Politikindonesia - ASEAN perlu memberikan prioritas untuk finalisasi perumusan kode etik regional di Laut China Selatan dengan melibatkan China sesegera mungkin. Kode etik ini akan dapat berfungsi sebagai alat yang efektif untuk mencegah agar sengketa yurisdiksi tidak berkembang menjadi ketegangan serius atau bahkan konflik terbuka di kawasan ini.
Demikian disampaikan oleh Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro saat membuka Seminar Internasional bertemakan “Peace, Stability in the South China Sea and Asia Pasific: Asean Unity and Regional Power Engagement in The Region” yang berlangsung di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (20/09).
Seminar sehari ini, diselenggarakan oleh Centre for Asian Strategic Studies (CASS)-India bekerjasama dengan Institute of Defense and Security Studies (IODAS) dan Indonesia Maritime Studies (IMS). Seminar ini menghadirkan para pakar pertahanan dan keamanan dari Indonesia dan luar negeri.
Kata Purnomo, sengketa di wilayah Laut China Selatan merupakan kepentingan langsung dari negara-negara yang klaim, dan Indonesia tidak termasuk di dalamnya. Akan tetapi, perdamaian dan stabilitas di wilayah tersebut menjadi kepedulian yang sah bagi negara-negara lain yang juga berkepentingan di wilayah tersebut.
“Wilayah Laut China Selatan merupakan salah satu jalur laut tersibuk di dunia. Selain digunakan oleh sejumlah besar negara dari dalam wilayah, jalur tersebut juga digunakan oleh negara di luar wilayah,” ujar Menhan.
Oleh karena itu, sambung dia, pembahasan mengenai pemeliharaan perdamaian dan stabilitas di kawasan Laut China Selatan selayaknya tidak dibatasi hanya untuk negara-negara yang mengklaim wilayah itu saja. Sebaiknya, sengketa itu juga melibatkan negara non-klaim dan pihak non-pemerintah.
Menhan berharap, ASEAN dapat menegaskan kembali konsensus tentang klaim Laut China Selatan ini pada 6 prinsip. Pertama, pelaksanaan penuh dari Declaration of Conduct (DoC) 2002 untuk semua pihak di Laut China Selatan (2002). Kedua, pedoman untuk pelaksanaan DOC (2011), Ketiga, kesimpulan awal dari kode etik perilaku (Code of Conduct/CoC) di Laut China Selatan.
Keempat, penghormatan penuh terhadap prinsip-prinsip yang diakui secara universal dalam hukum internasional, termasuk UNCLOS (1982); kelima, terus menahan diri dan tidak menggunakan kekuatan oleh semua pihak dan, Keenam, perlunya resolusi sengketa damai.
(kap/rin/nis)politikindonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar