Selasa, 13 Desember 2011

Kasau: TNI AU Harus Siap Menghadapi Perang



14 Desember 2011, Bandung (Pelita): Sebagai organisasi perang, TNI Angkatan Udara harus mampu mengelola setiap unsur dari organisasinya untuk siap menghadapi perang. Oleh sebab itu mempelajari perang dan aplikasinya dalam dunia nyata adalah sebuah keharusan.

Pernyataan tersebut disampaikan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat, S.IP yang dibacakan Wakil Kasau Marsekal Madya TNI Dede Rusamsi pada pembukaan Latihan Angkasa Yudha tahun 2011 di Seskoau, Lembang Bandung, Selasa (13/12).

Dikatakannya, meskipun latihan Angkasa Yudha dilaksanakan dalam bentuk gladi posko dan TAMG (Tactical Air Manouvre Game), namun diharapkan setiap personel yang terlibat serius dalam melaksanakan tugas dan perannya. Hal ini merupakan sebuah tantangan bagi TNI AU untuk memanfaatkan latihan secara maksimal guna menguji doktrin yang telah ada.

“Latihan ini sebagai pijakan dalam penerapan prinsip “unity of command” yaitu dalam perang modern seluruh kekuatan udara harus berada dibawah satu kesatuan komando”, tegasnya.

Latihan sebagai ajang untuk meningkatkan sinergi kemampuan dan kekuatan melalui “interoperability” seluruh kekuatan tempur TNI AU ini, bertema “Komando Tugas Udara (Kogasud) bersama dengan Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) melaksanakan operasi Udara di wilayah NKRI dalam rangka mendukung tugas pokok TNI”.

Latihan Angkasa Yudha 2011 merupakan latihan puncak TNI AU dan akumulasi dari berbagai latihan yang telah dilaksanakan secara bertahap, bertingkat dan berlanjut. Sebagai latihan puncak TNI AU, maka konsekuensi hasil dicapai merupakan refleksi dan dari segala usaha maupun hasil pembinaan yang dilakukan dibidang intelijen, operasi, personel, logistik serta di bidang komlek.

Sumber: Pelita

KSAD : Kami Beli Tank Leopard Untuk Samakan Kemampuan

JAKARTA - Tentara umumnya menyenangkan bila bikin janji: selalu tepat waktu. Persis pukul sebelas siang—seperti yang dijadwalkan— Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Pramono Edhie Wibowo menerima Tempo di kantornya, Markas Besar AD, Jalan Veteran, Jakarta. Tempat itu hanya berjarak beberapa ratus meter dari kantor abang iparnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di Istana Negara.

Tidak seperti SBY yang jangkung dan besar, tinggi Pramono Edhie layaknya kebanyakan pria Indonesia, sekitar 165 sentimeter. Tubuh masih selangsing ketika dia lulus AKABRI pada 1980. Wajahnya, terutama mata, amat mirip ayahnya, Jenderal Sarwo Edhie Wibowo.

Sebelum pertanyaan pertama terlontar, dia mengajukan dua syarat. Pertama, dia tak mau fotonya ada di halaman wawancara. “Saya tidak mau dianggap lagi jualan,” kata dia. Syarat kedua: “Saya tidak mau ditanya soal politik.” Soal politik yang dimaksud adalah tentang isu bahwa dia akan dicalonkan dalam pemilihan presiden 2014.

Syarat ini juga berat, karena inilah salah satu hal penting yang ingin kami tanyakan sejak saat dia dilantik menjadi Kepala Staf, enam bulan lalu. Maklum, sebagai adik Ani Yudhoyono, banyak yang menganggapnya sebagai “putra mahkota” Cikeas.

Hal lain yang juga ingin kami tanyakan saat ini, yaitu soal pembelian senjata dan peralatan militer TNI AD secara besar-besaran tahun ini. Anggaran yang sudah disetujui parlemen untuk pembelian senjata selama tiga tahun ke depan Rp 14 triliun. Sebagian uang itu—US$ 280 juta (Rp 2,5 triliun) akan dibelikan seratus tank tempur (main battle tank) Leopard 2A6 buatan Jerman. Berbeda dengan para tetangga—Singapura, Malaysia, dan Thailand—yang telah memiliki puluhan bahkan ratusan tank besar sekelas itu, Indonesia hanya memiliki tank ringan.



Pembelian alat militer dalam jumlah besar seperti itu adalah gula yang terlalu menggiurkan untuk dilewatkan para makelar senjata. Bagi penghubung antara produsen senjata di luar negeri dengan TNI, rencana pembelian senjata besar-besaran ini adalah proyek yang bisa menjamin kesejahteraan tujuh turunan mereka. Bayaran untuk mereka cukup besar. Kalau 5 persen saja mereka bisa peroleh, maka Rp 700 miliar sudah pasti bisa dikantongi. Siapa tak ngiler? Soal fee untuk para perwira dan pejabat tinggi yang meloloskan, juga bukan rahasia lagi.

Untuk hal ini sang jenderal bersedia menjawab. Ia bahkan memilih topik ini sebagai “medan pertempuran” pagi itu. Selain meminta para perwira tinggi yang terlibat pembelian senjata menemani, di belakang kepalanya tersusun rapi dua buku—The Military Balance 2011 dan Leopard 2. Kacamata baca dan secarik kertas catatan tergeletak di atasnya, tanda dia baru saja mempelajari kedua buku itu.

Maka, proses pembelian senjata yang biasanya ditutup rapat-rapat, pagi itu ia beberkan.Perbincangan 89 menit yang amat menarik hingga kami—Tomy Aryanto, Setri Yasra, Fanny Febiana, Yogita Lal, Qaris Tajudin, dan juru foto Jacky Rachmansyah—lupa meminum teh hangat yang disediakan. Berikut petikannya.

Apa alasan TNI AD membeli sejumlah peralatan militer baru, termasuk tank Leopard?

Pertama, alhamdulillah kami mendapat anggaran yang cukup besar dari negara, sesuai dengan perkembangan ekonomi Indonesia yang baik. Tapi, kalau dibandingkan dengan pembelian peralatan dan senjata Angkatan Laut atau Udara, anggaran kami yang terkecil. Ini karena peralatan militer yang mereka butuhkan memang membutuhkan teknologi tinggi. Pesawat tempur, kapal laut, kapal selam, itu cukup mahal.

Kedua, untuk menentukan apa yang harus dibeli, saya harus melihat imbangannya pada kawan-kawan kami dari negara sahabat. Jangan diartikan, saya membeli untuk menyaingi mereka. Bukan. Saya membeli, untuk menyamakan kemampuan.

Malaysia, sudah punya puluhan main battle tank, demikian juga dengan Singapura. Thailand, sudah memiliki lebih dari 200 tank besar—meski sebagian adalah hadiah Amerika dari perang Vietnam. Kita, cuma punya light tank, tank ringan. Enggak imbang. Akibatnya, kita tidak pernah latihan bersama dengan teknologi yang sama.


Kapan terakhir kali membeli tank?


Cukup lama kita tidak membeli peralatan militer besar, karena keadaan ekonomi. Kalau dihitung, terakhir kita membeli peralatan militer dalam volume besar untuk Angkatan Darat itu 20 tahunan. Kalau hanya senjata dan alat infantri, ya tiap tahun kita perbarui. Kapan terakhir kali kita membeli tank? Scorpion, itu zaman Pak Harto, jauh sebelum dia turun.

Apakah tank itu memang kita butuhkan?

Membangun tentara itu, pertama adalah memilih personel. Saya di Angkatan Darat, tidak ada kendala memilih personel. Kalau ingin mendapatkan 200 tantama, yang mendaftar 4.000. Setelah personel dipilih, mereka dilatih, lalu dilengkapi. Nah, di situ masalahnya.

Seperti apa sih kondisi persenjataan kita saat ini dan idealnya itu seperti apa?

Pembangunan persenjataan itu sangat tergantung pada anggaran dari pemerintah. Ada kebijakan TNI untuk memberlakukan minimum essential force . Kelas kita memang masih minimal, bukan idealnya. Batalion kavileri Angkatan Darat itu ada lebih dari 10, yang baru saya mau belikan baru dua batalion. Itu minimum. Tapi kita kan harus mulai.


TNI AD saat ini hanya diperkuat oleh tank-tank ringan buatan Inggris, Scorpion.

Tank yang Anda pilih besar sekali?

Ada beberapa orang yang memang menyampaikan kepada saya: "Tankmu kebesaran." Kok kita mau beli dibilang kebesaran, wong semua orang di kawasan ini sudah lama menggunakannya. Perang tank itu ya tank lawan tank. Kalau tank kita 76 (ton) dan di sana 105 atau 120, kita belum lihat tank mereka, sudah ketembak dulu he-he-he. Ya enggak imbang dong.

Tank kan macam-macam, ada Abrams dari Amerika, ada Leclerc dari Prancis, ada dari Rusia. Kenapa Angtan Darat memilih yang dari Jerman?

Leopard adalah tank yang dipakai 15 negara di dunia. Kalau orang pakai (mobil) Mercy, kita tidak perlu lagi uji-uji lagi. Mercy punya kelas tersendiri. Kalau Leclerc, memang besar, tapi yang pakai berapa negara? Tidak banyak.

Wakil Kasad Letjen Budiman: "Sebenarnya Leopard adalah tank terbaik di dunia, Abrams kalah. Saya pernah bawa Abrams waktu sekolah di Amerika. Leopard dari segi efisiensi bahan bakar, kelincahan manuver, ini terbaik. Saya kemarin pakai Leopard A5 saja, direktur Pindad geleng-geleng. Itu lebih sip dari mobil sedan, padahal dibawa ke medan yang luar biasa."


Bagaimana dengan Abrams?

Itu juga hanya sekutunya—seperti Israel atau Australia—yang diberi. Kita kan tidak dianggap bagian dari “sekutu” mereka. Kalau mereka membolehkan kita beli dan harga bersaing, ya saya mau.

Soal harga?

Untuk harga beliau (Wakil Kasad Letjen Budiman) yang menjawab.

Budiman menjelaskan bahwa harga Leopard 2 yang baru amat mahal, "Kita tidak mampu membelinya." Indonesia lalu membeli tank Leopard 2A6 bekas milik Belanda. Mereka akan melepas 150 Leopard buatan tahun 2003 itu. "Tank ini tidak pernah dipakai perang, tidak pernah dipakai latihan besar-besaran. Itu dalam garasi yang sangat terpelihara. Permintaan mereka: bersedia G to G (antar pemerintah, tanpa perantara)? Saya bilang ya. Bersedia tidak ada fee dan uang apa-apa? Saya bilang ya. Oke, kalau you bersedia, ini harga yang saya tawarkan."


Berarti ada anggaran yang tak terpakai?

Jadi awalnya itu kami mengajukan anggaran untuk 44 unit dengan harga US$ 280 juta. Kami laporkan kepada pemerintah, dialokasikan. Ternyata, setelah tim ini kembali, kami dapat 100. Wah, kita kayak ketiban rejeki, bukan ketiban duren. Kenapa tidak? Ya kan enggak salah toh kami. Saya tidak bisa bilang ini kelebihan, wong ini masih belum memenuhi untuk minimun essential force.

Bisa bayangkan, kalau dengan US$ 280 juta saya bisa membeli tank yang jumlahnya dua kali lipat, berarti kan keuntungan US$ 140 juta, Rp 1,3 triliun. Wah, saya beli apa saja bisa. Tapi kan saya jadinya durhaka. Enggak, enggak, enggak boleh begitu.


Jadi ini betul betul bebas broker?


Bebas sama sekali. Antar pemerintah.

Kenapa Wakasad yang memimpin tim pembelian?

Bukan saya tidak percaya orang lain, seperti Asisten Perencanaan dan Asisten Logistik. Ini karena kebijakannya bersifat sangat strategis. Sehingga harus wakasad yang memimpin. Saya yang menentukan kebijakan di belakang, supaya tidak terkontaminasi.

Tapi sebenarnya semua itu ada hitungannya. Jadi begini, kami semua di Angkatan Darat sepakat, untuk membangun TNI itu tidak murah, karena dana negara juga tidak banyak. Kami sepakat, ketika kita sudah diberi pangkat, remunerasi (penambahan gaji), semua penyimpangan itu harus dihilangkan. Sekarang yang ada hanyalah pengabdian. Tidak boleh lagi mengambil dari negara, karena negara sudah memberi.


Untuk peralatan lain juga begitu?


Saat saya di Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad), pernah membeli alat bidik untuk senjata Pindad. Karena alat bidiknya canggih, kita belum bisa buat, ya kita beli dari luar. Harganya, awalnya ditawarkan Rp 24 juta per unit. Saya merasa harga ini kemahalan, karena saya bisa buka di internet, harganya enggak segitu. Saya tidak mau, saya perintahkan staf saya telepon ke Amerika. Mereka bilang: "Kami sudah punya agen di Indonesia dan Singapura." Saya bilang, "Saya tidak mau, karena harganya kemahalan." Saat saya bilang harganya Rp 24 juta, dia bilang, "Waduh ya memang terlalu mahal." Allah memberi jalan. Saya jadi Kepala Staf AD, asisten logistik saya diundang ke Amerika. Saya tugaskan, cari pabrik alat bidik itu, ternyata harganya US$ 900 (Rp 8,2 juta). Bisa dibayangkan, kalau dinaikkan tiga kali lipat, saya hanya bisa membeli peralatan untuk 1 batalion, padahal seharusnya bisa untuk 3 batalion.

Artinya, seluruh kegiatan pengadaan alutista tanpa broker?

Kita usahakan.

Bagaimana dengan perawatannya? Kalau nanti kita butuh spare part, kan harus berhubungan dengan broker lagi?


Nah, ini kebijakan saya juga. Niatkan, 30 persen belikan spare part. Tiga tahun, empat tahun, lima tahun, ndak mikir aku. Sebenarnya sudah ada aturan kalau membeli barang, 30 persen sisakan untuk suku cadang. Tapi, selama ini belum dilakukan. Saya hanya mengembalikan aturan yang lama. Karena saya menganggap itu yang benar.

Sekarang, kalau membeli barang harus sekalian sama pelurunya dan suku cadangnya. Jadi, anak-anak enggak boleh berpikir lagi, baru sekian bulan dipakai sudah rusak, enggak bisa diperbaiki. Pelatihan driver, gunner, pemimpin kendaraan, sampai teknik bertempur, manuver, dan montir. Itu masuk dalam perjanjian.


Setelah tiga tahun bagaimana?

Saya pensiun ha-ha-ha.

Kapan tank Leopard datang dari Belanda?

Kalau didukung, proses pembayarn cepat, tahun depan sudah ada. Wong itu tank sudah ada di dalam gudang kok.

Akan ditaruh di mana saja?

Semuanya di Jawa, karena cukup besar.

Tidak di perbatasan?

Kalau di perbatasan kurang bijak, karena kok kayaknya mancing-mancing kekeruhan ha-ha-ha. Kita tidak pernah melihat kawan-kawan kita sebagai mush.

Dengan pembelian ini kita sudah bisa mengimbangi?

Alhamdulillah sudah. Malaysia punya 64 main battle tank dari Rusia T-91.

Selain tank, sisa anggaran akan diapakai untuk membeli apa?

Ada sejumlah peralatan yang juga akan diganti, yaitu arhanud, pertahanan serangan udara. Pesawat tempur sekarang sudah supersonic, senjata yang kita miliki masih peluru. Harusnya peluru kendali (rudal). Kami juga beli ini dari Prancis, mereknya Mistral. Mistral itu 95-99 persen pas di sasaran. Tapi cukup mahal.

Kami juga mengganti armed, meriam. Sampai saat ini kita belum punya kaliber 155 yang masuk kategori heavy caliber. Alhamdulillah, kami awalnya alokasikan untuk 1 batalion, tapi dapatnya 2 batalion. Jarak tembaknya akurat, produknya Prancis, combat proven, sudah dibawa ke Afganistan. Kita juga membeli MLRS, multi louncher rocket system. Ada dua negara yang kita dekati, Brazil dan Amerika Serikat. Rusia itu memang bagus, tapi harus lewat mafia yang harganya enggak tetap.


