus menerus ingin tahu urusan orang lain. Alias LANCANG.

Apalagi kalau alat penyadap yang digunakan sebenarnya adalah untuk menyadap bidang-bidang terorisme, narkoba dan kejahatan lainnya. Harus diwaspadai penyalah-gunaan, atau bahkan pencurian alat sadap dan hasil-hasil penyadapan itu sendiri.

Apalagi kalau alat sadap itu alih-alih malah digunakan untuk menyadapi para purnawirawan jenderal, tokoh nasional, lawan politik pemerintah, kalangan jurnalis dan pengusaha, partai-partai politik dan sebagainya.

Atau pura-pura menyamar menjadi seribu satu macam sosok agar bisa masuk ke dalam kehidupan para jurnalis, tokoh dan aktivis misalnya. Menyamar jadi rental mobil, rental supir, supir pribadi, supir dinas, pembantu rumah tangga, pedagang ini itu dan penyamaran lainnya yang sebenarnya sudah diluar batas kewenangan mereka dalam tugas pokok yang ada.

Yakinkan dulu institusi anda bahwa bukan kalian yang melakukan kegiatan-kegiatan intelijen yang kebablasan di negara ini. Kekuatan asing, hanya bisa merekrut dan memperbanyak agen mata-mata lokal mereka di Indonesia, jika warga negara Indonesia memang sangat lemah nasionalismenya.

Dugaan tentang adanya 6o ribu intel asing di negara ini adalah isapan jempol belaka kalau kecurigaan itu ditumpahkan semua kepada sosok-sosok yang berpenampilan fisik sebagai orang asing (bule). Besar kemungkinan, mayoritas adalah warga negara Indonesia yang memutuskan untuk bekerja pada kekuatan asing.

Lantas, siapa yang mau kita salahkan jika rakyat kita sendiri yang tergiur untuk bekerja pada kekuatan asing ? Operasi intelijen di negara manapun memang harus mampu meraup dan mengeruk informasi yang sebanyak-banyaknya, dengan tingkat akurasi yang sangat tinggi.

Dan di zaman sekarang ini — dimana Teknologi Informasi sudah sangat canggih luar biasa — penggunaan sumber daya manusia yang bekerja secara konvensional dalam operasi intelijen asing sesungguhnya sangat kecil prosentasenya. Sebab, hanya dengan menggunakan IT, negara manapun di dunia ini bisa saling menginteli dan saling mengawasi dari jarak jauh.

Negara yang sudah sangat maju, hanya tinggal duduk manis di negaranya, mereka bisa tahu segala hal tentang Indonesia dari jarak jauh (tanpa harus buang uang membayar agen agen lokal yang jumlahnya sampai 60 ribu orang ?). Kecanggihan teknologi harus diperhitungkan pada era kekinian.

Sehingga, yang lebih besar prosentasenya untuk bermain dalam transaksi intelijen asing adalah orang-orang yang patut dapat diduga memang sama-sama memiliki akses menembus seluruh data di negara dan menguasai kemajuan teknologi. Dan untuk menghadapi ancaman intel asing, tak cukup hanya kekuatan intelijen Indonesia yang bisa menangkis semua itu sendirian. Kita semua yang harus sama-sama waspada dan berpegang teguh pada nilai-nilai luhur yang sudah diajarkan oleh para founding fathers kita.

Simaklah pesan-pesan nasional dari para pendiri bangsa kita agar ke depan kita lebih waspada terhadap ancaman global yang menggunakan praktek intelijen untuk menyetir dan menguasai bangsa ini.

“Kita belum hidup dalam sinar bulan purnama, kita masih hidup di masa pancaroba, tetaplah bersemangat elang rajawali “. (Pidato HUT Proklamasi, 1949 Soekarno)

“Janganlah mengira kita semua sudah cukup berjasa dengan segi tiga warna. Selama masih ada ratap tangis di gubuk-gubuk pekerjaan kita selesai ! Berjuanglah terus dengan mengucurkan sebanyak-banyak keringat.” (Pidato HUT Proklamasi, 1950 Bung Karno)

“Tidak seorang pun yang menghitung-hitung: berapa untung yang kudapat nanti dari Republik ini, jikalau aku berjuang dan berkorban untuk mempertahankannya”. (Pidato HUT Proklamasi 1956 Bung Karno)

“Jadikan deritaku ini sebagai kesaksian, bahwa kekuasaan seorang presiden sekalipun ada batasnya. Karena kekuasaan yang langgeng hanyalah kekuasaan rakyat. Dan diatas segalanya adalah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.” (Soekarno)

“Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun”. (Soekarno)

“Kita tak perlu takut pada pengaruh asing, sebab bangsa kita telah menunjukkan dapat menerima pengaruh asing tanpa merusak kebudayaannya sendiri, melainkan karena kreatifitas bangsa Indonesia sendiri pengaruh itu justru dijadikan‘memperkaya’ kebudayaan Indonesia.”  (Pesan Bung Hatta)

Kebudayaan kita menjadi kuat bila ada landasan yang kokoh, yakni adab dan moral. Kebudayaan adalah pertahanan rohani dan semangat, serta martabat bangsa. (Pesan Bung Hatta)

Janganlah mudah tergelincir dalam saat yang akan menentukan nasib bangsa dan negara kita, seperti yang kita hadapi pada dewasa ini, fitnah yang besar atau halus, tipu muslihat yang keras atau yang lemah, provokator yang tampak atau sembunyi, semua itu insya Allah dapat kita lalui dengan selamat, kalau saja kita tetap awas dan waspada, memegang teguh pendirian cita-cita, sebagai patriot Indonesia yang sejati. (Pesan Jenderal Besar Soedirman di Jogjakarta tgl 4 Oktober 1949)

Dalam menghadapi keadaan yang bagaimanapun juga tetap jangan lengah, karena kelengahan dapat menyebabkan kelemahan, kelemahan menyebabkan kekalahan berarti penderitaan. Insyaf. Percaya dan yakinlah, bahwa kemerdekaan suatu negara dan bangsa, yang didirikan di atas korban harta benda dan jiwa raga, dari rakyat dan bangsanya itu, insya Allah tidak akan dapat dilenyapkan manusia siapa pun juga”.  (Pesan Jenderal Besar Soedirman)

Jadi, kita harus bangga menjadi bangsa Indonesia dan jangan menggadaikan jatidiri kita sebagai rakyat Indonesia demi kepentingan apapun yang memberikan celah kepada kekuatan asing untuk menguasai.

Mari kita berkawan kepada negara-negara sahabat dan komunitas internasional manapun didunia ini, dengan menunjukkan jatidiri kita sebagai bangsa yang santun, bersahabat dan penuh integritas diri.

Sekali lagi, jaga NASIONALISME !

Indonesia Bangkit Paripurnakan Kejayaan Nusantara. (Bagian 1)

“Kepadamu saya berkata, Pelajarilah sejarah perjuanganmu sendiri yang sudah lampau, agar supaya tidak tergelincir dalam perjuanganmu yang akan datang. Itulah inti daripada peringatanku tadi.” Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah-never leave history-jangan sekali-kali meninggalkan sejarahmu sendiri-never, never leave your own history! Telaah kembali-petani kembali.”
Berbekal dari petuah kata kata filosof dari sang founding fathers, mari kita petani kembali negeri kita untuk kembali mengembalikan kejayaan bangsa yang telah diukir pada masanya yaitu Indonesia Jaya Sempurna. Sebuah negeri yang merupakan Replika dari salah satu tujuh langit  ini menjadi rebutan karena hidup dinegeri ini ibarat hidup dipenggalan surga. Negeri yang anti oksidannya tinggi sepanjang tahun menerima sinar matahari. Negeri yang penduduknya seperti pelayan pelayan sorga yang merupakan salah satu alasan kenapa banyak turis yang ingin kembali ke Bali disamping keindahan alamnya juga pelayan pelayan sorga disana yang dirindukan sentuhannya oleh semua insan yang pernah mengunjunginya. Sebuah negeri yang katanya Ilmuwan Santos merupakan benua atlantis yang hilang yang memerlukan penelitian sepanjang 30 tahun. Sebuah negeri yang pernah disinggahi nabi Sulaiman dan tentaranya dengan peninggalan Borobudur dan Solomon wall, sebelah timur. Bukan suatu kebetulan ada desa Sleman dan Salaman, dan saya yakin kita tertawa dengan kalimat tersebut, tetapi ketawa kita telah membunuh peradaban bangsa dan semakin kita tidak mengerti akan keberadaan dimana kita tinggal. Sebuah negeri dengan sebutan negeri SABA dan dibuka dengan pulau SABAng, Serta Wana Saba dan Wana Giri yang berarti akan menjadi tempat berkumpulnya org seluruh dunia. Sebuah negeri yang pernah diterpa banjir besar yang hancur menjadi 17.499 pulau serta menyisahkan bukti bukti akan kebenaran itu. Sebuah negeri yang diberi tanda tanda akan kesamaan kayu perahu yang dibuat oleh nabi Nuh. Kesemuanya itu akan terbuka manakala saatnya tiba dan tidak akan pernah sirna sebelum hancurnya bumi karena merupakan ayat ayat Tuhan.
Mengapa negara ini mengalami proses kemerosatan? berikut disintegrasi di semua sudut kehidupan baik di bidang politik, sosial dan budaya maupun ekonomi walaupun perekonomian kita maju namun kemiskinan masih belum sebanding dengan kekayaan alam yang ada, yang tergerus keluar dimanfaatkan bangsa lain. “Jawaban yang tepat adalah bahwasannya, karena kita telah nyeleweng nyeleweng disemua lapangan. Nyeleweng di semua bidang dari jiwa dan semangat Undang-Undang Dasar Proklamasi 17 Augustus 1945 dan Dasar Negara Pancasila. Bagi Pemimin bangsa renungkan apa jawaban dari pertanyaan ini. Pertama Bekal apa yang dipakai untuk memimpin rakyat? Kedua Asas apa yang digunakan untuk memimpin rakyat? Ketiga Tekad apa yang digunakan untuk membangun negeri ini? Bila jawaban anda hanya berbekal materi dan model model penyembah berhala maka tidak pantas untuk memimpin negeri ini kehancuran bangsa yang akan didapat, namun bila jawaban yang keluar dari hati adalah “Berbekal empat lima, darah pejuang sejati-berazas Pancasila, Sebuah tekad Hanya untuk berbakti, Maka seluruh nusantara, rakyat berjuang sehati-membangun Indonesia yang sejahtera nan abadi.”  Apabila kalimat tersebut dihujamkan kepada wakil rakyat maka Tuhan Yang Maha Kuasa akan merestui pembangunan bangsa yang pada akhirnya rakyat akan merasakan keadilan yang sebenarnya.
Tanggal 17 Agustus 1945 Negara ini di Proklamasikan. Setiap penguasa memiliki karakteristik dan style of government yang unik dan berbeda. Orde Lama yang diNakhodahi Presiden Republik Indonesia pertama, Ir. Soekarno, dengan pola pemerintahan nasionalistik-universal yang didasari oleh suasana batin penolakan imprealisme-kolonialisme telah berhasil menyatukan bangsa Indonesia dalam sebuah negara dan menciptakan keseimbangan pemerintahan yang cukup baik. Bahkan, pada saat Indonesia masih sangat ranum tersebut, Bung Karno dengan gemilang merebut dan mempertahankan Irian Barat berintegrasi ke dalam negara kesatuan Republik Indonesia. Jika jalan sejarah tidak berubah yang dipicu oleh tragedi politik berdarah di tahun 1965, beberapa bagian wilayah lainnya di seputaran Nusantara, seperti Serawak di utara Kalimantan, Timor-Timur, bahkan Papua Nugini dan Semenanjung Malaysia dapat ditaklukan untuk diintegrasikan kedalam wilayah Indonesia dan menjadikannya bagian integral bangsa Indonesia oleh penguasa saat itu. Walaupun pada masa itu rong rongan dari dalam juga tak kunjung reda. Orde Baru yang Pandegani oleh Jenderal Soeharto yang kemudian menjadi Presiden Republik Indonesia kedua, muncul dengan semangat barunya: “Bertekad melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen”. Kalimat sakti mandraguna tersebut telah berhasil menyihir seluruh lapisan masyarakat yang rindu dengan pemerintahan yang benar-benar berdasarkan konstitusi dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila tidak hanya dalam kehidupan bermasyarkat tetapi juga dalam sistim pemerintahan negara. Untuk mengatasi berbagai kendala pergolakan khususnya yang bernuansa disitengrasi, Jenderal Soeharto lebih mengedepankan gaya militer-otoriteristik melalui berbagai strategi yang disesuaikan dengan kondisi lapangan.
Empat belas tahun bergulir Reformasi telah muncul silih berganti 4 presiden di republik ini, Baharuddin Jusuf Habibi, Abdul Rahman Wahid, Megawati Soekarnoputra, dan Susilo Bambang Yudhonono. Lantas apa yang terjadi ? lepasnya Provinsi Ke-27 Timor Timur dan berpindahnya dua pulau, Sipadan dan Ligitan ke wilayah kekuasaan negara Malaysia, Moralitas bangsa menurun dengan ditandainya tontonan televisi yang menyiarkan hampir tiap hari korupsi uang negara oleh pejabat pemerintahan tak luput juga korupsi pengadaan alquran, korupsi impor daging sapi yang hanya menampilalkan perbuatan perbuatan yang seharusnya tidak dilakukan, dapat dijadikan cerminan awal lemahnya kepemiminan nasional Indonesia di era ini. Masih banyak kisah pilu lainnya yang mendera bangsa ini. Pemandangan penggusuran paksa, konflik-konflik bernuansa SARA, tawuran antar desa, antar sekolah, antar kampus, antar komunitas hingga ke persoalan separitisme Organisasi Papua Merdeka yang kondisinya sekarang memprihatinkan, dimana baik Australia maupun Inggris adalah negara besar sudah mengakui dan memberikan peluang kepada OPM untuk memperjuangkan agar lepas dari NKRI, Republik Maluku Selatan, dan lain-lain. Di lain waktu kita juga disuguhi informasi tentang hingar-bingarnya pola hidup hedonis-materialistis dari sebagian masyarakat di tataran elit yang lebih beruntung nasibnya secara materil dari kebanyakan rakyat di negara ini. Belum lagi jika kita lihat secara vulgar strategi berpolitik para elit politik bangsa yang hampir seluruhnya menerapkan pola politik uang, sebuah kehidupan politik yang oleh sebagian pihak menyebutnya sebagai sistem penerapan demokrasi yang tidak manusiawi. Negeri ini sedang mengalami kerapuhan di segala bidang tidak hanya karena bencana dan terpaan alam yang telah tidak bersahabat dengan kita tetapi negeri ini telah rapuh dengan rayap rayap berdasi dan tikus tikus besenjata yang menjurus kepada perpecahan dan disintegrasi bangsa.
Makna Dari Setiap Pemerintahan
Penyebab utama kita belum mampu untuk bangkit kembali adalah melunturnya perjuangan serta menurunnya etika dan moralitas dari sebagian pimpinan – pimpinan gerakan reformasi serta tokoh tokoh elit politiknya, dimana seharusnya mereka semua menjadi soko guru dan panutan atau suri tauladan bagi masyarakat.Incontrary yang terjadi adalah rendahnya rasa kebersamaan, rendahnya wawasan kebangsaan dan kepedulian terhadap program reformasi dari seluruh lapisan masyarakat. Perkembangan Demokrasi dinegeri ini makin kabur, mana yang digunakan demokrasi dinegeri ini Liberalkah ataukah Pancasila ? Bila Demokrasi yang kita anut adalah Demokrasi Pancasila :
  1. Sudah terwujudkah toleransi antar umat beragama? Sudah mampukah antar umat beragama saling gotong royong? Sudah kah padam konflik konflik antar umat beragama?
  2. Sudah kah kita menghormati kehidupan antar sesama as human being? Iri dengki tamak dan serakah telah hinggap dalam nuansa kehidupan keluarga, masyarakat bahkan dalam lingkup bernegara.
  3. Sudah kah kita mewujudkan persatuan bangsa dimulai dari lingkungan terdekat kita? Sudahkah kita mengutamakan rasa kebersamaan tanpa melihat kelompok atau golongan apalagi kepentingan pribadi?
  4. Sudah kah kita mengutamakan musyawarah dalam mengambil suatu keputusan? Baik di lingkup organisasi kecil dimasyarakat sampai dengan organisasi besar.
  5. Sudah kah seluruh rakyat merasakan keadilan dan kemakmuran? Yaaaa dalam setiap hal, rasanya adil saja tidak apalagi makmur.
Maka tidak pantas kalau dinamakan Demokrasi Pancasila apabila sebagian kecil pertanyaan diatas belum teraplikasikan dinegeri ini dan itu adalah pertanyaan orang bodoh yang belum mengenyam nikmatnya kursi kekuasaan. Kenapa ini terjadi dan belum terarah secara baik dan aspirasi rakyat keseluruhan belum terpenuhi, dan tetap merupakan idaman, supremasi hukum jauh dari kenyataan yang seakan akan rakyat sudah mengerti akan dibawah kemana sebuah panggung sandiwara hukum yang melibatkan tokoh maupun elit politik, begitu pula dengan mendasarnya budaya korupsi, kolusi dan nepotisme baik di pemerintahan pusat maupun di daerah. Belum lagi kekuasaan atau Jabatan yang digunakan untuk menginjak injak rakyat yang bukan padanannya. Distorsi distorsi konseptual politik, didalam prioritas prioritas penanggulangannya, dan kurang ketegasan serta kemantapan dari tampuk pimpinan penyelenggara pemerintahan yang mengakibatkan kaburnya arah pelaksanaan program reformasi, sehingga berkelanjutannya krisis multidimensional hampir diseluruh aspek kehidupan dan kondisi masyarakat. Ya memang kondisi perekonomian merangkak naik namun moralitas kehidupan berbangsa makin tergerus kearah Paranoid Government. “Sebagai upaya untuk melanjutkan arah pembangunan sesuai dengan rel yang diharapkan oleh bangsa ini diperlukan rumusan strategi pelaksanaan rekonstruksi nasional yang lebih mantap, komprehensif dan berasional pragmatis guna mengatasi secara tuntas seluruh hambatan yang ada.”
Era SOEKARNO. Hendaknya kita berterima kasih yang mewariskan kita sebuah gagasan dan hati nuarani yang murni melalui pemikiran yang jernih pula dalam bentuk sebuah konsep pertahanan dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Bekal pijakan kita sebagai dasar membangun bangsa yang besar dan kuat yang memiliki cita cita mewujudkan masyarakat adil dan makmur sebagai cita-cita bangsa yang berlandaskan pancasila dan UUD 45.
Era SOEHARTO. Hendaknya kita berterima kasih yang mewariskan kita kengan-kenangan dengan konsep pertahanan dan kesejahteraan yang semu, bekal pengalaman yang historis dengan membangun besar besaran dan kekuatan angkatan bersenjata yang juga dikagumi dikawasan namun semua itu tragis manakala masih terlihat terbelenggu  dimana kita melihat diakhirnya hanya untuk kepentingan perorangan dan kelompok.
Era REFORMASI. Hendaknya kita berterima kasih yang telah menyadarkan kita betapa pentingnya Visi dan Misi yang Konkrit yang mengarahkan kita kepada konsep pertahanan kearah relnya yang seharusnya dijalankan secara konsisten dan konsekuen. Kekaburan ini akan berakibat fatal bagi pemerintah dan rakyat indonesia yang akan berpengaruh kepada perkembangan lingkungan strategis Nasional, Regional maupun dalam kancah dunia Internasional.
Era BARU.  Berdasarkan pengalaman sejarah yang telah dilewati oleh bangsa ini membuktikan bahwa persatuan dan kesatuan tidak dapat dibangun dengan menggantungkan semata mata kepada kebesaran atau kharisma seorang tokoh ataupun seorang pemimpin, konsep – konsep abstrak para elit politik ataupun didasarkan pada paksaan yang bersifat fisik.
Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan salah satu fondasi negara ini belum sepenuhnya dihayati dan diimplementasikan oleh pemerintahan kita dalam menjalankan roda menuju cita cita bangsa yang diharapkan. Kita lihat pada era Presiden Soekarno yang telah merubah UUD 1945 namun pada akhirnya Presiden melaksanakan dekrit untuk kembali ke UUD 45, era Presiden Soeharto UUD 1945 mampu bertengger selama 30 tahun tanpa amandemen, namun era reformasi telah mengalami amandemen sampai dengan 4 kali terbukti keadaan negara belum pulih sepenuhnya seperti yg diamanatkan oleh undang undang tersebut. Sadarkah bahwa merubah fondasi maka rumah akan mengalami keguncangan? Dan perubahan tersebut hanya melancarkan ambisi kelompok yang jauh dari kehendak rakyat. Hendaknya kedepan diperlukan suatu kebijakan “Terwujudnya Generasi Baru Indonesia yang memiliki tekad untuk membangun Nusantara melalui peningkatan Justice, Prosperity, Stability, dan Goodwill guna melaksanakan kebijakan penyelenggaraan negara yang memiliki unsur unsur similarity, proximity, continuity dan commensurability dalam rangka mewujudkan masyarakat antokratis yang adil, yang sejahtera, yang tenteram dan yang rukun.” Krisis multidimensi ini tetap berkelanjutan walaupun segala upaya telah diterapkan sampai dengan hasrat sebagian manusia ingin merebut kekuasan dengan tujuan pribadi maupun golongan. Penyebab hambatan yang terbesar ada pada unsur persepsi kolektif, yakni rasa dendam nasional, serta ketidaksabaran, bersamaan dengan tindakan tindakan penyelenggara negara yang kurang mantap, yang terpengaruh oleh aturan permainan lama. Demikian pula media didalam kebebasan baru yang dinikmati, kurang prihatin terhadap nasib bangsa. Mereka lebih condong ke uji tahan batas kebebasan yang seharusnya menjadi mata, telinga dan mulut rakyat dalam memperjuangkan hak kedaulatan rakyat sebagai bentuk “Dwifungsi baru yakni Rakyat dan Media.”
GBHN merupakan jalur yang paling tepat untuk menerapkan visi dan misi, mewujudkan generasi Indonesia Baru sebagai bagian dari kehendak rakyat dimana secara konstitusi harus dilaksanakan secara konsisten dan berkelanjutan didalam program pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan yang dapat diminta pertanggung jawabkan sesuai dengan naskah asli UUD 1945 pasal 3. Nah apa yang terjadi seandainya negara tidak memiliki GBHN? Maka setiap pergantian pemimpin hanya akan memulai dan memulai, akankah kita hanya akan memulai lagi pada 2014 yang akan datang, ataukah kita harus berbenah? Ingatlah leluhur bangsa ini tidak tinggal diam dialam sana, menggantungkan kepada kita sebagai penerus nya dengan harapan bisa merubah ke arah yang lebih baik. Republik ini di dirikan  dengan tetesan darah dan air mata, balas lah darah dan air mata mereka dengan pengabdian yang tulus agar ibu pertiwi tidak lagi menangis. Janganlah bumi penggalan surga ini di nodain dengan jiwa jiwa tikus dan babi yang bisa merusak Bumi Nusantara.
Kunci Penjabaran Kebijakan
Antokratisme dalam kebijakan yang diambil bukan hanya mengakomodasikan pluralitas masyarakat, namun pluralitas politik yang dapat diformulasikan kedalam demokrasi yang antokratik, merupakan metode keputusan bukan atas dasar suara mayoritas, melainkan atas nilai nilai murni kemanusiaan, yang berlaku dan memiliki prioritas diatas politik, bahkan jika nilai ini belum terekpresikan secara khusus dengan seharusnya diundang undangkan.
Strategi 1: Peningkatan kembali nilai nilai murni dibidang pengamalan ajaran agama maupun falsafah bangsa dan negara Pancasila serta adat budaya leluhur, terutama dikalangan generasi muda dengan berlandaskan etika dan moralitas yang kuat, menjadi lahan subur untuk berkembang menjadi generasi bermakhluk mulia, berjiwa negarawan serta berwawasan global sebagai dasar modal manusia Indonesia baru dalam mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia.
Strategi 2: Penyempurnaan disegenap aparatur negara, termasuk TNI/Polri dan lembaga lembaga pemerintahan baik pusat maupun di daerah, sistem peradilan hukum, pertahanan dan pendidikan, serta ekonomi kemandirian dan sistem pembangunan nasional, yang secara keseluruhan disesuaikan dengan pelaksanaan otonomi daerah, merupakan upaya fundamental terciptanya pemerintahan yang bersih, sebagai dasar modal kelembagaan negara, memanifestasikan dinamika bangsa Indonesia.
Strategi 3: Penegakkan kedaulatan rakyat dan supremasi hukum, sebagai dasar jaminan kehidupan dinamis budaya demokrasi, di dalam pemberdayaan masyarakat majemuk, yang merupakan kepribadian bangsa Indonesia didasari perasamaan hak dan persatuan, terkandung unsur keragaman, kesetaraan dan kebersamaan, sebagai dasar modal sosial didalam masyarakat Nusantara yang adil, sejahtera, tenteram dan rukun.
Kehidupan bangsa yang sejahtera tidak berarti semuanya sama dalam artian sama rata “mangan gak mangan asal kumpul”  bukan pula berarti tidak ada yang melarat dan kere, dinegara majupun masih banyak yang melarat dan kere, namun bagaimana negara memperhatikan mereka, menjaga mereka. Memberikan jaminan sosial, yang pengangguranpun diperhatikan oleh negara kesimpulannya negara memperlakukan rakyatnya sebagai manusia. Nyawa dinegeri ini ibarat nyawa yang tidak memiliki arti hampir tiap hari kematian yang tidak wajar yang seharusnya cepat tanggap untuk cepat dibela namun kenyataannya?…..
Negeri ini berulang kali saya sebut sebagai penggalan surga dan yang kita punya bahkan melebihi dari negara yang sudah maju. Kenapa kita belum bisa mewujudkannya? “Memimpin dan mengelola Indonesia itu tidak mudah, namun tidak juga sulit.” Diperlukan tahapan yang tepat dalam mencapai era Baru seperti diatas dengan diawali rekontruksi nasional, inilah yang disebut dengan Paradigma Natanegara, menata kembali bangsa dan negara. Kemudian suatu tahapan untuk pembinaan disetiap lini dan sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, tahapan ini dinamakan Paradigma Binanegara. Tahapan selanjutnya Paradigma Binanegara yang bermakna….. waktu subuh 18 Juni 2013 04:49 (menunggu perkembangan sampai akhir 2013)