4 Agustus 2011, Jakarta (ANTARA News): Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq menegaskan, posisi Indonesia tak akan berubah mengenai wilayah Papua sebagai bagian dari NKRI, karena antara lain berbasis kepada Pepera yang sudah disahkan berdasar resolusi PBB.
"Hasil Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) itu sah sesuai `New York Agreement` 1962 dan Pepera ini pun sudah disahkan oleh Sidang Majelis Umum PBB melalui Resolusi 2505, pada tanggal 19 November 1969," ujarnya di Jakarta, Kamis.
Ini berarti, kembalinya Papua ke pangkuan Indonesia sudah didukung penuh oleh masyarakat internasional dan PBB.
Ia mengomentari aksi sekelompok pejuang separatis Papua di Inggris yang antara lain mempermasalahkan keabsahan Pepera.
Sebagaimana diberitakan pada Rabu (3/8), seminar di London ini dimotori oleh Benny Wenda, Jennifer Robinson dan Melinda Jankie yang tergabung dalam `International Parliementarian for West Papua (IPWP) dan `International Lawyer for West Papua (ILWP).
Isu bahasan seminar itu antara lain mengkaji mengenai keabsahan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969.
Sebagian peserta seminar yang merupakan simpatisan separatisme beranggapan, Pepera ini tidak sah dan perlu diulang karena tak dilakukan sesuai standar internasional (`one man one vote`).
Hampir bersamaan, di Jayapura (ibukota Provinsi Papua) dan Manokwari (ibukota Provinsi Papua Barat), berlangsung aksi unjuk rasa yang menghendaki referendum serta mempersoalkan Pepera itu.
"Sekali lagi perlu kami tegaskan tentang posisi Indonesia, bahwa Pepera itu sah sesuai `New York Agreement` 1962. Dan hasil Pepera sudah disahkan oleh Sidang Majelis Umum PBB melalui Resolusi 2505, 19 November 1969," tegas Mahfudz Siddiq.
Sebagai Wakil Ketua Komisi I DPR yang membidangi Luar Negeri, Pertahanan, Intelijen, Komunikasi dan Informatika, ia menegaskan, prinsip dasar itu tak akan pernah diubah.
"Kami juga mengharapkan Pemerintah Pusat melakukan pendekatan yang lebih humanis, berbasis kultural, bahwa kita semua satu. Juga selalu konsisten saja pada amanat Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua," tandas Mahfudz Siddiq.
Menhan: Gerakan Separatis Akan Ditindak Tegas
Menteri Pertahanan RI Purnomo Yusgiantoro menegaskan, pihaknya akan menindak tegas terhadap aksi-aksi kekerasan yang terjadi belakangan ini hingga menimbulkan korban jiwa di Papua, termasuk anggota TNI oleh gerakan Separatis.
"Bila persoalan di Papua menyangkut gerakan separatis, kita akan mengambil tindakan tegas karena sesuai dengan misi Kementerian Pertahanan yakni menjaga Kedaulatan dan Keutuhan NKRI serta keselamatan bangsa," kata Menhan melalui siaran pers yang dikirim kepada ANTARA, di Jakarta, Rabu.
Ia pun mengaku prihatin terhadap banyaknya tindak kekerasan yang terjadi di Papua hingga menimbulkan korban jiwa.
Kemhan mencatat tindak kekerasan di Papua telah menelan korban jiwa sebanyak 23 orang, termasuk 1 anggota TNI dan 1 anggota Brimob.
Tindak kekerasan mulai terjadi pada pada 29 Juli 2011 sekitar 16 orang anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) mendatangi proyek pembangunan Tower TV di Kabupaten Paniai, Papua dimana dua orang pekerja dilarang melanjutkan pekerjaannya.
Kemudian kedua orang tersebut melapor kepada petugas yang akhirnya terlibat baku tembak dengan petugas yang melakukan pengecekan di lokasi kejadian.
Di TKP ditemukan barang bukti berupa amunisi SS1 7 butir, amunisi mouser, sangkur 1 buah, 3 pasang sepatu boot dan dokumen-dokumen OPM.
Bentrokan berdarah juga terjadi pada saat pemilihan kepala daerah (pilkada) di Illaga, Kabupaten Puncak Jaya, Papua, Minggu (31/7), yang mengakibatkan 19 orang meninggal dunia termasuk 1 orang anggota Brimob.
Kemudian di lokasi yang sama, kembali terjadi saling serang kedua pendukung calon Bupati yang mengakibatkan rumah, mobil dinas dan sebuah rumah adat Papua Tabuni mengalami kerusakan serta Kantor KPU di bakar.
Peristiwa berdarah lainnya terjadi pada tanggal 1 Agustus 2011, ketika OPM melakukan penghadangan kendaraan sipil di Kampung Nafri, Abepura-Papua yang menewaskan 4 orang tewas dimana satu diantaranya adalah anggota TNI dan 3 lainnya masyarakat sipil serta mengakibatkan 9 orang lainnya luka-luka.
Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo menyatakan, TNI akan menggunakan pendekatan militer untuk mengatasi sejumlah aksi Organisasi Papua Merdeka (OPM) atau pihak mana pun yang mengganggu kegiatan TNI.
"Bagi yang menganggu kita gunakan pendekatan militer," katanya usai bersilaturahim dengan para purnawirawan TNI Angkatan Darat di Jakarta, Rabu.
Menurut Edhi, oknum OPM yang menyerang TNI tidak senang dengan kegiatan TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) yang dilakukan di Papua, mengingat TNI yang ditembak merupakan anggota yang melaksanakan program TMMD.
"Dalam kegiatan TMMD itu, TNI memilih daerah-daerah yang rawan terpengaruh oleh OPM. Mereka menyerang karena pengaruh kegiatan TMMD," ujarnya.
Kasad menengarai OPM terganggu dengan kegiatan TMMD karena sebelumnya OPM telah menjanjikan kepada warga setempat akan dibangunkan rumah, namun kemudian TNI datang tanpa banyak janji dengan membangun rumah warga melalui TMMD.
Atas insiden penembakan tersebut, pengamanan akan ditingkatkan untuk menghindari kejadian serupa. "Tak boleh ada yang ganggu kegiatan rakyat," kata Pramono menegaskan.
Secara umum Tentara Nasional Indonesia khususnya di satuan kewilayahan, terus meningkatkan kewaspadaan di Papua menyusul rangkaian insiden penyerangan dan penembakan terhadap warga sipil dan anggota TNI oleh kelompok bersenjata di wilayah itu.
"Tidak ada penambahan pasukan TNI baik dari daerah lain maupun Mabes TNI untuk menyikapi situasi di Papua," kata juru bicara TNI Laksamana Muda TNI Iskandar Sitompul kepada ANTARA.
Ia menegaskan, TNI tidak akan gegabah menyikapi perkembangan di Papua meski beberapa anggota TNI telah kerap kali diserang bahkan ditembak hingga tewas oleh kelompok bersenjata yang ditengarai sebagai OPM kelompok lama.
Penyerangan terhadap pos, dan prajurit TNI kerap terjadi di Puncak Jaya, Papua dan mengakibatkan sejumlah prajurit luka-luka dan meninggal dunia.
Terakhir penyerangan terhadap helikopter M-17 milik TNI AD, oleh kelompok bersenjata saat terbang dari Mulia Puncak Jaya menuju Wamena Jayawijaya pada Rabu sekitar pukul 14.15 WIT hingga mengakibatkan bagian bawah heli berlubang.
Sebelumnya, pada Senin (1/8) dalam insiden penghadangan oleh kelompok bersenjata terhadap warga sipil di Abepura, dari empat orang tewas satu diantaranya prajurit TNI yakni prajurit satu TNI Dominikus Keraf.
Pada awal Juli 2011 tiga orang anggota TNI dari Batalion Infanteri 751/BS, juga ditembak kelompok sipil bersenjata di kampung Kalome, distrik Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya. Mereka adalah Prada Kadek, Sertu Deni dan Praka Fauzi.
Sumber: ANTARA News
Tidak ada komentar:
Posting Komentar