Wah, kayaknya siap perang. Kenapa beli meriam juga?

Meriam 76 itu adalah meriam Yugoslavia. Itu dari zaman Pak Karno. Ada seorang letnan, begitu lulus akademi militer menembakkan meriam 76. Ketika dia pensiun, meriamnya belum pensiun. Tiga puluh tahun! Kita enggak boleh dong begitu terus.

Dengan banyak merek, apa perawatan tidak repot?

Kita sudah terbiasa dengan perawatan produk yang bermacam-macam, karena teknologi berkembang.

Tidak ada penolakan dari parlemen negara produsen?

Dari Prancis tidak ada penolakan, Inggris tidak, Belanda segera menindaklanjuti, Jerman juga tidak masalah. Masalah hanya ada saat membeli helikopter Apache. Sebenarnya produsen Apache sudah memberi harga fix kepada kita, tapi parlemen Amerika Serikat masih mempertimbangkan soal keseimbangan kawasan. Singapura yang sekutu merka baru punya dua, kita mau beli delapan.

Biasanya Amerika kan agak bawel soal aturan penggunaan senjata. Bagaimana mengatasinya?

Ya memang, seperti Amerika dulu ada aturan salah satu senjata berat mereka tidak boleh dipakai di Papua. Lah, buat apa juga kita menembak rakyat sendiri pakai roket? Jadi, aturan dari mereka sebenarnya juga tidak terlalu membatasi kita.

Kembali ke soal senjata. Bagaimana kami bisa yakin Anda tidak diuntungkan dalam pembelian senjata?

Saya mencoba untuk terbuka, siap diaudit setiap saat. Kalau sekarang saya berusaha terbuka, semua bisa terlihat. Boleh ditanya saya dapat berapa persen dari pembelian ini. Saya tidak punya beban untuk menyerahkan pembelian tank itu kepada orang lain jika mereka bisa mendapatkan jumlah yang lebih banyak dengan spesifikasi yang sama.

Empat tahun lalu, kami mebeli truk harganya Rp 600 juta. Sekarang saya beli truk dengan spesifikasi yang sama, pasti lebih mahal dong. Tapi, saya bisa dapatkan dengan harga yang sama, Rp 600 juta. Jumlah yang seharusnya disiapkan 79 truk, setelah mendapatkan harga yang lebih murah, menjadi 113 unit. Ini berarti waktu empat tahun lalu kita beli itu keuntungan mereka luar biasa.


Admin : Pertanyaan-pertanyaan soal Konflik Papua sengaja tidak saya tampilkan. Untuk jelasnya bisa di cek di link sumber berita.

Sumber : TEMPOINTERAKTIF.COM

Prediksi Kedatangan Alutsista Baru TNI Tahun 2012 (2)


1 Skuadron Heli Super Cobra

1 Skuadron Heli Bell 412 EP

2 dari 9 pesanan Pesawat Angkut CN295

4 dari 30 F16 Blok 52 Upgrade Hibah dari AS

6 dari 9 Hercules hibah upgrade dari AS dan Australia

Howitzer 155mm Cesar untuk 2 batalyon Armed

1 LST dari 7 pesanan LST TNI AL

Tambahan 56 Panser Anoa Pindad

Tambahan Rudal Yakhont, C802 dan C705 untuk TNI AL

1 Skuadron Heli AKS Super Sea Sprite

1 Skuadron pesawat UAV

Prediksi Kedatangan Alutsista Baru TNI Tahun 2012 (1)


MBT Tank Leopard 2  sebanyak 100 unit
  
Tank Amphibi BMP3F sebanyak 54 unit (Sudah datang 17 unit)

Heli Serbu Mi35 sebanyak 3 unit ( sudah datang 5 unit)

Jet Tempur Sukhoi SU30 sebanyak 6 unit ( 10 unit sudah operasional)

Pesawat Coin Super Tucano sebanyak 16 unit dari Brasil

Jet Latih Tempur T50 Golden Eagle sebanyak 16 unit

Heli Angkut Mi-17 sebanyak 6 unit ( Sudah ada 12 unit)

Kapal Cepat Rudal Clurit Class sebanyak 5 unit

Kapal Cepat Rudal Trimaran sebanyak 2 unit

Overhaul Kapal Selam KRI Nanggala dari Korsel selesai

Senin, 05 Desember 2011

Navy Revives Plan to Buy P5-b Ship

Indonesia and South Korea will compete for the tender of MRV ship for Philippine navy (photo : Kaskus Militer)
The Navy has been cleared to begin negotiations for the purchase of a multirole vessel from any of the friendly nations, Rear Admiral Alexander Pama said on Sunday.

“The latest process that we had undergone with the Department of National Defense had good results and we did not encounter anymore objections,” Pama said.

“Hopefully, all the procedures required by the defense acquisition system would be finalized and early next year we can start negotiations for the acquisition,” Pama said.

But Pama said the Navy has yet to obtain President Aquino’s approval for the purchase plan, which is part of the military’s modernization.

An MRV, which costs at least P5 billion, will serve as a mother ship equipped with state-of-the-art radars and sensors for monitoring aircrafts and patrol boats, Pama said.

Early this year, Defense Secretary Voltaire Gazmin temporarily dropped the acquisition of an MRV

from the list of big-ticket items and gave priority to light sea-crafts for internal security operations and disaster response.

Gazmin changed his mind following China’s alleged intrusions into Philippine territorial waters particularly in the West Philippine Sea (South China Sea) where the hotly disputed Spratly islands is situated.

Last August, the Philippines acquired a patrol vessel—Hamilton-class cutter—from the United States Coast Guard for P423 million to beef up security at the Malampaya gas project. The Navy renamed it BRP Gregorio del Pilar.

“The dry-docking and repainting of PF15 costs P47.914 million while the refitting to our Navy configuration is P13.872 million. It was funded by the Department of Energy.”

On Dec. 14, the Navy with Aquino as the guest of honor will launch the commissioning of the vessel together with a Philippine-made Landing Utility Craft called BRP Tagbanua (AT296), a BO105 Helicopter (PNH422) and a refurbished Presidential Yacht called BRP Ang Pangulo (AT25).

The P189 million- BRP Tagbanua, made in Misamis Oriental, is configured to transport combat personnel, tanks, vehicles, artillery equipment, and cargoes in support of military operations and perform medical assistance as well as disaster, rescue and relief operations.

ALUTSISTA BARU UNTUK TNI AD


Denkav 5/BLC Menerima Empat Ranpur Anoa

Pangdam XVI Pattimura Mayjen TNI Suharsono (kanan) menyerahkan empat unit kendaraan tempur (ranpur) APS-2 Anoa kepada Komandan Detasemen Kavaleri (Denkav) 5/Birgus Latro Cakti (BLC) Mayor Kav Rendra Siagian (kiri) saat upacara penyerahan yang dipusatkan di Makodam XVI Pattimura, Ambon, Senin (5/12). Ranpur tersebut digunakan untuk tugas operasional Kodam XVI Pattimura dalam rangka mendukung terciptanya stabilitas keamanan di wilayah Provinsi Maluku dan Maluku Utara. (Foto: ANTARA/Izaac Mulyawan/Koz/Spt/11)

5 Desember 2011, Ambon (ANTARA News): Kodam XVI/Pattimura mendapat tambahan empat unit kendaraan tempur (Ranpur) lapis baja jenis APS-2 "Anoa" (6x6) yang diproduksi PT Pindad (Persero) Indonesia.

Empat ranpur APS-2 Anoa tersebut diserahkan Pangdam XVI/Pattimura Mayjen TNI Suharsono kepada Detasemen Kavaleri (Denkav) 5/BLC dalam sebuah upacara di Makorem 151/Binaya, Ambon, Senin.

Suharsono mengatakan, pemberian ranpur sebagai bentuk apresiasi dari Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto dan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Letjen Pramono Edhie Wibowo atas keberhasilan Kodam XVI/Pattimura dalam penanganan konflik antarwarga 11 September 2011 sehingga tidak berkembang menjadi besar dan melebar.

Kodam XVI/Pattimura juga mendapat penghargaan dari Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono atas keberhasilannya dalam bidang operasi intelijen dan pembinaan teritorial.



Sejumlah personil Detasemen Kavaleri (Denkav) 5/Birgus Latro Cakti (BLC) menunjukkan kemampuan mereka melakukan operasi dengan menggunakan kendaraan tempur (ranpur) APS-2 Anoa. (Foto: ANTARA/Izaac Mulyawan/Koz/Spt/11)

"Atas keberhasilan tersebut, KSAD telah menghadiahkan empat Ranpur APS-2 Anoa Pindad kepada Detasemen Kavaleri 5/BLC. Selaku pribadi dan atas nama seluruh prajurit Kodam XVI/Pattimura dan masyarakat Maluku patut berterima kasih kepada KSAD yang telah memberikan perhatian cukup besar terhadap pemeliharaan situasi keamanan di wilayah Maluku khusunya Kota Ambon," kata Suharso.

Ia mengakui, pemberian empat ranpur kepada Denkav 5/BLC dalam rangka meningkatkan kemampuan Detasemen melaksanakan tugas oprasional Kodam XVI/Pattimura guna mendukung terciptanya stabilitas keamanan di wilayah Maluku dan Maluku Utara.

Pangdam berpesan kepada Satuan Denkav 5/BLC bertanggung jawab penuh dan selalu merawat dan memelihara semua alat utama sistem senjata (Alutsista) dengan sebaik-baiknya.

"Hal itu dimaksudkan agar Alutsista memiliki masa pakai yang panjang dan terhindar dari kerusakan yang tidak diharapkan," kata Suharsono.

Selain menyerahkan ranpur, Pangdam Suharsono juga meyerahkan penghargaan kepada Sertu Kowad Yanthie Veronika yang menjuarai berbagai nomor dalam lomba menembak militer AARM (Asean Rifle Match) tingkat Asean.

Sumber: ANTARA News

Satuan Armed Akan Menerima Meriam 155 mm dan MRLS

Danpussenarmed beserta rombongan melakukan studi banding ke Bumar Polandia pada Oktober 2010. Studi banding bertujuan meninjau pembuatan roket MLRS WR-40 Langusta hingga mempelajari bagaimana kinerja alutsista tersebut dalam melayani permintaan bantuan tembakan. (Foto: pusdikarmed)

5 Desember 2011, Cimahi (PRLM): Satuan Artileri Medan (Armed) TNI AD segera memodernisasi Alutsista (Alat Utama Sistem Senjata) dengan mendatangkan meriam-meriam baru pada 2012 nanti. Seluruh prajurit Armed dituntut segera menguasai kecakapan penguasaan peralatan tempur baru tersebut.

Komandan Pusat Kesenjataan (Pussen) Armed Brigjen TNI Ariyadi Padmanegara mengungkapkan, modernisasi alutsista berupa penggantian meriam kaliber 76 milimeter (mm)/Gun menjadi meriam 105 mm. Juga direncanakan penyiapan Batalyon Armed untuk meriam kaliber 155 mm dan Batalyon Armed roket MLRS (multiple launcher rocket system).

“Sebagai konsekuensi logis modernisasi tersebut, seluruh prajurit Armed dituntut memiliki penguasaan kemampuan teknis kecabangan yang dipadukan dengan adaptasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi. Juga dibutuhkan tingkat kesiapan fisik memadai,” ucapnya saat memberikan sambutan dalam “Syukuran Hari Ulang Tahun ke-66 Armed TNI AD”, Senin (5/12), di Pusat Diklat Armed, Kota Cimahi.

Meriam baru kaliber 105 mm memiliki jangkauan hingga 18 kilometer. Spesifikasi ini jauh lebih canggih dibandingan alutsista lawas berupa meriam kaliber 76 mm yang hanya mampu menjangkau sasaran terjauh 8 kilometer. Meriam kaliber 155 mm bahkan lebih efektif lagi dalam medan perang karena mampu menjangkau sasaran hingga 40 kilometer.

Selain peremajaan alutsista, Ariyadi juga menyinggung kebijakan pembinaan personel yang tengah digodok oleh Mabes TNI AD, yakni sistem ‘career by design’. Dalam sistem ini, personel berkualitas akan terus dipantau dan diberi arahan dengan penugasan, jabatan, serta lingkungan kerja. “Tujuannya untuk mendorong perwira-perwira terpilih mencapai puncak karier tertinggi,” tuturnya.

Sumber: PRLM

Satuan Armed Memodernisasi Sistem Senjata

Beberapa Angkatan Darat negara-negara Eropa barat akan mengurangi arsenal M270 MLRS seiring dengan pengurangan anggaran pertahanannya. Kendaraan ini dapat menembakkan roket dengan jangkauan 42-300km. Belanda Italia, Jerman, Prancis dan beberapa negara Eropa lainnya memakai peluncur roket multi laras berbobot 25 ton ini (photo : Wikia)
CIMAHI, (PRLM).- Satuan Artileri Medan (Armed) TNI AD segera memodernisasi Alutsista (Alat Utama Sistem Senjata) dengan mendatangkan meriam-meriam baru pada 2012 nanti. Seluruh prajurit Armed dituntut segera menguasai kecakapan penguasaan peralatan tempur baru tersebut.

Komandan Pusat Kesenjataan (Pussen) Armed Brigjen TNI Ariyadi Padmanegara mengungkapkan, modernisasi alutsista berupa penggantian meriam kaliber 76 milimeter (mm)/Gun menjadi meriam 105 mm. Juga direncanakan penyiapan Batalyon Armed untuk meriam kaliber 155 mm dan Batalyon Armed roket MLRS (multiple launcher rocket system).

“Sebagai konsekuensi logis modernisasi tersebut, seluruh prajurit Armed dituntut memiliki penguasaan kemampuan teknis kecabangan yang dipadukan dengan adaptasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi. Juga dibutuhkan tingkat kesiapan fisik memadai,” ucapnya saat memberikan sambutan dalam “Syukuran Hari Ulang Tahun ke-66 Armed TNI AD”, Senin (5/12), di Pusat Diklat Armed, Kota Cimahi.

Meriam baru kaliber 105 mm memiliki jangkauan hingga 18 kilometer. Spesifikasi ini jauh lebih canggih dibandingan alutsista lawas berupa meriam kaliber 76 mm yang hanya mampu menjangkau sasaran terjauh 8 kilometer. Meriam kaliber 155 mm bahkan lebih efektif lagi dalam medan perang karena mampu menjangkau sasaran hingga 40 kilometer.
Selain peremajaan alutsista, Ariyadi juga menyinggung kebijakan pembinaan personel yang tengah digodok oleh Mabes TNI AD, yakni sistem ‘career by design’. Dalam sistem ini, personel berkualitas akan terus dipantau dan diberi arahan dengan penugasan, jabatan, serta lingkungan kerja. “Tujuannya untuk mendorong perwira-perwira terpilih mencapai puncak karier tertinggi,” tuturnya. (A-165/A-88)***

(
Pikiran Rakyat)

Kamis, 01 Desember 2011

Pemerintah Menargetkan Modernisasi Alutsista TNI Terealisasi Tahun 2014


Jakarta, DMC - Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan Pemerintah melalui Kementerian Pertahanan menargetkan modernisasi Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) TNI terealisasi pada tahun 2014. Modernisasi Alutsista TNI ini didasarkan pada beberapa pertimbangan strategis negara.
“Keinginan pemerintah di tahun 2010 – 2014 menjadi masa untuk modernisasi, pada tahun 2014 dimana akhir KIB II modernisasi Alutsista sudah dapat terealisasi” ungkap Wamenhan saat mengadakan pertemuan dengan Pimpinan Redaksi Media Massa Nasional, Kamis Malam (1/12) di Jakarta.
Pertemuan yang difasilitasi oleh Pusat Komunikasi Publik Kemhan ini merupakan pertemuan silaturrahim dengan maksud untuk menjalin hubungan dan kerjasama yang baik antara Kemhan dengan media massa. Pertemuan ini juga menjadi kesempatan untuk menyampaikan kebijakan strategis Kemhan di bidang pertahanan negara. Secara khusus dalam pertemuan ini Wamenhan menyampaikan kebijakan terkait modernisasi Alutsista TNI.
Hadir dalam pertemuan tersebut antara lain Pemred Metro  TV Elman Saragih, Wartawan Senior Metro TV Suryo Pratomo, dan sejumlah Pemred dari media massa. Sementara itu, turut mendampingi Wamenhan Dirjen Perencanaan Pertahanan Kemhan Marsda TNI Bongas Silaen, Kabaranahan Kemhan  Mayjen TNI R. Ediwan Prabowo, S.IP dan Kapuskom Publik Kemhan Brigjen TNI Hartind Asrin.
Lebih lanjut Wamenhan menjelaskan, beberapa pertimbangan strategis pentingnya modernisasi Alutsista TNI antara lain, pertama untuk mewujudkan kekuatan dan kemampuan Pertahanan Negara yang memiliki perbandingan daya tempur strategis baik skala teknologi militer maupun skala penangkalan.
Kedua, merupakan perimbangan kekuatan strategis suatu negara yang memiliki prasyarat kekuatan politik-ekonomi dan pertahanan militer. Ketiga, realisasi Revolution in Military Affairs (RMA) bagi suatu negara termasuk lndonesia untuk mewujudkan kekuatan minimal (MEF) sebagai instrumen negara untuk melaksanakan fungsi negara berdasarkan keputusan politik.
Wamenhan mengatakan, modernisasi Alutsista TNI diprioritaskan kepada Alutsista yang bergerak, sebagai contoh kendaraan tempur, kendaraan taktis, pesawat tempur, pesawat angkut, penangkis serangan udara, kapal diatas pemukaan dan kapal dibawah permukaan atau kapal selam.
Dalam rangka tercapainya target modernisasi Alutsista tahun 2014, maka pemerintah dalam hal ini Presiden telah membentuk membentuk High Level Committee (HLC) yang bertugas untuk mengendalikan dan mengawasi mulai dari perencanaan pembiayaan sampai dengan kegiatan pengadaan Alutsista.
HLC diketuai oleh Wamenhan dan terdiri dari pejabat Eselon I dari Bappenas, Kemkeu, Kemhan, Mabes TNI/Angkatan dan TKP3B (Tim Konsultasi Pencegahan Penyimpangan Pengadaan Barang/Jasa). TIM Konsultasi tersebut terdiri dari Irjen Kemhan, Mabes TNI, Mabes Angkatan, BPKP, LKPP, MoU Kemhan – KPK

Indonesia Pesan 5 Heli Bell 412 Baru


indonesian-aerospace.comHelikopter NBell 412
SINGAPURA, KOMPAS.com  Bell Helicopter mengumumkan telah menerima pesanan lima helikopter Bell 412 baru dari Indonesia dan kemungkinan akan ditambah dua heli lagi dalam waktu dekat. Heli tersebut akan diproduksi bersama PT Dirgantara Indonesia (PT DI) dan akan digunakan oleh beberapa lembaga Pemerintah Indonesia.
Demikian isi siaran pers Bell Helicopter, salah satu divisi Textron Inc, yang disebarluaskan dari Singapura, Jumat (2/12/2011).
"Bell Helicopter punya sejarah panjang kemitraan dengan PT DI di Indonesia. Penjualan heli-heli ini adalah bagian dari keranga kerja kolaborasi industrial yang terus berlanjut. Kami percaya kemitraan ini akan terus berkembang dan kemungkinan akan diperluas di masa depan," tutur Larry D Roberts, Wakil Presiden Senior Bisnis Komersial Bell Helicopter.
Lima Bell 412 baru itu akan diserahterimakan ke pihak PT DI pada akhir tahun ini, dan selanjutnya akan dibawa ke markas PT DI di Bandung, Jawa Barat, untuk dipasangi berbagai muatan lokal, termasuk peralatan misi khusus sesuai pesanan, sebelum diantarkan ke berbagai institusi pemesan.
Heli Bell 412 adalah salah satu produk andalan Bell Helicopter. Heli ini merupakan pengembangan dari helikopter legendaris UH-1 (Huey), yang sangat diandalkan pasukan AS dalam Perang Vietnam. Berbagai institusi di Indonesia, mulai dari perusahaan carter pesawat sampai TNI, menggunakan heli tipe ini.

Alutsista Wilayah Timur Diperkuat

JAKARTA – Kementerian Pertahanan (Kemhan) akan memfokuskan kemampuan pertahanan khusus di kawasan Indonesia timur.

Peningkatan ini berkaitan dengan rencana penambahan alat utama sistem senjata (alutsista) yang cukup banyak untuk beberapa tahun mendatang. Kepala Pusat Penerangan TNI Laksamana Muda TNI Iskandar Sitompul menyatakan, pertahanan di Indonesia bagian timur memang sedang menjadi fokus pengembangan lantaran di sana banyak terdapat wilayah perbatasan darat.

Saat ini, jelasnya, proses kajian penambahan masih terus berlangsung di tiap matra (Angkatan Darat/AD, Angkatan Laut/AL, dan Angkatan Udara/ AU) sehingga belum bisa disebutkan secara pasti lokasilokasi yang bakal menjadi tempat pengembangan kekuatan.“ Ini bukan untuk waktu dekat, tapi harapannya sebelum 2024,”tegas Iskandar di Jakarta kemarin. Tiap matra, jelasnya, akan melakukan penguatan pertahanan seperti pembentukan divisi baru serta penambahan alutsista.Di AD, misalnya, saat ini sedang dipersiapkan pembentukan satu divisi baru Kostrad, yakni Divisi Mobil Udara.

Divisi ini akan melengkapi dua divisi sebelumnya yakni Divif-1 (lintas udara) dan Divif-2 (mekanis). Kebijakan ini juga didukung dengan rencana pengadaan alutsista, di antaranya tank dan helikopter serbu. Untuk AL, sekarang ini terus dipersiapkan penambahan satu armada besar sehingga akan menjadi tiga armada, yakni barat, timur, dan tengah. Selain itu direncanakan penambahan divisi Marinir di Sorong.

Adapun alutsista TNI AL yang akan menunjang program ini di antaranya pengadaan kapal selam, kapal cepat rudal, pesawat CN-235 MPA (maritime patrol aircraft), serta helikopter antikapal selam dan kapal permukaan. Untuk TNI AU akan ada penambahan 24 unit pesawat tempur F-16 blok 25 hibah Amerika Serikat yang di-upgrade ke blok 52 serta proyek pesawat antiradar KF-X/IF-X yang menjadi pendukung pengembangan. Pesawat-pesawat tersebut sebagian di antaranya akan ditempatkan di wilayah Indonesia timur.

Wakil Menteri Pertahanan Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin menerangkan, Kemhan terus berupaya meningkatkan kemampuan pertahanan di kawasan Indonesia timur, terutama yang memiliki objek vital strategis.Beberapa ditandai dengan peningkatan radar, infrastruktur pertahanan seperti landasan terbang,dermaga,dan revitalisasi gelar pasukan AD. Dia mencontohkan, peningkatan di blok Masela yang berbatasan dengan Darwin, Australia. Blok yang kaya dengan sumber daya minyak ini memiliki sejumlah pulau terdepan seperti Selaru.

Pulau ini akan diperkuat dengan ditambah infrastruktur pertahanannya seperti dermaga. Gelar pasukan batalion TNI AD di Saumlaki juga akan diperbesar.Demikian pula dengan pos- pos TNI AL ke depan akan ditingkatkan menjadi Pangkalan AL (Lanal). Untuk mendukung penguatan Angkatan Udara, tujuh landasan udara peninggalan Perang Dunia II di Morotai juga akan ditingkatkan kualitasnya. “Ini sudah menjadi perhatian dalam strategi militer masing-masing matra,”ujarnya.

Mengenai keterkaitan penguatan pertahanan di kawasan timur ini dengan kehadiran pasukan Amerika Serikat (AS) di Darwin,Australia, Sjafrie menyatakan, hal itu bukan menjadi ancaman. Menurut dia, pasukan AS di Darwin tidak akan mendirikan pangkalan baru, melainkan prajurit AS hanya akan bergabung dalam pangkalan milik Australia.“Sebanyak 2.500 prajurit AS itu hanya bergabung dalam pangkalan milik Australia. Ini dalam rangka rotasi,” jelas Wamenhan.

Karena itu,menurut dia,bagi Indonesia keberadaan pasukan itu tidak memengaruhi strategi pertahanan. Meski demikian, dalam konteks kewaspadaan, pemerintah juga tidak akan menafikan atensi dari berbagai kalangan seperti para pakar maupun media.

SINDO

Awal 2012, Delapan Calon Awak Super Tucano A-29 Diberangkatkan ke Brazil

Pesawat EMB-314/A-29 Super Tucano (photo : Jetphotos)

Malang - Delapan penerbang TNI AU dipersiapkan untuk mengawaki pesawat latih taktis Super Tucano A-29. UNtuk itu, delapan penerbang akan diberangkatkan ke Brasil, negara pembuat pesawat itu.

"Januari 2012, delapan penerbangan kita kirim ke Brazil, sebagai persiapan menjadi instruktur Super Tucano," jelas Kolonel (penerbang) Novyanto Widadi saat berbincang dengan detiksurabaya.com via telepon, Senin (29/11/2011).

Kepala Dinas Operasi Pangkalan Udara (Lanud) TNI AU Abdulracman Saleh ini mengungkapkan, pemberangkatan delapan calon instruktur itu menyusul rencana kedatangan empat unit pesawat Super Tucano menggantikan Skuadron OV-10F Bronco yang sudah di-grounded.

"Maret 2012, empat pesawat Super Tucano datang dari Brazil kesini (Lanud Abd Saleh,red), karena itu instruktur perlu disiapkan," ungkap Novyanto.

Ia menambahkan, keberangkatan delapan penerbang itu bersamaan dengan personel lain, untuk melengkapi sumber daya manusia pesawat Super Tucano yang mendirikan skuadron sendiri. "Selain calon instruktur juga personel lain jumlahnya sekitar 80 orang, sebagai teknisi dari pesawat itu," beber Novyanto.

Sementara dari delapan penerbang itu, lanjut Novyanto, pangkalan TNI AU Avd Saleh hanya menyumbang empat penerbang. Sisanya diambilkan dari pangkalan TNI AU di seluruh Indonesia. "Dari kita hanya empat orang," sambung Novyanto.

Menurut dia, kehadiran empat pesawat pada Maret 2012 mendatang akan disusul kembali empat pesawat berikutnya setelah enam bulan kemudian.

Pengiriman bertahap itu terus dilakukan hingga pesawat genap berjumlah 16 unit. "Pengiriman bertahap setiap enam bulan, sebanyak empat pesawat," kata Novyanto.