BANDUNG - Pembangunan reaktor nuklir di Indonesia paling cepat bisa dilakukan pada 2018. Pakar nuklir Institut Teknologi Bandung (ITB) Zaki Suud mengatakan, hal itu terjadi karena proses persiapan memakan waktu panjang.
"Bangun reaktor nuklir di Indonesia tidak akan lebih cepat dari 2018 hingga 2020. Dulu ada program pemerintah pada 2016, tapi saya yakin tidak akan terealisasi," kata Zaki, usai jumpa pers tentang reaktor nuklir, Bandung, Jawa Barat.
Ahli dari Kelompok Keahlian Nuklir dan Biofisika ITB ini menjelaskan, syarat pembangunan reaktor sangat banyak dan rinci. Paling tidak, ada 15 syarat yang harus dipenuhi. Di antaranya riset tapak reaktor, studi gempa, tsunami, gunung api, dan bencana alam lainnya.
Dalam riset juga diperhatikan bagaimana kondisi lalu lintas, mobil pengangkut kereta api, hingga sosialisasi ke warga sekitar. "Untuk studi tapak reaktor nuklir saja akan memakan waktu satu tahun," tuturnya.
Belum lagi, lanjutnya, masalah sumber daya manusia (SDM) yang harus memiliki keahlian dan pengalaman kerja di reaktor nuklir. Dari sisi SDM, kata Zaki, sebenarnya sudah banyak pakar nuklir. ITB saja memiliki sekira 20 doktor ahli nuklir yang kini bekerja dan studi di PLTN Jepang serta melakukan penelitian di Bandung.
"Jadi jika enam hingga tujuh tahun ke depan Indonesia mau membangun nuklir, kita sudah punya ahli yang betul-betul siap," ungkapnya.
Mengenai lokasi ideal, Indonesia memiliki beberapa wilayah biru (bebas bencana gempa). Tempat yang mencuat saat ini untuk dijadikan reaktor nuklir adalah Bangka Belitung. Pemda dan masyarakat setempat juga telah menyetujui pembangunan reaktor. "Tempat ideal lainnya di antaranya di utara Jawa, Kalimantan, timur Sumatera, dan Banten," bebernya.
Potensi bahan bakar energi nuklir (uranium) sendiri, kata Zaki, di Indonesia cukup melimpah. Uranium terdapat banyak di Kalimantan, Irian, dan Bangka. "Tetapi saya usul, uranium kan harganya murah, jadi mending beli dulu dari luar. Biar yang ada di Indonesia jadi cadangan," sarannya.
Menurutnya, memang sudah saatnya Indonesia memenuhi kebutuhan energi listrik dari nuklir. Selain harganya murah, antara Rp200-Rp300 per-kwh, juga tidak menimbulkan efek rumah kaca alias ramah lingkungan.
Zaki menilai, pro kontra yang akan muncul adalah suatu kewajaran karena setiap sistem pasti ada resikonya. Terlebih dengan adanya insiden di Jepang, dan sebelumnya di Chernobil, Indonesia bisa belajar untuk tidak menggunakan reaktor yang mereka pakai. Dia menyarankan supaya menggunakan reaktor generasi ketiga ke atas yang aman dan tidak bisa disabotase.
"Hanya saja pembangunan PLTN harus memerhatikan masyarakat sekitar, misalnya memakai tenaga kerja dari masyarakat sekitar, sehingga masyarakat merasakan langsung manfaat nuklir," ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar