“Saatnya kita beringsut, bahkan berlari mengejar mimpi-mimpi bangsa ini untuk menggapai harapan bangsa yang berabad abad terpendam karena harapan itu bukan sekedar ramalan belaka namun merupakan cita cita luhur bangsa. Kita adalah yang bangsa besar! Yakinilah! Dan untuk memulainya; belajarlah dari contoh kejayaan kerajaan masa lampau di negeri sendiri! (Rajasamudera. 25062013)
Pendahuluan
Jangan tinggalkan sejarah begitu penggalan Pidato presiden pertama Indonesia itu, sangat menyentuh relung kalbu, seakan tersentak kembali untuk mengingat dan mempelajari kembali peristiwa sebuah negeri yang pernah mengalami kejayaan pada masa lampau. Kalimat terebut memiliki makna yang mengejewantah sampai ke lorong-lorong waktu yang begitu dalam, menembus dimensi yang sangat jauh. Akan tetapi begitu bermakna karena memiliki nilai pelajaran yang sangat mahal. Namun pada hakekatnya adalah bagaimana kita menyikapi sebuah sejarah yang telah lewat dan berlalu. Pertanyaannya adalah apakah sejarah Indonesia yang begitu bombastis dan mempengaruhi alur sejarah bangsa-bangsa lain di dunia itu hanya terbiarkan berlalu begitu saja sebagai fatamorgana tanpa ada keinginan sedikitpun untuk berupaya menegakkan kembali alur kejayaan itu? Bukankah kita Bangsa Bahari. Bangsa yang sudah terkenal seantero jagat raya sebagai bangsa pelaut, yang telah ‘menjamahi’ banyak negeri hanya dengan sebuah kapal cadik yang ditopang kekuatan angin sebagai pendorong alam. Dengan keterbatasan tersebut nenek moyang kita dulu mencapai negeri-negeri nun jauh. Fakta itu menjelaskan kepada kita bahwa nenek moyang kita adalah bangsa bahari yang bersahabat dengan laut sehingga bisa bercengkrama dengan ombak yang menggerakkan kapal sederhananya. Fakta juga menjelaskan bahwa nenek moyang kita mampu membaca rasi-rasi bintang sebagai kompas alam yang mereka jadikan sebagai pedoman untuk melaut. Alangkah hebat mereka dulu, hanya dengan ilmu navigasi alam mampu merajai lautan meramaikan laut dengan kahadiran mereka sehingga disegani banyak bangsa-bangsa di dunia. Tumbuh banyak kerajaan di Nusantara pada saat itu. Bahkan ada dua kerajaan besar yang kekuasaannya sampai jauh melampaui wilayah Nusantara itu sendiri. Sebut saja Sriwijaya dan Majapahit. Tetap dengan konsep Kebaharian kedua kerajaan ini menjalankan roda pemerintahan dan pertahanannya. Bahkan perekonomianpun mereka tegakkan dengan mengusung konsep kebaharian.
Cikal Bakal itu ada di Negeri ini
Pada saat ini, banyak hal yang kita tiru dari Negara luar yang nantinya kita jadikan pedoman untuk membuat versi baru dan kita aplikasikan di Negara kita. Hampir disemua bidang. Termasuk juga bidang pertahanan dan ekonomi. Dan hal ini sudah menjadi kebiasaan, sehingga kita menjadi ‘latah’ bila tidak mencontoh dari Negara lain; terasa tidak pas. Padahal dengan melihat negeri sendiri, banyak hal yang bisa kita jadikan referensi sebagai konsep bernegara. Mari kita bentangkan kembali sejarah keemasannegeri kita. Lihatlah sejenak dengan penuh kebanggaan bagaimana nenek moyang kita dulu mencapai kejayaannya. Sebenarnya, kalau kita sadari ternyata; contoh atau cikal bakal kerajaan itu ada dinegeri ini. Ternyata contoh itu bernama Sriwijaya, Kedatuan Sriwijaya. Berbentuk Kedatuan karena yang memimpin negeri itu adalah seorang Datu. Kedatuan Sriwijaya didirikan oleh Sri Jayanasa. Bukti sejarah tentang pembangunan kedatuan ini dapat dilihat pada prasasti Kedukan bukit bertahun 605 Saka (683 M).Sriwijaya adalah sebuah negara maritim, bukan saja kuat, tetapi juga kaya raya, armada perang dan dagang sangat banyak. Armada dagang selalu dikawal dengan rapi oleh armada perang. [1] Armada Sriwijaya sangat berani mengarungi lautan. Jika armada suatu negara berani mengarungi lautan, pastilah negara itu suatu negara di tepi pantai (maritim).[2]Sriwijaya menyadari bahwa penguasaan laut merupakan sesuatu yang mutlak untuk memperluas kekuasaannya, oleh karena itu Kedatuan ini melakukan ekspansi militer guna menguasai Kerajaan Melayu[3] dan Tulang Bawang.[4]Dengan menguasai kedua kerajaan ini maka Sriwijaya dapat menguasai Selat Sunda dan Selat Malaka. Setelah itu pelabuhan dan benteng Selat Malaka di letakkan di pelabuhan Sabak dan benteng Selat Sunda di letakkan di Riding Panjang, agak ke Tenggara dari ibukota.[5] Kedua benteng Sriwijaya itu dikenal sebagai benteng air yang berfungsi untuk mengawasi situasi yang ada di selat Malaka dan Sekat Sunda. Kedua benteng itu terus berkembang sesuai dengan kebutuhan pengamanan armada Sriwijaya di daerah itu. Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan besar, dimana wilayah kekuasaan Sriwijaya meliputi seluruh Nusantara, bahkan Malagasi, Philipina, Thailand sampai Tahiti yang mendekati Amerika Serikat.[6] Sebagai perpanjangan tangan struktur pemerintahannya, Sriwijaya memerintahkan seorang pejabat di wilayah taklukkannya yang dikenal sebagai seorang Dapunta. Dapunta biasanya masih memiliki hubungan darah dengan Datu atau Raja yang memerintah pada saat itu. Untuk menjaga eksistensi kekuasaan, Raja Sriwijaya menerapkan beberapa kebijakan, misalnya saja dalam beberapa prasasti dituliskan tentang kutukan bagi siapa saja yang tidak taat pada raja, seperti dalam Prasasti Telaga Batu Kota Kapur. Fungsi ancaman (kutukan) ini semata-mata untuk menjaga eksistensi kekuasaan seorang raja terhadap daerah taklukannya (Marwati &Nugroho, 1993:71). Selain kutukan, terdapat pula prasasti yang menjanjikan hadiah berupa kebahagiaan terhadap siapa saja yang tunduk terhadap Sriwijaya, seperti yang tertulis pada Prasasti Kota Kapur.[7]
Dari uraian tentang Kedatuan Sriwijaya itu, dapat diambil beberapa variabel penting sebagai kapasitas positif yang menjadi strategi Sriwijaya memandang wilayah maritimnya sebagai modal untuk bernegara, antara lain;
- Sriwijaya memproklamirkan diri sebagai negeri Bahari.
- Perdagangan Bahari Gaya Sriwijaya
- Show of force armada perang Sriwijaya mengarungi lautan.
- Penguasaan wilayah maritim yang memiliki fungsi strategis.
- Meletakkan benteng di wilayah maritime sebagi pengawas.
- Memerintahkan seorang Dapunta menjadi kepala daerah taklukan.
- Sriwijaya memberikan kutukan dan kebahagiaan.
- Menjalin diplomasi dengan negeri lainnya.
Menggali dan mempelajari Strategi Maritim Kerajaan Sriwijaya
Eksistansi Kedatuan Sriwijaya pada masa lampau terasa betul-betul sangat mengesankan. Pada masa itu, Kedatuan Sriwijaya telah melakukan langkah-langkah strategis yang membuatnya menjadi sebuah negeri yang besar serta disegani oleh seluruh bangsa di dunia.
- Sriwijaya Memproklamirkan Diri Sebagai Negeri BahariSebagai kemaharajaan bahari, pengaruh Sriwijaya jarang masuk hingga jauh di wilayah pedalaman. Sriwijaya kebanyakan menerapkan kedaulatannya di kawasan pesisir pantai dan kawasan sungai besar yang dapat dijangkau armada perahu angkatan lautnya di wilayah Nusantara, dengan pengecualian pulauMadagaskar.[8] Dari penerapan kedaulatannya, dapat disimpulkan bahwa Sriwijaya merasa sangat penting untuk menyatakan diri secara langsung sebagai sebuah negeri maritim dengan berdasarkan melihat letak geografis yang dimilikinya dan penyebaran penduduknya. Memang secara dominan sebagian besar rakyatnya tinggal di tepi pantai dan beraktifitas di sana, menjadi nelayan, berdagang ke pulau-pulau dengan menggunakan kapal laut dan aktifitas kebaharian lainnya. Dapat dikatakan bahwa konsep pemerintahan Sriwijaya dan aktifitas kehidupan masyarakatnya sungguh mencerminkan sebagai negeri bahari. Pernyataan diri dengan sikap dan pelaksanaan sebagai sebuah negeri bahari adalah suatu yang prinsip karena hal itu merupakan identitas sebuah bangsa dan akan mempengaruhi rakyat yang berada di negeri itu. Dari uraian di atas dapat disimpulkan dua pelajaran yang dapat kita ambil dari Kedatuan Sriwijaya dan sangat baik bila kita terapkan pada sendi-sendi berbangsa dan bernegara guna menjadi negara besar dan bermartabat, yaitu; (1) Pentingnya Identitas sebagai bangsa bahari. (2) Pentingnya aktualisasi sebagai bangsa bahari
Belajar dari Sriwijaya, tentulah penting bagi kita untuk menyatakan sikap sebagai bangsa bahari dengan diikuti perwujudan nyata sebagai bangsa bahari itu sendiri. Bahwa letak geografis yang kita miliki dengan berkah posisi silang antara dua benua dan dua samudera menuntut kita agar mengaplikasikan diri sebagai bangsa bahari secara total. Dan, bila hal tersebut dilakukan, akan memajukan bangsa ini, karena dengan konsep bangsa bahari yang diaplikasikan secara total; Sriwijaya saja bisa menjadi negeri yang besar maka Indonesia akan menjadi negara bahari yang besar pula. Klaim tanpa perwujudan nyata pada sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara bukan sesuatu sikap yang bijaksana namun hendaknya diimbangi dengan langkah-langkah konkret sebagai sebuah bentuk nyata sebagai bangsa bahari.
- Perdagangan Bahari Gaya SriwijayaSriwijaya adalah negeri yang kaya. Walaupun sebagai sebuah negeri maritim yang mana penduduknya berdomisili secara dominan di tepi pantai sebagai bangsa bahari, namun Sriwijaya tidak melupakan sektor lain sebagai komoditas penting yang bisa di ekspor ke luar. Dapat Aneka komoditas yang di ekspor Sriwijaya antara lain; kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, pala, kepulaga, gading, emas, dan timah. Barang-barang tersebut dikirim ke negeri-negeri lain menggunakan kapal-kapal dagang yang dikawal oleh armada perang Sriwijaya yang tangguh. Adanya korelasi positip antara kekuatan militer dengan perdagangan (ekonomi). Keberhasilan perdagangan Sriwijaya membuat negeri itu menjadi Bandar utama (entreport) di Asia Tenggara. Kesuksesan itu tidak didapat begitu saja, akan tetapi tidak lepas dari usaha Sriwijaya dalam menggalang vassal-vassal nya di seluruh Asia Tenggara dan mendapat persetujuan serta perlindungan Kaisar Cina untuk dapat berdagang dengan Tiongkok.[9] Dengan armadanya yang kuat, Sriwijaya mampu menguasai pelayaran antara Tingkok dan India dan mampu menguasai jaringan perdagangan baharinya. Sriwijaya menyadari bahwa perdagangan (ekonomi) sangat penting untuk menguatkan negeri itu. Konsep perdagangan yang tepat bagi negeri itu adalah konsep perdagangan bahari dengan gaya sendiri karena Sriwijaya sejak awal menyadari bahwa letak geografisnya sangat mendukung perdagangan dengan cara seperti itu. Posisi lintas antara Tiongkok dengan India sangat menguntungkan negeri itu sehingga penguasaan alur pelayaran lintas itu berarti menguasai jaringan perdagangan dan hal itu sangat menguntung. Langkah berikutnya, Sriwijaya menjadikan negerinya sebagai bandar utama di Asia Tenggara dimana setiap kapal-kapal harus singgah di negeri ini ketika melintasi alur pelayaran yang ia kuasai atau akan ditenggelamkan oleh armada lautnya yang kuat.Adanya korelasi positip antara kekuatan militer dengan perdagangan (ekonomi). Disini ada dua aplikasi dalam hal ini yaitu; (1) Pengawalan kapal-kapal dagang Sriwijaya oleh armada perangnya. dan (2) Tindakan tegas berupa menenggelamkan kapal-kapal dagang yang tidak singgah di Sriwijaya sebagai Bandar Utama.
Dari uraian di atas dapat diambil pelajaran dari Kedatuan Sriwijaya dan sangat baik bila kita terapkan pada sendi-sendi ekonomi guna menjadi negara besar dan bermartabat, yaitu;
- Sriwijaya tidak melupakan sektor lain malah konsep bahari dijadikan sebagai pendukung untuk meng-optimalisasikan.
- Menjadikan negerinya sebagai Bandar utama perdagangan.
- Melakukan penggalangan kepada vassal-vassal dagang.
- Menguasai alur pelayaran guna mengusai jaring perdagangan.
- Adanya korelasi positip antara kekuatan militer dengan perdagangan (ekonomi).
Belajar dari Sriwijaya, sepatutnya kita sebagai bangsa bahari bisa memanfaatkan letak geografis negara ini yang merupakan lintasan pelayaran sebagai senjata untuk menguasai jalur perdagangan (ekonomi). Toh, tanah ini adalah wilayah yang sama yang digunakan oleh Kedatuan besar itu untuk menegakkan gaya perdagangannya. Jadi kenapa kita tidak bisa? Adalah penting bagi kita sebagai negara maritim untuk menjadikan dua selat yang dulu dikuasai Sriwijaya, yaitu Selat Malaka dan Selat Sunda sebagai fungsi strategis perdagangan, lebih-lebih Selat Malaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar