Yogyakarta - Universitas Gadjah Mada dan dua universitas di Norwegia yakni Agder University dan Oslo University menandatangani nota kesepahaman bersama (MoU) terkait kerja sama riset tentang kekuasaan, kesejahteraan dan demokrasi.
MoU tersebut ditandatangani oleh Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Pratikno dan Rektor Agder University Torunn Lauvdal dan Dekan Fanny Duckert dari Oslo University di Yogyakarta, Rabu.
Kerja sama antara UGM dengan dua universitas di Norwegia tersebut akan berlangsung selama lima tahun hingga 2017.
"Kerja sama ini dilakukan untuk riset, advokasi, dan peningkatan kapasitas antara kedua negara. Kami juga berharap, kerja sama ini bisa berlangsung lebih lama dan berkesinambungan," kata Pratikno usai menandatanangi surat kesepahaman bersama tersebut, Rabu (28/11/2012).
Melalui kerja sama tersebut akan ada sejumlah kegiatan seperti pertukaran pelajar, dan dosen antar universitas termasuk pengembangan kerja sama yang lebih erat antar fakultas.
Pratikno mengatakan, ketertarikan mahasiswa UGM untuk mempelajari lebih jauh tentang Norwegia juga semakin meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun.
Mahasiswa di UGM, lanjut Pratikno, memiliki sebuah komunitas khusus yang mempelajari bahasa, budaya dan politik di Norwegia yang disebut Scanity atau Scandinavia Community.
"Kami juga sangat berharap, kerja sama UGM bisa dikembangkan dengan universitas-universitas lain dari Norwegia sehingga kontribusi untuk masyarakat bisa semakin nyata," kata Pratikno.
Sementara itu, Putera Mahkota Norwegia Hakoon Magnus mengatakan baru pertama kali datang ke Yogyakarta dan menyebut kota tersebut sebagai ibu kota budaya.
"Kerja sama dengan UGM ini juga didasarkan pada alasan bahwa universitas di Yogyakarta ini sangat terkenal dengan pembelajaran tentang budaya, dan lintas agama," katanya yang menyebut kerja sama Norwegia dengan Indonesia sudah terjalin sejak 1992.
Dalam membentuk hubungan yang erat antarnegara di dunia, lanjut dia, diperlukan sebuah martabat. "Kami memiliki workshop untuk pelajar yang membahas martabat dan visi mereka dalam beberapa tahun ke depan," katanya.
Tahun lalu, lanjut dia, sudah ada sekitar 50.000 pelajar yang mengikuti kegiatan tersebut dan berharap akan terus bertambah dalam beberapa tahun ke depan, bahkan menetapkan October sebagai Hari Martabat Dunia.
Martabat, lanjut dia, sangat penting dimiliki oleh sebuah negara karena menjadi jawaban atas sejumlah masalah yang berpotensi menimbulkan konflik di masyarakat.
Sedangkan Wakil Menteri Luar Negeri Norwegia Gry Larsen yang memberikan kuliah umum menyatakan, bahwa dialog menjadi bagian tak terpisahkan untuk menyelesaikan konflik di masyarakat.
"Untuk berdialog dengan musuh, hal itu bukan sebuah kelemahan. Tetapi hal itu justru membutuhkan keberanian yang besar," katanya.
Ia mencontohkan beberapa negara yang bisa mengatasi konflik dengan mengedepankan dialog seperti Myanmar, Kolumbia dan Timur Tengah.
Kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar