Oleh: Kapten Arm Oke Kistiyanto, Danrai A Yonarmed-7 /105 GS Kodam Jaya
Perkembangan dunia dewasa ini telah memunculkan kutub-kutub baru dari negara berkembang, seperti China dan India, yang nantinya bakal menyaingi para negara maju dalam bidang ekonomi. Kondisi ini berbanding terbalik dengan kondisi Amerika saat ini, sang negara superpower yang tadinya menjadi the economic number one diprediksi oleh banyak pengamat akan mundur dari puncak tangga setelah beberapa tahun terakhir ini menghabiskan biaya sangat besar dalam rangka cost berbagai operasi sebagai polisi dunia yang dilaksanakan diberbagai belahan dunia seperti di Irak, Afghanistan maupun Libya. Ditambah lagi goncangan ekonomi dalam negeri akibat hantaman krisis finansial yang menyebabkan kerugian besar bagi Amerika di tahun 2008. Sedangkan kondisi negara-negara maju di Eropa relatif sama. Mereka saat ini juga membutuhkan biaya besar dalam rangka membantu Amerika sebagai sekutunya dalam menyelesaikan konflik di Irak, Afghanistan maupun Libya Hal ini diperparah dengan goncangan krisis finansial yang menimpa Yunani di tahun 2010 dan akhirnya berdampak psikologis pada perkembangan ekonomi di Uni Eropa. Sehingga dalam beberapa tahun terakhir, beberapa negara maju butuh biaya besar untuk menjalankan berbagai kebijakan politik LN dalam rangka mencapai tujuan nasional maupun mengembalikan reputasinya sebagai negara super di mata dunia.
Tujuan nasional antara negara satu dengan yang lainnya tidak akan pernah sama namun kadangkala berbenturan dan menimbulkan konflik diantaranya. Pada jaman dahulu, konflik antar negara biasanya diselesaikan dengan perang terbuka. Namun seiring dengan berjalannya waktu maka masing-masing pihak menyadari bahwa perang terbuka akan menimbulkan dampak yang luas dan dikutuk semua pihak sehingga dalam pencapaian tujuannya negara memilih menggunakan operasi intelijen. Operasi intelijen merupakan bentuk perang yang dianggap paling aman bagi negara-negara yang ingin mangambil keuntungan dari negara lain demi tercapainya tujuan nasionalnya. Contoh operasi intelijen yang paling nyata ketika terjadinya perang dingin di tahun 1980-an antara dua kutub yang berkuasa saat itu. Blok Barat yang diwakili oleh kaum kapitalis liberalis, Amerika dan sekutunya, melawan Blok Timur yang diwakili oleh kaum komunis, Uni Soviet beserta Pakta Warsawa. Setelah perang dingin selesai, Amerika tidak mempunya musuh namun sepuluh tahun kemudian mereka menciptakan musuh baru, yakni terorisme, atas dasar penyerangan di WTC pada 11 September 2001. Peperangan melawan terorisme memunculkan doktrin perang baru generasi keempat yang bersifat total yang dinamakan perang asimetris.
Perang asimetris merupakan jenis perang yang dominan mengandalkan kekuatan operasi intelijen daripada operasi militer dalam proses perebutan suatu negara. Kekuatan suatu negara yang ditopang oleh DIME (Diplomacy political, Information, Military and Economic) akan dihancurkan melalui serangan total kepada aspek asta gatra melalui kegiatan subversi terbuka maupun tertutup yang tiba-tiba muncul dari dalam negeri.
Subversi merupakan suatu niat/usaha menggulingkan atau menghancurkan Pemerintah dengan jalan melemahkan kepercayaan/ loyalitas masyarakat terhadap Pemerintah yang sah [1]. Subversi bertujuan untuk menggulingkan Pemerintahan yang sah tanpa melalui perang terbuka dengan menghalalkan segala cara. Ini dilakukan untuk menghindari kehancuran total akibat perang yang dikutuk oleh semua pihak dan merupakan salah satu cara yang digunakan dalam perang asimetris melalui agresi tidak langsung yang bersifat total keseluruh bidang kehidupan masyarakat. Subversi akan tetap ada sampai kapanpun, baik dari dalam negeri sendiri maupun luar negeri karena adanya faktor kepentingan. Apapun itu namanya, walaupun itu berjuang atas nama rakyat atau atas nama kebenaran dan keadilan, namun gerakan tersebut bersifat menggulingkan pemerintahan yang sah, gerakan tersebut tetap saja dinamakan subversi.
Munculnya Neo Subversi.
Seiring dengan berjalannya waktu dan berkembangnya ilmu pengetahuan teknologi, cara melakukan subversipun mengalami perkembangan. Tidak lagi melalui cara-cara pertumpahan darah atau perang saudara seperti yang dahulu dilaksanakan, namun saat ini neo subversi lebih halus dengan menggunakan gerakan rakyat / people power dalam usahanya untuk menggulingkan kekuasaan.
Munculnya neo subversi pada awalnya terinspirasi oleh gerakan people power, EDSA Epifanio de los Santos Avenue, pada tahun 1986 di Filipina. Gerakan ini berhasil menggulingkan kekuasaan Presiden berkuasa saat itu Ferdinand Marcos. Gerakan ini memunculkan tokoh Corazon Aquino, yang akhirnya menjadi Presiden Filipina ke-4 setelah Marcos tumbang. Keberhasilan ini kemudian menjadi inspirasi bagi gerakan people power di Indonesia yang pelopori oleh demonstrasi mahasiswa pada Mei 1998. Gerakan tersebut dinamakan “Reformasi” yang akhirnya berhasil menumbangkan kekuasaan orde baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto setelah 32 tahun. Selain itu gerakan ini telah memunculkan seorang tokoh reformis, Amien Rais, yang akhirnya menjadi Ketua Umum MPR di tahun 1999.
Pada awal tahun 2011, dunia dikejutkan dengan runtuhnya dua rezim penguasa terlama dunia oleh aksi neo subversi yang dilakukan melalui gerakanpeople power yang di trigger melalui situs jejaring sosial facebook dan twitter. Bermula dari Tunisia, gerakan people power yang telah berjalan selama 28 hari berhasil menggulingkan presiden berkuasa Zine El Abidine Ben Ali setelah 23 tahun memegang tampuk kekuasaan. Korban selanjutnya adalah Mesir. Revolusi Mesir yang dilakukan selama 19 hari berhasil menggulingkan presiden Hosni Mubarak yang telah berkuasa selama 30 tahun. Gerakan ini memunculkan tokoh baru Mohamed Hossein Tantawi sebagai penggantinya. Setelah keberhasilan itu aksi neo subversi menyebar seperti jamur, diikuti oleh aksi demonstrasi di belahan negara Timur Tengah dan Afrika Utara seperti Algeria, Yaman, Yordania, Bahrain, Irak, Mauritania, Libya, Suriah dan Pakistan. Dari keseluruhan aksi, Suriah dan Libya lah yang saat ini paling parah menerima dampak aksi tersebut.
Negara Harus Dilindungi Dari Aksi Subversi.
Memang menjadi sebuah dilema bagi pihak penguasa untuk menghalangi munculnya aksi subversi ke permukaan. Ada 1001 macam alasan yang dimunculkan oleh pihak oposisi yang merasa tidak puas akan kebijakan pemerintah, mulai dari alasan kediktatoran, korupsi, ketidakadilan, hak asasi manusia, yang pada akhirnya menjadi pembenaran bagi dunia akan sahnya peralihan kekuasaan tersebut. Namun apapun alasannya, peralihan kekuasaan melalui aksi subversi lebih banyak menimbulkan dampak buruk bagi negara itu sendiri dan tidak seindah apa yang dibayangkan kaum oposisi. Negara belum tentu akan berada pada kondisi yang lebih baik dibandingkan pada kondisi sebelumnya bahkan akan timbul instabilitas dalam negeri ketika masa pra- hingga pasca- subversi dilakukan .
Padahal pembangunan nasional membutuhkan stabilitas dalam negeri agar dapat membawa negara mencapai apa yang diamanatkan dalam tujuan nasionalnya. Subversi hanya akan merusak pembangunan yang ada sehingga negara akan memulai lagi dari titik nol. Kapan negara akan dapat membawa rakyat mencapai tujuan nasional jika terus menerus semua pihak menginginkan peralihan kekuasaan dan melakukan usaha-usaha subversi?
Belajar dari sejarah, aksi subversi hanya akan menguntungkan sekelompok orang yang terlibat penggulingan kekuasaan. Lihat saja sejarah Indonesia setelah penggulingan kekuasaan baik setelah era Presiden Soekarno maupun setelah era Presiden Soeharto, orang-orang yang duduk manis di puncak kekuasaan adalah orang-orang yang telah “berjuang” dan “andil” dalam aksi penggulingan kekuasaan. Siapa saja yang duduk menjadi elit politik di DPR, staf Kementerian maupun Kepresidenan setelah itu, itulah yang mempunyai andil besar pada saat penggulingan kekuasaan berlangsung. Mereka menjadi pahlawan setelah aksi tersebut sukses. Namun sayangnya negara-lah yang mengalami kerugian besar. Semuanya kembali ke titik nol. Seluruh negara yang mengalami aksi subversi termasuk Indonesia kehilangan momen dalam pencapaian tujuan nasionalnya. Karena ketika proses penggulingan kekuasaan berlangsung, upaya pembangunan yang telah dilaksanakan bertahun-tahun akan sirna dalam sekejap. Untuk itulah negara harus dilindungi dari segala aksi subversi yang mengancam demi tercapainya stabilitas nasional.
Operasi neo subversi di negara berkembang.
Seluruh kegiatan subversi di seluruh dunia semuanya berawal dari ketidakpuasan dalam bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya maupun hankam dari sekelompok orang/ golongan terhadap Pemerintahan yang sah. Celah ini kemudian dapat dimanfaatkan oleh pihak yang berkepentingan dalam pencapaian tujuannya. Bila pihak itu sebuah negara, maka tujuan akhirnya adalah tercapainya suatu kondisi yang menguntungkan dalam pengambilan kebijakan stakeholder supaya kepentingan nasional negara maju tetap terjaga di negara sasaran. Kepentingan nasional negara maju biasanya berkaitan dengan penguasaan Sumber Daya Alam, hasil bumi, energi, ekonomi maupun neraca keuangan suatu negara sasaran. Biasanya ini dilakukan oleh negara maju kepada negara berkembang yang kaya akan sumber daya alam namun tidak ketat security-nya dalam melindungi aset-aset nasionalnya.
Kalau dahulu pendanaan maupun bantuan bagi operasi intelijen dilakukan langsung dari negara sponsor, sehingga ketika agen pelaksana tertangkap di lapangan akan mempengaruhi jalannya operasi secara keseluruhan. Study case tertangkapnya Allen Pope, pilot USAF, yang tertembak jatuh pulau Morotai di tahun 1959 [2], merupakan contoh bagaimana tertangkapnya agen di lapangan akhirnya membongkar rahasia jaringan operasi intelijen secara keseluruhan. Bantuan CIA bagi PRRI/Permesta melalui operasi intelijen terhadap usaha subversi untuk menggulingkan Presiden Soekarno, terungkap setelah tertangkapnya pilot bule tersebut.
Seiring dengan berkembangnya waktu, modus operandi bantuan dan pendanaan operasi intelijen yang dilakukan oleh negara maju di negara berkembang tidak lagi frontal seperti masa lalu. Kedok yang biasa digunakan saat ini yakni melalui penanaman investasi ke dalam negara sasaran, baik itu investasi di bidang sumber daya alam, politik, ekonomi, sosial budaya, informasi dan teknologi, ilpengtek, transportasi maupun militer dan kepolisian. Penanaman investasi ini dilakukan untuk menghindari kecurigaan dari petugas kontra intelijen di negara sasaran. Negara sasaran yang merupakan negara berkembang biasanya memiliki kelemahan tingginya budaya korupsi dalam kehidupan bermasyarakat. Biasanya negara dengan budaya korupsi tinggi sangat welcome terhadap bantuan investasi seperti ini dan tidak menaruh kecurigaan akan maksud tersirat di dalamnya.
Dalam bidang sumber daya alam, investasi ini dilakukan melalui perusahaan-perusahaan internasional untuk mendapatkan energi, barang tambang, kekayaan laut, hasil bumi maupun hutan dari negara berkembang. Usaha yang dilakukan terfokus pada pembuatan MoU yang memaksa negara berkembang mematuhi isi perjanjian yang menguntungkan negara maju dengan ancaman sanksi arbitrase internasional. Operasi intelijen dilakukan dari garis dalam elit politik negara sasaran untuk memaksa pemerintah menyetujui dan mematuhi usulan dalam MoU. Biasanya digunakan metoda suap kepada pejabat berwenang maupun instansi yang mengurusi sumber daya alam baik itu bidang energi, barang tambang, kekayaan laut, hasil bumi maupun hutan. Setelah MoU disepakati, operasi intelijen yang dilakukan bersifat pemeliharaan. Pemeliharaan dilakukan dengan pemberian “upeti” atau yang sering dikatakan sebagai gratifikasi secara rutin kepada pejabat terkait, dari tingkat pusat hingga daerah. Beberapa negara seperti China sudah menyadari akan modus seperti ini sehingga menerapkan hukuman mati bagi pejabat yang menerima gratifikasi sebagai indikasi dari korupsi.
Di bidang ekonomi, penanaman investasi dilakukan di bidang industri dengan penanaman saham pada perusahaan nasional maupun pendirian perusahaan internasional di Indonesia. Perusahaan bisa berbentuk perusahaan yang bergerak disektor non riil seperti bank, ataupun perusahaan yang bergerak disektor riil seperti perusahaan otomotif. Pengendali operasi biasanya bersembunyi sebagai salah satu staf direksi di perusahaan yang ditanam. Penanaman di bidang ekonomi memiliki dua buah keuntungan, pertama, terciptanya rapport atau kesan baik dengan negara sasaran. Kesan baik tercipta karena negara berkembang sangat membutuhkan investasi ekonomi salah satunya untuk penciptaan lapangan kerja bagi warga negaranya. Sehingga dengan kesan baik tersebut maka negara berkembang tidak akan mencurigai pengucuran dana operasi intelijen yang masuk melalui perusahaan yang ditanam. Kedua, laba investasi bisa digunakan dalam pendanaan kegiatan intelijen di negara sasaran. Ini dilakukan untuk menciptakan opini bahwa dana yang diberikan untuk sumbangan politik berasal dari perusahaan dalam negeri. Saat ini hampir semua negara yang melaksanakan operasi intelijen luar negeri melaksanakan cegah tangkal infiltrasi intelijen di bidang ekonomi dengan pembatasan penanaman saham di perusahaan strategis. Ingat case kepemilikan China di salah satu perusahaan Amerika yang digugat senat karena prosentase kepemilikannya terlalu besar.
Di bidang politik, penanaman investasi dilakukan terhadap partai politik potensial yang akan atau telah menjadi pemenang Pemilu, atau partai oposisi yang mempunyai suara mempengaruhi. Biasanya ini dilakukan jauh-jauh hari sebelum pemilu berlangsung. Ini lebih mudah dilakukan pada negara yang memiliki sistem banyak partai. Negara dengan sistem sedikit partai sulit untuk ditembus karena partai yang bertarung biasanya sudah memiliki sumber dana yang memadai maupun agenda program tersendiri, terkecuali jika parpol yang kalah sudah menjadi pecundang selama bertahun-tahun maka celah ini bisa digunakan. Pada sistem multipartai, celah ini sangat banyak, banyak parpol yang kekurangan dana. Pemberian kucuran dana dengan pesan-pesan tertentu merupakan salah satu cara merekrut parpol sebagai investasi di bidang politik. Saat ini pemberian kucuran dana dilakukan oleh perusahaan nasional yang sudah ditanam ke dalam negara sasaran sehingga menimbulkan kesan bahwa sumbangan yang diberikan berasal dari dalam negeri. Negara negara yang sudah menyadari praktek intelijen model ini, biasanya membatasi pengucuran dana yang diberikan kepada parpol oleh suatu organisasi atau perusahaan dengan suatu UU atau kebijakan untuk menghindari investasi intelijen di bidang politik. Partai looser yang biasanya menjadi oposisi merupakan target empuk investasi intelijen di bidang politik. Lobi lobi yang dilakukan sebagai prasyarat pengucuran dana kepada pemerintah merupakan hal yang dilakukan dibawah tangan untuk mempengaruhi stakeholder dalam pengambilan keputusan. Budaya korupsi yang merajalela di kalangan anggota dewan, menjadi celah penanaman investasi dalam rangka meng-gol kan suatu RUU yang dipesan. Investasi ini masuk melalui parpol yang sudah ditanam sehingga kesan timbul merupakan keinginan parpol tersebut atas nama rakyat. Ini yang menjelaskan bahwa invicible hand ada dibalik setiap pemerintahan yang berkuasa di negara berkembang. Praktek ini susah untuk diungkap karena parpol parpol tersebut memang tidak ada memiliki kaitan satu sama lain bahkan kadangkala antar parpol yang ditanam merupakan parpol yang selalu bertolak belakang dan bersaingan di negara tersebut. Parpol parpol tersebut mendapat kucuran dana dari perusahaan yang telah ditanam namun pintarnya, perusahaan perusahaan yang ditanam tidak ada kaitannya satu sama lain kecuali ada benang merah sejarah perusahaan ini pernah menerima investasi dari negara tertentu pada waktu yang berbeda. Selain itu, antar parpol tidak akan pernah menyadari bahwa mereka telah membawa pesan sponsor yang menguntungkan suatu negara dan pesan itu baru akan saling ketemu ketika suatu saat dibutuhkan. Makin banyak parpol yang ditanamkan investasi, maka jalan menuju penguasaan suatu negara akan semakin mudah. Sayap politik yang kuat akan mendukung gerakan sayap arus bawah (downstream) melalui aksi subversi secara terselubung. Ini akan muncul dan digunakan ketika kebijakan pemerintah berkuasa terlihat akan mengancam kepentingan nasional negara maju di negara tersebut.
Selain menanamkan investasinya kepada parpol, LSM merupakan target lain dari investasi di bidang politik. LSM merupakan kumpulan dari orang orang intelektual yang biasanya sensitif terhadap ketidakpuasan terhadap pemerintah yang sah. LSM sangat membutuhkan dana. Kebutuhan akan dana ini merupakan celah yang dimanfatkan oleh sponsor untuk menekan sebagai prasyarat pengucuran bantuan. Biasanya LSM dipaksa untuk melakukan sesuatu yang harus diekspos di media nasional sebelum dana dikucurkan. Biasanya berbentuk demonstrasi ataupun pernyataan kontroversial yang dikutip oleh media. Prinsip no free lunch selalu diterapkan dalam investasi politik ini. Oleh sebab itu banyak negara mengontrol secara ketat LSM yang ada terutama kontrol asal pendanaan karena dikhawatirkan adanya praktek investasi intelijen seperti ini. Pengontrolan dilakukan secara terpadu oleh badan kontra intel bersama badan monitoring keuangan setempat.
Di bidang sosial budaya, penanaman investasi biasanya dilakukan melalui LSM yang berkembang di masyarakat terhadap bidang agama, kemanusiaan, lifestyle dan kehidupan bermasyarakat maupun pendidikan. Kelemahan negara berkembang akan kebutuhan dana merupakan celah yang bisa dimasuki dalam praktik investasi intelijen di bidang sosial budaya. Dalam bidang agama, ormas keagamaan atau lembaga pendidikan berbasis keagamaan seperti halnya pesantren atau sekolah minggu sangat butuh akan bantuan donatur untuk tetap menjalankan roda kegiatannya. Penanaman investasi melalui penduduk pribumi yang berafiliasi dalam LSM yang telah direkrut adalah salah satu cara bagaimana ormas keagamaan maupun lembaga pendidikan keagamaan mencetak calon subversi kepada pemerintah. Dengan pesan pesan tertentu sebagai prasyarat pengucuran dana, maka it gonna be happen.
Bidang kemanusiaan, biasanya investasi masuk melalui LSM kemanusiaan yang belum mempunyai nama. LSM besar seperti ICRC atau Palang Merah Internasional sedikit sulit untuk disusupi. Bidang ini jarang digunakan karena penggunaannya pun sangat terbatas, hanya digunakan untuk menekan militer atas nama kemanusiaan, itupun jika concern terhadap HAM sangat besar di negara tersebut. Bidang lifestyle dan kehidupan masyarakat, investasi dilakukan untuk merubah cara pandang generasi muda terhadap budaya atau doktrin yang telah ditanamkan pendahulu bangsa. Cara termudah dengan menggunakan investasi di bisnis musik, kuliner dan narkotika. Sebagai contoh adalah bagaimana proses penghancuran budaya bangsa gotong royong atau toleransi antar umat beragama dikikis habis oleh paham individualis secara perlahan lahan melalui bisnis musik, kuliner, maupun narkotika, ”saya adalah saya, kamu adalah kamu, jangan campuri urusan saya maka saya tidak akan mencampuri urusan kamu”. Paham ini yang sering ditanamkan untuk mengikis rasa waspada di lingkungan masyarakat, karena masyarakat yang peduli adalah ancaman bagi gerakan subversi yang bergerak dan bersembunyi di tengah kehidupan masyarakat.
Bidang pendidikan, penanaman investasi dilakukan dengan pemberian devisa bagi anak anak cerdas di negara berkembang. Pemberian beasiswa ke luar negeri, terutama negara maju adalah “surga” bagi anak cerdas yang kurang mampu dalam pembiayaan. Pemberian beasiswa mempunyai dua keuntungan, pertama, bisa memperoleh data tentang sumber daya manusia di negara sasaran yang nantinya potensial dapat digunakan pada saat dibutuhkan ketika aksi subversi berlangsung. Penanaman rasa cinta tanah air sebagai “my second country” adalah doktrinasi yang dilakukan dalam masa pendidikan di negara maju. Kedua, memperoleh data akurat tentang kondisi aktual negara sasaran melalui penggunaan mahasiswa beasiswa dalam skripsi maupun thesis yang diambil. Tulisan mahasiswa tersebut merupakan judul yang telah dipilihkan oleh lembaga sekolah dari negara maju yang merupakan titipan pesan dari badan intelijen negara bersangkutan. Biasanya judul yang dipilih merupakan judul sensitif dan strategis yang menyangkut faktor-faktor kunci dari kekuatan nasional negara asal mahasiswa. Judul yang dipilih biasanya berhubungan dengan masalah hubungan diplomasi negara, keadaan politik dan permasalahannya, keadaan komunikasi, IT maupun transportasi negara asal, keadaan ekonomi dan permasalahan ekonomi di negara asal, maupun arah kebijakan militer atau polisi suatu negara terhadap perkembangan aktual dunia saat ini jika mahasiswa yang diambil merupakan mahasiswa dari kalangan militer atau polisi. Bahkan untuk melengkapi analisis yang telah dihimpun, sebuah negara rela mengeluarkan dana tambahan untuk pembiayaan seorang mahasiswa asing kembali ke negaranya untuk melaksanakan penelitian mengenai sesuatu hal yang dianggap potensial bagi pelaksanaan operasi intelijen. Tehnik ini dilakukan karena terbatasnya akses badan intelijen di negara sasaran dan untuk menghilangkan kecurigaan dari badan kontra intelijen negara sasaran akan pengumpulan informasi yang dilakukan warga negara sendiri atau dari institusi setempat. Negara negara maju yang mengirimkan warga negaranya ke negara lain untuk tugas belajar biasanya mengontrol secara ketat judul tulisan yang dipilih oleh siswa bersangkutan agar tidak ada kebocoran informasi penting yang bersifat rahasia dari tugas belajar siswa. Pengontrolan dilakukan oleh badan kontra intelijen yang bekerja pada perwakilan negara bersangkutan.
Di bidang Informasi dan Teknologi, penanaman investasi dilakukan melalui penguasaan media massa dan media sosial di masyarakat. Negara berkembang, merupakan negara yang rawan ketidakpuasan sosial terhadap penguasa. Kesejahteraan yang rendah dibandingkan dengan kehidupan penguasa yang mewah merupakan celah yang dapat digunakan oleh badan intelijen dalam melaksanakan subversi. Subversi membutuhkan sebuah trigger atau pemicu. Media adalah pemicu atau korek api dalam membakar masyarakat untuk melaksanakan aksi subversi. Dalam kasus neo subversi di Timur Tengah maupun Afrika Utara, riak-riak ketidakpuasan terlihat dari kesenjangan sosial ekonomi antara kaum penguasa dan rakyat biasa yang akhirnya di trigger oleh api yang disebarkan oleh media sosial seperti facebook dan twitter. China dan Amerika adalah contoh negara yang secara ketat melaksanakan kontrol terhadap arus informasi baik itu dari media massa maupun media sosial. Amerika menggunakan kekuatan undang undang untuk memaksa perusahaan internet raksasa seperti google, msn, twitter, facebook dan microsoft mematuhi dan tidak membiarkan informasi berkembang melewati batas yang ditentukan. Sedangkan China membatasi arus informasi dengan melakukan penyensoran terhadap seluruh media yang ada, bahkan perusahaan raksasa seperti google dilarang masuk ke China dengan berbagai alasan. Sehingga China menggunakan baidu sebagai mesin pencari internet untuk menggantikan posisi google.
Sehingga kesimpulannya, seluruh aspek yang ada di negara berkembang terutama masalah “uang” merupakan aspek yang sangat mudah di masuki dan menjadi celah dalam praktek penanaman investasi intelijen dalam rangka pendanaan gerakan subversi. Selain itu faktor ketidakpuasan terhadap pemerintahan yang sah, entah itu masalah ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya maupun hankam menjadi penyebab mengapa warga negara baik itu kelompok maupun perorangan secara sadar maupun tidak sadar digunakan oleh pihak yang bermain di balik layar untuk menggulingkan pemerintah yang sah.
Mengapa tahun 2014?
Perlu diketahui bahwa tahun 2014 merupakan tahun dimana akan diselenggarakan pesta rakyat atau yang dikenal dengan pemilu untuk memilih wakil rakyat dan presiden secara langsung. Mengingat presiden saat ini sudah dua kali terpilih, maka tahun 2014 merupakan tahun peralihan kekuasaan yang bermakna bagi semua pihak baik elit politik dalam negeri maupun pihak pihak asing yang memiliki kepentingan di Indonesia.
Peralihan kekuasaan berarti peralihan wewenang dalam mengatur arah kebijakan negara. Yang ditakutkan oleh kelompok yang berkuasa saat ini dan pihak asing yang memiliki kepentingan di Indonesia adalah hilangnya kekuatan untuk mengatur negara. Hilangnya kekuatan untuk mengatur negara berarti hilangnya keuntungan dan fasilitas yang didapat selama ini. Ini berarti kerugian besar bagi kelompok yang ada di lingkaran elit kekuasaan maupun ancaman terhadap kepentingan negara asing yang telah tertanam di Indonesia. Sedangkan bagi pihak oposisi, momen ini adalah kesempatan emas untuk merebut tampuk pimpinan Republik ini.
Kondisi ini akan memunculkan sikap defensif bagi kelompok berkuasa maupun sikap agresif dari kelompok oposisi dan pihak pihak yang menginkan perubahan di tahun 2014. Sikap agresif maupun defensif inilah yang memicu timbulnya ketidakstabilan dalam kehidupan bermasyarakat menuju proses suksesi pimpinan Indonesia di tahun 2014. Semua pihak ingin menciptakan suatu kondisi maupun opini masyarakat yang nantinya akan menguntungkan kelompoknya. Menciptakan seorang pahlawan yang akan maju sebagai kandidat ataupun sebuah partai politik yang menjanjikan jalan keluar dari semua kesulitan yang menghimpit di masyarakat merupakan strategi yang akan dikeluarkan di tahun 2013 menjelang pemilu berlangsung. Namun sebelumnya kita harus mewaspadai tahun 2012 yang merupakan puncak pertarungan dari penciptaan ketidakstabilan oleh kedua belah pihak. Bahayanya apabila di tahun itu pihak asing ikut bermain didalamnya. Investasi intelijen yang telah ditanam di semua lini, mulai bidang sumber daya alam, politik, ekonomi, sosial budaya, informasi dan teknologi, ilpengtek, transportasi maupun militer dan kepolisian akan digunakan untuk menggerakkan aksi neo subversi dengan menggunakan orang dalam sebagai pengendalinya. Indonesia akan kembali chaos jika semua komponen tidak menyadari akan potensi ancaman ini.
.
Intelijen yang kuat akan menghancurkan aksi neo subversi.
Perlu diingat bahwa neo subversi merupakan bagian dari sebuah operasi intelijen. Operasi intelijen merupakan covert operation, artinya tidak bisa dibuktikan secara hukum. Kepedulian semua pihak diperlukan dalam rangka menangkal operasi intelijen yang bisa sewaktu waktu dilancarkan oleh pihak asing melalui agen agen yang telah ditanam di dalam negeri. Untuk itulah badan intelijen kita haruslah kuat. Kuat dalam artian mampu melaksanakan tindakan preventif dan represif dalam menanggulangi ancaman kedepan. Sehingga ada tiga strategi transformasi yang dapat diambil dalam rangka memperkuat badan intelijen Indonesia.
Strategi pertama, Pembentukan Badan Kontra Intelijen yang independen diluar badan intelijen yang ada selama ini. Badan kontra intelijen merupakan badan yang bertugas melaksanakan kontra atau perlawanan terhadap segala macam aksi intelijen yang dilakukan oleh badan intelijen asing. Hampir semua negara memiliki badan kontra intelijen yang terpisah secara tugas dan tanggung jawab dalam rangka tujuan tertentu dari badan intelijen yang memiliki tugas untuk pengumpulan keterangan. Mayoritas di berbagai negara misi Kontra Intelijen tersebar di berbagai organisasi, walaupun tentunya ada satu organisasi yang paling independen. Tentunya badan kontra intelijen dalam negeri merupakan bagian dari fungsi organisasi penegakan hukum seperti halnya FBI di Amerika Serikat. Inggris mempunyai badan kontra intel yang terpisah yang dikenal dengan nama MI 5, yang tidak mempunyai kekuatan polisional secara langsung namun dekat dengan penegakan hukum yang dinamakan Special Branch yang mempunyai wewenang dalam penangkapan maupun penggeledahan. Rusia memiliki FSB yang merupakan bagian dari direktorat 2 KGB. Sedangkan Indonesia saat ini hanya memiliki BIN yang mengatur seluruh fungsi baik sebagai pengumpul informasi maupun sebagai badan kontra. Sedangkan dalam badan intelijen militer, bandingkan dengan Amerika. Unsur militer memiliki badan kontra intel tersendiri ketika di tugaskan di dalam negeri maupun luar negeri. Apabila bertugas di luar negeri, mereka bekerja mix antara militer dan sipil. Sebagai contoh kontra intelijen ofensif merupakan tugas dari CIA National Clandestine Service, sedangkan kontra intelijen defensif merupakan tugas dari DSS, yang bertugas melindungi personel dan informasi yang berada di kedutaannya di LN. Beda dengan Indonesia yang memiliki BAIS sebagai badan intelijen militer yang bertugas mengkaver semua fungsi baik sebagai pengumpul informasi maupun sebagai badan kontra. Kondisi ini merupakan kondisi yang berbahaya bagi perkembangan Indonesia kedepan. Tanpa badan kontra intelijen yang kuat, maka Indonesia kelak akan menjadi target empuk operasi intelijen dari negara asing kedepan. Hal ini mengingat semua aspek yang rawan akan celah penanaman investasi intelijen telah tertanam di Indonesia. Ibarat bom remote control, bom telah ditanam dan siap diledakkan kapan saja oleh pengendaliUntuk itu Badan Intelijen Negara harus segera bertransformasi dan berbenah diri untuk menciptakan kekuatan nasional yang tangguh.
Strategi kedua, berikan Kebebasan Bagi TNI Untuk Menentukan Anggaran Sendiri. Untuk memperjuangkan kepentingan nasional, dalam teori keamanan nasional, kekuatan negara adalah prioritas utama. Kekuatan suatu negara bisa didapat apabila mempunyai kekuatan militer yang kuat. Militer yang kuat didapat dari cukup tidaknya anggaran yang didapat oleh militer (TNI). Masalah penetapan anggaran militer seharusnya murni menjadi urusan militer, karena bagaimana pun juga militer sendirilah yang paling mengetahui besaran kebutuhannya. Di sisi lain, jika ada kesalahan yang terjadi dalam konteks militer apakah para elite politik sipil yang duduk di DPR mau bertanggungjawab? Sebagai contoh, dalam berbagai kasus jatuhnya pesawat militer TNI AU, apakah ada elit politik yang menentukan besar kecilnya anggaran bagi TNI mau ikut bertanggung jawab?
Di samping itu, perilaku politik para elite sipil di Indonesia juga tidak ekslusif dan ''bebas masuk'' ke ruang militer. Dalam kehidupan politik Indonesia hari ini, mulai dari masalah kenaikan pangkat tinggi militer, jabatan militer strategis, alokasi anggaran pertahanan dan militer sampai pembelian Alutsista, elite politik sipil ikut menentukan, TNI tidak memiliki ruang ekslusif dalam bidang-bidang strategic militer. Namun demikian, jika terjadi konflik militer, seperti kasus Ambalat, sulit mencari solusi atas persoalan militer, seperti serang balik atau modernisasi bahkan transformasi militer dan alutsistanya. Solusi umum yang sering digunakan adalah diplomasi bilateral, dan sejarah pun mencatat sering kali politisi sipil Indonesia kecolongan ketika berada pada tataran Mahkamah Internasional, seperti pada kasus Sipadan dan Ligitan atau bahkan Timor Timur (Timor Leste).
Apa hubungannya anggaran TNI dengan Intelijen? Dimana-mana, diseluruh dunia, militer mendominasi barbagai badan intelijen yang ada. Walaupun anggota badan intelijen merupakan gabungan militer dan sipil namun unsur sipil yang direkrut merupakan warga negara terbaik yang didapat dari seleksi wajib militer. Sebagai contoh Mossad, badan Intelijen Israel. Proses seleksi dan perekrutan badan intelijen berasal dari wajib militer. Dengan wajib militer ini Mossad memiliki kemungkinan untuk menyeleksi anak muda (baik laki-laki maupun perempuan) guna mencari yang terbaik. Persoalan wajib militer dan seleksi intelijen seperti yang dilakukan oleh Israel berbeda dengan Indonesia. Di Indonesia sendiri, wajib militer masih menjadi pertentangan atau minimal dapat dikatakan tidak berjalan sampai saat ini. Kondisi ini membuat seleksi intelijen tidak dapat dilakukan seperti di Israel yang dikenal dengan badan intelijennya yang sangat canggih, Mossad. [3] Sehingga intelijen yang kuat membutuhkan proses rekrutmen yang bagus. Proses rekrutmen agen intelijen yang bagus berasal dari wajib militer. Dan yang mengetahui besaran dana yang dibutuhkan dalam wajib militer adalah TNI sendiri. Sehingga intelijen membutuhkan TNI untuk bisa menentukan anggarannya sendiri untuk bisa merekrut pemuda pemudi terbaik bangsa sebagai agen intelijen terbaik di negara ini.
Strategi ketiga, berikan akses dan kebebasan informasi kepada Badan Intelijen. Persoalan kebebasan intelijen sendiri, di Indonesia juga masih terdapat banyak kendala. Produk hukum pasca reformasi juga belum selesai mengatur masalah kebebasan informasi terkait dengan kebebasan intelejen dalam mengakses suatu informasi. Padahal, intelijen membutuhkan kebebasan akan hal ini, karena intelijen tanpa mempunyai akses pada suatu informasi maka intelijen akan mati dengan sendirinya. Dengan kebebasan intelijen inilah, sebuah negara akan mampu memahami kekuatan dan kelemahannya. Informasi intelijen dapat bersifat eksternal dan juga internal atau di dalam wilayah NKRI.
Penutup.
Intelijen yang kuat diperlukan untuk menciptakan kekuatan negara yang tangguh dalam rangka mengamankan kepentingan nasional dari segala macam aksi subversi yang akan terjadi menuju peralihan kekuasaan di tahun 2014. Intelijen yang kuat akan membuat suatu negara memahami di mana kekuatannya. Dengan memahami kekuatannya, suatu negara dapat menganalisis proses pembangunan yang telah dilakukannya selama ini. Apakah sudah berjalan, apakah berjalan maju, ataukah sebaliknya terjadi degradasi atau kemunduran atau ternyata pembangunan yang selama ini dilakukan hanya jalan di tempat. Intelijen adalah faktor utama dalam pembangunan negara. Jika Pemerintah dan para elite politiknya tidak mengindahkan peran dan fungsi penting intelijen, maka kebijakan akan cenderung tidak berguna dan bahkan bisa merugikan kepentingan nasional.
Untuk itu negara memerlukan suatu strategi dalam rangka mentransformasi badan intelijen negara (BIN) agar dapat menciptakan intelijen yang kuat untuk mengamankan kepentingan nasional Indonesia. Strategi pertama, segera bentuk Badan Kontra Intelijen yang independen diluar badan intelijen yang ada selama ini. Strategi kedua, berikan Kebebasan Bagi TNI Untuk Menentukan Anggaran Sendiri. Strategi ketiga, berikan akses dan kebebasan informasi kepada Badan Intelijen. Demikian tulisan ini disusun sebagai sumbangan pemikiran penulis kepada bangsa dan negara khususnya Badan Intelijen Negara (BIN), semoga bermanfaat bagi pengembangan Badan Intelijen di Indonesia kedepannya. Pilihan untuk melakukan perubahan terhadap wajah intelijen Indonesia ada tangan kita. Apakah kita mau berubah sekarang atau tidak, karena masa depan Indonesia ke depan merupakan tanggung jawab kita bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar