Oleh: Mayor Laut (P) Endra Hartono, Pabandya Jakstra Renstra Srenal Mabesal
Pendahuluan
"The United Nations was founded by men and women who dreamt of peace because they knew the cost of war. We in our time, and especially in the last year, have also witnessed friends and colleagues pay the ultimate price in the cause of peace." (Kofi A. Annan) [1]
Sepanjang sejarah umat manusia, konflik merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan. Konflik terjadi mulai dari skala yang terkecil antar komunitas sampai dengan skala yang besar berupa perang antar negara ataupun konflik multi dimensi. Menyadari akan akibat yang sangat menyedihkan karena konflik, bangsa-bangsa di dunia melakukan berbagai upaya untuk mencegah konflik semakin luas. Pembentukan Liga Bangsa-Bangsa (LBB) yang di sempurnakan menjadi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menjadi bukti nyata bahwa secara alamiah umat manusia di dunia sebetulnya sangat mendambakan perdamaian. Sejak awal dibentuk, PBB telah melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan keamanan, ketertiban dan perdamaian dunia melalui operasi pemeliharaan perdamaian.
Walaupun tidak secara eksplisit disebutkan dalam Piagam PBB, operasi pemeliharaan perdamaian telah menjadi ujung tombak PBB dalam memimpin setiap upaya membawa dunia kearah yang lebih aman, tertib dan damai. Sesungguhnya setiap bangsa pasti menyadari betapa mahalnya harga yang harus dibayar akibat konflik. Demikian juga setiap personel yang terlibat dalam misi memelihara perdamaian, pasti sudah sangat memahami setiap resiko yang akan terjadi dalam menjalankan misinya. Secara alamiah, kompleksitas konflik yang terjadi di berbagai penjuru dunia selalu menuntut kehadiran para insan pemberani pemelihara perdamaian untuk berkiprah.
Sebagai negara dengan jumlah penduduk yang termasuk lima besar dunia, sudah sepantasnya bangsa Indonesia turut memberikan kontribusi nyata bagi perdamaian dunia. Peran serta Indonesia dalam kancah pemeliharaan perdamaian dunia memang sudah bukan hal yang baru. Sesuai amanat konstitusi, sejak dekade awal kemerdekaan, Indonesia sudah mengirimkan personelnya untuk terlibat aktif melaksanakan ketertiban dunia melalui berbagai misi perdamaian dibawah bendera Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Keseriusan Indonesia untuk terlibat dalam misi perdamaian dunia telah mengalami transformasi yang signifikan seiring dengan perkembangan lingkungan strategis serta komitmen bangsa untuk lebih proaktif dalam menyikapi konflik yang terjadi. Kiprah dan profesionalitas para pejuang perdamaian baik yang tergabung dalam Kontingen Garuda maupun civilian experts telah menjadi bukti nyata bahwa bangsa Indonesia telah mendapatkan kepercayaan dalam mengemban misi mulia tersebut. Dengan tidak mengurangi apresiasi yang tinggi terhadap civilian experts Indonesia yang saat ini bertugas di misi PBB, tulisan ini hanya memberikan gambaran tentang kiprah TNI dalam keterlibatan dan dedikasinya memelihara perdamaian dunia, serta roadmap menuju peacekeeper kelas dunia.
Transformasi Konflik dan Misi Perdamaian Dunia
Perkembangan lingkungan strategis global saat ini terjadi sangat dinamis. Globalisasi yang didukung oleh perkembangan yang pesat dari teknologi informasi semakin memberikan pengaruhnya terhadap kondisi peri kehidupan berbangsa dan bernegara. Era ketertutupan yang terjadi selama krisis Perang Dingin saat ini telah berganti menjadi jaman keterbukaan dimana sekat-sekat budaya, bangsa dan kedaulatan menjadi semakin kabur. Seiring globalisasi, konflik pun tidak dapat dihindarkan, mulai dari sengketa internal komunitas, antar bangsa sampai dengan multi dimensi. Konflik yang terjadi sebagian besar disebabkan oleh benturan kepentingan, baik individu, komunitas maupun bangsa. Konflik yang terjadi selalu berkembang dari masa ke masa seiring dengan perkembangan lingkungan strategis. Sekecil apapun konflik apalagi yang terjadi antar negara selalu menjadi perhatian semua pihak karena akibat yang ditimbulkannya bisa menyebar dengan cepat ke tempat atau negara lain. Lokalisasi konflik di jaman globalisasi ini pun menjadi hal yang sulit dilakukan mengingat mudahnya orang mengakses informasi dari media maupun jejaring sosial.
Ditengah situasi diatas, PBB melalui Dewan Keamanan PBB memberikan perhatian yang mendalam untuk mencegah, mengatasi maupun meminimalkan terjadinya konflik. Operasi pemeliharaan perdamaian menjadi ujung tombak PBB untuk menjalankan misinya tersebut. Menyikapi transformasi konflik yang terjadi, penugasan pemeliharaan perdamaian pun menjadi semakin kompleks. Kondisi tersebut sangat jauh berbeda saat pertama kali dilaksanakan operasi pemeliharaan perdamaian dimana peran PBB hanya terbatas sebagai pengamat yang bertugas memantau gencatan senjata pihak-pihak yang bertikai. Dihadapkan dengan kondisi saat ini, disamping masih melaksanakan tugas-tugas tradisionalnya sebagai pengamat, peran PBB telah berkembang makin luas yang mencakup multi dimensi. Peran baru non tradisional tersebut seperti membantu penguatan pemerintahan yang sah, memberikan bantuan kemanusiaan, perlindungan masyarakat sipil, monitoring pemusnahan senjata, pengurusan pengungsi, membantu proses pemilihan umum sampai dengan melaksanakan program reintegrasi para mantan kombatan.
Dengan semakin luasnya cakupan yang harus diemban oleh PBB, sumber daya baik manusia maupun pendukungnya menjadi kebutuhan mendesak yang sangat menentukan keberhasilan misi perdamaian. Kontribusi dari negara-negara anggota PBB menjadi penyokong utama hal tersebut. Militer, Polisi, dan civilian experts dari berbagai negara serta didukung oleh otoritas lokal menjadi penggerak utama misi perdamaian di suatu negara. Sederhana maupun kompleksnya konflik yang dihadapi pun menjadi ukuran dalam menentukan perencanaan suatu misi. Seringkali di lapangan konflik yang terjadi lebih kompleks dari yang diperkirakan sehingga upaya penanganannya pun memerlukan waktu yang lama dengan mengerahkan jumlah personel yang tidak sedikit yang tentunya juga membutuhkan pembiayaan yang sangat banyak. Kondisi tersebut membawa beban yang berat bagi PBB. Disatu sisi konflik yang berkembang semakin kompleks, sementara disisi yang lain ketersediaan dana serta sumber daya menjadi hal yang sulit dipenuhi. Melalui berbagai upaya, PBB pun melakukan efisiensi dengan membatasi jumlah personel yang terlibat dalam suatu misi serta berbagai upaya reformasi di tubuh Dewan Keamanan PBB sehingga dapat melaksanakan tugasnya dengan lebih efektif. Nampaknya upaya-upaya tersebut masih belum cukup. Kebutuhan personel baik militer maupun polisi yang tinggi kurang sebanding dengan ketersediaan yang diberikan oleh negara-negara anggota.
Tantangan PBB dan TNI
Penyelenggaraan operasi pemeliharaan perdamaian di abad ke-21 ini sangat lah kompleks. Beberapa kondisi di lapangan merupakan tantangan yang dihadapi oleh Dewan Keamanan PBB sebagai otoritas penyelenggara operasi maupun oleh TNI sebagai pelaksana operasi. Beberapa tantangan tersebut, antara lain:
- Efektifitas Misi. Dibalik kesuksesan penyelenggaraan operasi pemeliharaan perdamaian dunia, sebagian negara menilai terjadinya inefisiensi pada pelaksanaan operasi. Kondisi tersebut ditengarai karena kurang lengkapnya badan/lembaga pendukung di lapangan yang dapat mempercepat dukungan operasi. Dewan Keamanan PBB pun menganggap perlu melakukan Reformasi dalam tubuh organisasinya. Reformasi misi perdamaian dunia dilakukan antara lain melalui Peace Operation 2010 (PO-2010) [2] yang bertujuan untuk memperkuat dan meningkatkan profesionalisme dalam perencanaan, ketatalaksanaan serta pelaksanaan operasi pemeliharaan perdamaian PBB. Reformasi tersebut fokus pada lima bidang, meliputi; personel, doktrin, kemitraan, sumber daya, dan organisasi.
- Multi Dimensi Operasi . Disamping tugas sederhana sebagai pemantau gencatan senjata, saat ini misi pemeliharaan perdamaian mulai mengembang menjadi multi dimensi, seperti menfasilitasi proses politik melalui berbagai upaya dengan mengedepankan dialog dan rekonsiliasi, perlindungan masyarakat sipil, bantuan pemusnahan senjata, pengembalian pengungsi serta reintegrasi mantan kombatan, membantu proses pemilihan umum, perlindungan dan memajukan hak asasi manusia serta membantu dalam menegakkan ketertiban dan hukum bahkan sampai membantu membangun karakter bangsa. Keterlibatan PBB dalam proses politik internal suatu negara dirasakan belum dapat memberikan kontribusi yang maksimal.
- Misi Penuh Resiko. Penyelenggaraan operasi pemeliharaan perdamaian dunia merupakan operasi militer yang penuh dengan resiko dan tidak dapat dianggap ringan. Disamping resiko kerusakan sarana dan prasaran serta korban jiwa yang harus ditanggung oleh negara yang terlibat, misi tersebut juga dapat sangat beresiko terhadap keselamatan personel yang tergabung dalam misi pemeliharaan perdamaian. Meskipun demikian, korban jiwa akibat konflik tidak dapat dihindarkan serta merenggut korban baik dari warga masyarakat setempat maupun personel PBB. Sejak pertama kali dilaksanakan misi pemeliharaan perdamaian PBB pada tahun 1948, sampai dengan 31 Maret 2012, sudah 2989 personel baik militer, polisi maupun sipil yang gugur dalam menunaikan tugasnya. Indonesia sebagai salah satu negara penyumbang pasukan dalam misi perdamaian dunia telah kehilangan 31 putra-putra terbaiknya yang gugur dalam misi pemeliharaan perdamaian tersebut. [3] PBB telah menetapkan SOP yang sangat ketat terkait dengan kondisi diatas guna mencegah serta meminimalkan korban yang ditimbulkan. Mencermati
besarnya resiko yang dapat terjadi, dalam menjalankan misi perdamaian dunia, setiap personel baik militer maupun sipil selalu dibekali dengan SOP yang diterapkan oleh PBB serta SOP dari negara-negara masing sehingga keselamatan setiap personel yang bertugas dapat diutamakan. - Kebijakan Partisipasi Negara. Partisipasi negara dalam pengiriman peacekeeper, selain mengikuti SOP yang dikeluarkan oleh PBB juga berpedoman pada SOP sesuai konstitusi masing-masing negara. Tidak semua negara dapat mengirimkan pasukannya untuk implementasi Bab VII Piagam PBB tentang penggunaan kekuatan senjata dalam penyelesaian konflik, contohnya Indonesia dan Jepang. Sementara itu ada beberapa negara yang melaksanakan misi perdamaian tetapi tidak dibawah bendera PBB, misalnya Amerika Serikat. Kondisi ini seringkali menyulitkan Dewan Keamanan PBB karena beberapa negara menolak melaksanakan misi-misi tertentu dan hanya memilih misi tertentu dengan alasan konstitusi serta kebijakan negaranya. Penggunaan kekuatan senjata juga terkadang menyulitkan di lapangan, terutama saat beberapa batalyon dari beberapa negara berada di satu wilayah. Aturan Pelibatan yang berbeda dari negara-negara tersebut bisa berakibat menguntungkan ataupun merugikan. Kondisi tersebut terkadang menjadi sangat ironis, seperti misalnya bila terjadi tindak kekerasan di dekat markas kontingen dan terkesan dibiarkan. Padahal memang kontingen tersebut terikat pada SOP nya yang tidak mengijinkan penggunaan kekuatan senjata. Apabila boleh pun situasi tersebut bisa sangat menyulitkan karena mereka akan dinilai tidak netral oleh salah satu pihak yang bertikai.
Roadmap Menuju Peacekeeper Kelas Dunia
Keterlibatan pasukan TNI dalam misi pemeliharaan perdamaian dunia sesuai dengan ketentuan hukum nasional. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara menyebutkan bahwa salah satu tugas TNI adalah melaksanakan kebijakan pertahanan negara yang salah satunya ikut serta secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional. Selanjutnya, Undang-Undang No.34 Tahun 2004 tentang TNI lebih mempertegas lagi dimana disebutkan bahwa salah satu tugas pokok TNI dalam Operasi Militer Selain Perang adalah Operasi Pemeliharaan Perdamaian Dunia. Tentunya pelaksanaan dari penugasan tersebut selalu dilakukan sesuai dengan kebijakan politik luar negeri Indonesia serta ketentuan yang berlaku dalam hukum nasional. [4]
Mengacu kepada dasar hukum tersebut, keterlibatan TNI dalam misi perdamaian dunia selalu dilaksanakan dibawah bendera PBB yang mengutamakan penyelesaian multilateral dan bukan berdasarkan pada penyelesaian unilateral ataupun koalisi tertentu. Implementasi dedikasi TNI pada misi perdamaian dilaksanakan sesuai dengan prinsip Bab VI Piagam PBB dimana tidak menggunakan kekuatan senjata untuk menyelesaikan konflik. Dengan demikian, keterlibatan TNI dalam misi perdamaian dunia semata-mata dilakukan untuk memelihara perdamaian dan bukan untuk berperang dengan pihak-pihak yang bersengketa di negara tujuan misi. Beberapa negara penyumbang pasukan lainnya menganut prinsip yang berbeda dalam pelaksanaan misi perdamaian yaitu dengan berpedoman pada Bab VII Piagam PBB yang mana dapat menggunakan kekuatan senjata untuk menyelesaikan konflik. Dalam prakteknya, operasi pemeliharaan perdamaian dunia merupakan gabungan antara Bab VI dan VII Piagam PBB tentang penyelesaian konflik, sehingga penggunaan senjata untuk kepentingan membela diri dapat dibenarkan. Kendati adanya penerapan kebijakan yang berbeda dari masing-masing negara tersebut, pelaksanaan misi perdamaian bisa dikatakan dapat berjalan dengan baik karena memang sejak awal Dewan Keamanan PBB selalu mempertimbangkan penempatan personel yang terlibat di suatu misi disesuaikan dengan kebijakan negara masing-masing.
Indonesia sebagai salah satu negara penyumbang pasukan (Troop Contibuting Countries/TCC) dari Asia apabila dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya seperti Pakistan, India dan Bangladesh memang masih belum sebanding. Ketiga negara tersebut sangat intens dalam mengirimkan personel baik militer maupun polisinya, sehingga seringkali dijumpai dalam suatu misi perdamaian, personel-personel dari negara-negara tersebut sudah pernah melaksanakan misi lebih dari satu atau dua kali. Meskipun Indonesia sebagai TCC belum masuk dalam tiga besar dunia, keterlibatan Indonesia telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Pengiriman personel TNI dari tahun ke tahun pun mengalami peningkatan. Sampai dengan saat ini, personel TNI yang tergabung dalam misi perdamaian terdistribusi dalam beberapa penugasan, mulai dari Pasukan, Pengamat Militer, Perwira Staf sampai dengan Kapal Perang (KRI) yang tergabung dalamMaritime Task Force (MTF). Kondisi tersebut tidak dapat dilepaskan dari upaya proaktif bangsa Indonesia serta kepercayaan yang diberikan oleh PBB maupun negara-negara yang merasakan dampak langsung akibat konflik.
Sekian lama keterlibatan TNI dalam melaksanakan misi perdamaian dunia tidak hanya memberikan kebanggaan bagi bangsa maupun personel yang bersangkutan, akan tetapi juga memberikan wawasan pergaulan dan kerjasama internasional serta pengalaman mengatasi konflik diluar yurisdiksi nasional Indonesia. Seringkali upaya mengatasi konflik lebih sulit daripada bertempur. Dengan pengalaman yang didapatkan selama penugasan tersebut, secara tidak langsung TNI mendapatkan praktek langsung dalam profesi Operasi Militer Selain Perang. Hal tersebut sejalan juga dengan tuntutan tugas pokok TNI yaitu melaksanakan Operasi Militer Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP).
Fakta telah berbicara bahwa keterlibatan TNI dalam misi perdamaian dunia telah menuai segudang prestasi. Salah satu faktor sukses yang paling dominan adalah kemampuan para prajurit TNI yang bisa Win Heart and Minds masyarakat setempat, disamping tentunya profesionalisme yang dimilikinya serta tetap memegang teguh prinsip kenetralan mereka sebagai pasukan Baret Biru. Berdasarkan hal tersebut, keberadaan mereka bisa dirasakan manfaatnya secara langsung oleh masyarakat setempat. Keahlian pendekatan sosial prajurit TNI tersebut sesungguhnya tidak ada dalam Standar Operating Procedure (SOP) yang ditetapkan oleh Dewan Keamanan PBB, tetapi lebih kepada kepedulian lebih yang ditunjukkan oleh TNI kepada masyarakat setempat sehingga mereka dapat merasakan suasana kebatinan masyarakat. Kondisi tersebut sangat membantu mereka dalam mengatasi hambatan budaya maupun bahasa setempat. Berbagai prestasi yang telah ditorehkan oleh TNI dalam menjalankan misi perdamaian dunia tersebut telah mendapatkan apresiasi positif tidak hanya dari negara-negara yang sama-sama bertugas di daerah operasi juga dari negara misi melalui permintaan mereka terhadap pemerintah Indonesia untuk mempertahankan dan memperbanyak Kontingen Garuda di negara mereka.
Pada awalnya pengiriman personel TNI dalam misi perdamaian dunia memang belum diwadahi secara khusus dalam suatu organisasi TNI. Pembentukan Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian (PMPP) TNI pada tahun 2007 merupakan jawaban dari keseriusan TNI dalam upayanya untuk selalu meningkatkan keefektifan serta profesionalisme prajurit TNI pada setiap misi yang dipercayakan oleh PBB. Pembentukan PMPP TNI juga seiring dengan makin meningkatnya permintaan dari PBB akan personel pemeliharaan perdamaian, sehingga proses pemilihan personel, pre-deployment sampai dengan penugasan personel yang terpilih menjadi makin kompleks. Dengan didukung oleh berbagai fasilitas serta sarana dan prasarana pendukungnya, PMPP TNI sebagai center of peacekeepers Indonesia mempunyai peluang yang sangat luas menjadi salah satu pusat peacekeeper kelas dunia serta pusat pelatihan kelas dunia. Misi pemelihara perdamaian pada dasarnya merupakan misi mulia yang juga adalah panggilan dunia untuk seluruh umat manusia. Tingginya permintaan peacekeeperIndonesia membuktikan bahwa keberadaan TNI sudah mendapatkan pengakuan global.
Berdasarkan pengalaman serta potensi sumber daya yang dimilikinya, Indonesia dalam hal ini TNI tentunya dapat memiliki peran yang lebih besar dalam satu dekade mendatang. Dukungan penuh dari bangsa Indonesia serta pemerintah kiranya dapat menjadi momentum bagi TNI untuk dapat berperan maksimal di lingkup global sebagai salah satu komponen kekuatan nasional. Beberapa hal dibawah ini mungkin sudah dilaksanakan atau pun yang belum dilaksanakan oleh PMPP TNI, yang belum kiranya dapat dipertimbangkan untuk menjadi pemikiran kedepan menuju peacekeeper kelas dunia, antara lain:
- Blueprint Peacekeeper Indonesia
, yang mencakup perencanaan jangka panjang dan perencanaan strategis (jangka menengah) yang menjadi pedoman dalam perencanaan jangka pendek. Blueprint ini dapat menjamin konsistensi menuju sasaran yang diharapkan. - Global Partnership , seiring dengan reformasi di tubuh organisasi Dewan Keamanan PBB, TNI dapat memanfaatkan kontribusi negara-negara donor, lembaga swa daya masyarakat, organisasi internasional serta jaringan negara penyumpang pasukan untuk dapat melaksanakan pelatihan dan penyiapan peacekeeper internasional di Indonesia. Hal ini tentunya harus selaras dengan kebijakan politik luar negeri Indonesia.
- Keterlibatan Elemen Masyarakat Sipil Profesional
, saat ini terdapat banyak warga negara Indonesia yang sudah pernah ataupun masih tergabung dalam Civilian Experts Garuda Merah Puti h [5] sebagai individu-individu yang karena keahliannya dapat bergabung dalam misi pemeliharaan perdamaian dunia. Keberadaan Pusat Pelatihan PMPP di Sentul yang saat ini masih terbatas untuk kalangan militer, tentunya kedepan dapat menjadi Pusat Pelatihan dan Penyiapan setiap Warga Negara Indonesia baik Sipil maupun Militer yang dengan sukarela mendharmabaktikan untuk misi pemeliharaan dunia. Civilian Expertsyang ada saat ini dapat menjadi narasumber serta rujukan dalam mewujudkan hal tersebut. Misi Pemeliharaan Perdamaian merupakan misi panggilan kemanusiaan untuk semua sehingga keterlibatan personel tidak terbatas hanya untuk militer dan polisi saja melainkan semua pihak dapat berpartisipasi menyumbangkan keahliannya demi misi kemanusiaan tersebut. - Lembaga Think Tank , Pendidikan, dan Penelitian Keamanan dan Perdamaian. Mencermati konflik yang terjadi saat ini, tidak menutup mata juga bahwa konflik masih terjadi di sekitar kita. Apabila dapat diwadahi, kiranya
pengalaman serta wawasan yang didapatkan oleh personel TNI maupun personel lain yang pernah bertugas di area konflik dapat dijadikan semacam lesson learnt untuk solusi penanganan konflik dalam negeri maupun misi yang lain. Kegiatan ini tentunya melalui kerjasama dengan para pakar, praktisi pasca konflik, serta lembaga-lembaga yang berkepentingan baik pemerintah maupun lembaga-lembaga non pemerintah. - Pemberian materi Pemeliharaan Perdamaian dalam Lembaga Pendidikan TNI baik Pendidikan Pembentukan maupun Pendidikan Pengembangan,
materi yang sama dapat juga diberikan pada lembaga pendidikan umum melalui kerjasama dengan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Penutup
Selama enam dekade kontribusi pada misi perdamaian dunia, Indonesia telah mendapatkan pengakuan dunia, terutama bagi negara-negara konflik yang sudah merasakan sentuhan tangan-tangan peacekeeper Indonesia. Keterlibatan pada misi dunia bukanlah hanya sekedar kebanggaan bangsa tetapi lebih jauh lagi merupakan bentuk nyata kompetensi bangsa di dunia Internasional. Sebagai lembaga dunia, PBB saat ini masih merupakan kekuatan supra nasional yang keberadaannya tentunya masih sangat dibutuhkan oleh seluruh bangsa. Jalan panjang, pengalaman dan profesionalisme peacekeeperIndonesia sudah memasuki era baru menuju peacekeeper kelas dunia. Sebagai peacekeeper kelas dunia, tentunya bukan saja keberadaannya makin memberikan manfaat bagi bangsa serta penyelesaian konflik dunia, tetapi juga suara Indonesia akan semakin didengar di lingkungan pengambilan keputusan PBB. Penyelesaian konflik yang dimaksud baik di lapangan penugasan maupun penentuan pengambilan-pengambilan keputusan di tingkat elite PBB. Upaya mempengaruhi dunia dapat dimulai dari pengaruh yang dapat diberikan melalui lembaga-lembaga dunia seperti PBB. Sebagai peacekeeper kelas dunia, sasaran strategis yang dapat dicapai tentunya bahwa keberadaan warrior diplomat Indonesia dapat membawa kepentingan Indonesia di tataran Internasional yang pada akhirnya dapat ikut menentukan kebijakan dunia.
Setiap tanggal 29 Mei, PBB memperingatinya sebagai hari internasional untuk para Peacekeeper. Tanggal tersebut diperingati oleh setiap insan Peacekeeper dimanapun bertugas dan berkarya untuk mengenang rekan-rekan mereka, para pejuang penjaga perdamaian yang telah gugur saat menjalankan misi perdamaian. Pada hari itu, PBB sebagai lembaga perwakilan dunia memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya terhadap profesionalisme, dedikasi serta keberanian seluruh personel baik militer maupun sipil yang saat ini sedang mendharmabaktikan dirinya dalam misi operasi memelihara perdamaian dunia. Kol. Arh. Anumerta Gunawan SF, Kolonel Laut (T) Anumerta Sondang Doddy Irawan, Letkol Kav G. Manullang, Kapten Inf. Ali Musa, Kapten Laut Syaifullah dan Sertu Anumerta Suprayitno merupakan sebagian dari insanpeacekeeper Indonesia yang telah mempersembahkan jiwa dan raganya demi perdamaian dunia. Ribuan insan Indonesia lainnya masih membawa merah putih dalam penugasan misi memelihara perdamaian di bawah bendera PBB. Para pahlawan perdamaian Indonesia, dharma baktimu sungguh berarti bagi umat manusia yang mendambakan arti kedamaian. Dedikasimu dalam memelihara perdamaian telah membuat mereka dapat menikmati arti kehidupan yang aman dan damai. Menjadi pemelihara perdamaian merupakan amanah dan kepercayaan dunia. Terus lah berkarya para warrior diplomatIndonesia. Berkat dedikasi yang telah engkau berikan, semoga dunia akan semakin memahami beban yang harus ditanggung akibat konflik, make peace no war. Salam Garuda!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar