Kamis, 20 Juni 2013

Indonesia Bangkit Paripurnakan Kejayaan Nusantara. (Bagian 1)

“Kepadamu saya berkata, Pelajarilah sejarah perjuanganmu sendiri yang sudah lampau, agar supaya tidak tergelincir dalam perjuanganmu yang akan datang. Itulah inti daripada peringatanku tadi.” Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah-never leave history-jangan sekali-kali meninggalkan sejarahmu sendiri-never, never leave your own history! Telaah kembali-petani kembali.”
Berbekal dari petuah kata kata filosof dari sang founding fathers, mari kita petani kembali negeri kita untuk kembali mengembalikan kejayaan bangsa yang telah diukir pada masanya yaitu Indonesia Jaya Sempurna. Sebuah negeri yang merupakan Replika dari salah satu tujuh langit  ini menjadi rebutan karena hidup dinegeri ini ibarat hidup dipenggalan surga. Negeri yang anti oksidannya tinggi sepanjang tahun menerima sinar matahari. Negeri yang penduduknya seperti pelayan pelayan sorga yang merupakan salah satu alasan kenapa banyak turis yang ingin kembali ke Bali disamping keindahan alamnya juga pelayan pelayan sorga disana yang dirindukan sentuhannya oleh semua insan yang pernah mengunjunginya. Sebuah negeri yang katanya Ilmuwan Santos merupakan benua atlantis yang hilang yang memerlukan penelitian sepanjang 30 tahun. Sebuah negeri yang pernah disinggahi nabi Sulaiman dan tentaranya dengan peninggalan Borobudur dan Solomon wall, sebelah timur. Bukan suatu kebetulan ada desa Sleman dan Salaman, dan saya yakin kita tertawa dengan kalimat tersebut, tetapi ketawa kita telah membunuh peradaban bangsa dan semakin kita tidak mengerti akan keberadaan dimana kita tinggal. Sebuah negeri dengan sebutan negeri SABA dan dibuka dengan pulau SABAng, Serta Wana Saba dan Wana Giri yang berarti akan menjadi tempat berkumpulnya org seluruh dunia. Sebuah negeri yang pernah diterpa banjir besar yang hancur menjadi 17.499 pulau serta menyisahkan bukti bukti akan kebenaran itu. Sebuah negeri yang diberi tanda tanda akan kesamaan kayu perahu yang dibuat oleh nabi Nuh. Kesemuanya itu akan terbuka manakala saatnya tiba dan tidak akan pernah sirna sebelum hancurnya bumi karena merupakan ayat ayat Tuhan.
Mengapa negara ini mengalami proses kemerosatan? berikut disintegrasi di semua sudut kehidupan baik di bidang politik, sosial dan budaya maupun ekonomi walaupun perekonomian kita maju namun kemiskinan masih belum sebanding dengan kekayaan alam yang ada, yang tergerus keluar dimanfaatkan bangsa lain. “Jawaban yang tepat adalah bahwasannya, karena kita telah nyeleweng nyeleweng disemua lapangan. Nyeleweng di semua bidang dari jiwa dan semangat Undang-Undang Dasar Proklamasi 17 Augustus 1945 dan Dasar Negara Pancasila. Bagi Pemimin bangsa renungkan apa jawaban dari pertanyaan ini. Pertama Bekal apa yang dipakai untuk memimpin rakyat? Kedua Asas apa yang digunakan untuk memimpin rakyat? Ketiga Tekad apa yang digunakan untuk membangun negeri ini? Bila jawaban anda hanya berbekal materi dan model model penyembah berhala maka tidak pantas untuk memimpin negeri ini kehancuran bangsa yang akan didapat, namun bila jawaban yang keluar dari hati adalah “Berbekal empat lima, darah pejuang sejati-berazas Pancasila, Sebuah tekad Hanya untuk berbakti, Maka seluruh nusantara, rakyat berjuang sehati-membangun Indonesia yang sejahtera nan abadi.”  Apabila kalimat tersebut dihujamkan kepada wakil rakyat maka Tuhan Yang Maha Kuasa akan merestui pembangunan bangsa yang pada akhirnya rakyat akan merasakan keadilan yang sebenarnya.
Tanggal 17 Agustus 1945 Negara ini di Proklamasikan. Setiap penguasa memiliki karakteristik dan style of government yang unik dan berbeda. Orde Lama yang diNakhodahi Presiden Republik Indonesia pertama, Ir. Soekarno, dengan pola pemerintahan nasionalistik-universal yang didasari oleh suasana batin penolakan imprealisme-kolonialisme telah berhasil menyatukan bangsa Indonesia dalam sebuah negara dan menciptakan keseimbangan pemerintahan yang cukup baik. Bahkan, pada saat Indonesia masih sangat ranum tersebut, Bung Karno dengan gemilang merebut dan mempertahankan Irian Barat berintegrasi ke dalam negara kesatuan Republik Indonesia. Jika jalan sejarah tidak berubah yang dipicu oleh tragedi politik berdarah di tahun 1965, beberapa bagian wilayah lainnya di seputaran Nusantara, seperti Serawak di utara Kalimantan, Timor-Timur, bahkan Papua Nugini dan Semenanjung Malaysia dapat ditaklukan untuk diintegrasikan kedalam wilayah Indonesia dan menjadikannya bagian integral bangsa Indonesia oleh penguasa saat itu. Walaupun pada masa itu rong rongan dari dalam juga tak kunjung reda. Orde Baru yang Pandegani oleh Jenderal Soeharto yang kemudian menjadi Presiden Republik Indonesia kedua, muncul dengan semangat barunya: “Bertekad melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen”. Kalimat sakti mandraguna tersebut telah berhasil menyihir seluruh lapisan masyarakat yang rindu dengan pemerintahan yang benar-benar berdasarkan konstitusi dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila tidak hanya dalam kehidupan bermasyarkat tetapi juga dalam sistim pemerintahan negara. Untuk mengatasi berbagai kendala pergolakan khususnya yang bernuansa disitengrasi, Jenderal Soeharto lebih mengedepankan gaya militer-otoriteristik melalui berbagai strategi yang disesuaikan dengan kondisi lapangan.
Empat belas tahun bergulir Reformasi telah muncul silih berganti 4 presiden di republik ini, Baharuddin Jusuf Habibi, Abdul Rahman Wahid, Megawati Soekarnoputra, dan Susilo Bambang Yudhonono. Lantas apa yang terjadi ? lepasnya Provinsi Ke-27 Timor Timur dan berpindahnya dua pulau, Sipadan dan Ligitan ke wilayah kekuasaan negara Malaysia, Moralitas bangsa menurun dengan ditandainya tontonan televisi yang menyiarkan hampir tiap hari korupsi uang negara oleh pejabat pemerintahan tak luput juga korupsi pengadaan alquran, korupsi impor daging sapi yang hanya menampilalkan perbuatan perbuatan yang seharusnya tidak dilakukan, dapat dijadikan cerminan awal lemahnya kepemiminan nasional Indonesia di era ini. Masih banyak kisah pilu lainnya yang mendera bangsa ini. Pemandangan penggusuran paksa, konflik-konflik bernuansa SARA, tawuran antar desa, antar sekolah, antar kampus, antar komunitas hingga ke persoalan separitisme Organisasi Papua Merdeka yang kondisinya sekarang memprihatinkan, dimana baik Australia maupun Inggris adalah negara besar sudah mengakui dan memberikan peluang kepada OPM untuk memperjuangkan agar lepas dari NKRI, Republik Maluku Selatan, dan lain-lain. Di lain waktu kita juga disuguhi informasi tentang hingar-bingarnya pola hidup hedonis-materialistis dari sebagian masyarakat di tataran elit yang lebih beruntung nasibnya secara materil dari kebanyakan rakyat di negara ini. Belum lagi jika kita lihat secara vulgar strategi berpolitik para elit politik bangsa yang hampir seluruhnya menerapkan pola politik uang, sebuah kehidupan politik yang oleh sebagian pihak menyebutnya sebagai sistem penerapan demokrasi yang tidak manusiawi. Negeri ini sedang mengalami kerapuhan di segala bidang tidak hanya karena bencana dan terpaan alam yang telah tidak bersahabat dengan kita tetapi negeri ini telah rapuh dengan rayap rayap berdasi dan tikus tikus besenjata yang menjurus kepada perpecahan dan disintegrasi bangsa.
Makna Dari Setiap Pemerintahan
Penyebab utama kita belum mampu untuk bangkit kembali adalah melunturnya perjuangan serta menurunnya etika dan moralitas dari sebagian pimpinan – pimpinan gerakan reformasi serta tokoh tokoh elit politiknya, dimana seharusnya mereka semua menjadi soko guru dan panutan atau suri tauladan bagi masyarakat.Incontrary yang terjadi adalah rendahnya rasa kebersamaan, rendahnya wawasan kebangsaan dan kepedulian terhadap program reformasi dari seluruh lapisan masyarakat. Perkembangan Demokrasi dinegeri ini makin kabur, mana yang digunakan demokrasi dinegeri ini Liberalkah ataukah Pancasila ? Bila Demokrasi yang kita anut adalah Demokrasi Pancasila :
  1. Sudah terwujudkah toleransi antar umat beragama? Sudah mampukah antar umat beragama saling gotong royong? Sudah kah padam konflik konflik antar umat beragama?
  2. Sudah kah kita menghormati kehidupan antar sesama as human being? Iri dengki tamak dan serakah telah hinggap dalam nuansa kehidupan keluarga, masyarakat bahkan dalam lingkup bernegara.
  3. Sudah kah kita mewujudkan persatuan bangsa dimulai dari lingkungan terdekat kita? Sudahkah kita mengutamakan rasa kebersamaan tanpa melihat kelompok atau golongan apalagi kepentingan pribadi?
  4. Sudah kah kita mengutamakan musyawarah dalam mengambil suatu keputusan? Baik di lingkup organisasi kecil dimasyarakat sampai dengan organisasi besar.
  5. Sudah kah seluruh rakyat merasakan keadilan dan kemakmuran? Yaaaa dalam setiap hal, rasanya adil saja tidak apalagi makmur.
Maka tidak pantas kalau dinamakan Demokrasi Pancasila apabila sebagian kecil pertanyaan diatas belum teraplikasikan dinegeri ini dan itu adalah pertanyaan orang bodoh yang belum mengenyam nikmatnya kursi kekuasaan. Kenapa ini terjadi dan belum terarah secara baik dan aspirasi rakyat keseluruhan belum terpenuhi, dan tetap merupakan idaman, supremasi hukum jauh dari kenyataan yang seakan akan rakyat sudah mengerti akan dibawah kemana sebuah panggung sandiwara hukum yang melibatkan tokoh maupun elit politik, begitu pula dengan mendasarnya budaya korupsi, kolusi dan nepotisme baik di pemerintahan pusat maupun di daerah. Belum lagi kekuasaan atau Jabatan yang digunakan untuk menginjak injak rakyat yang bukan padanannya. Distorsi distorsi konseptual politik, didalam prioritas prioritas penanggulangannya, dan kurang ketegasan serta kemantapan dari tampuk pimpinan penyelenggara pemerintahan yang mengakibatkan kaburnya arah pelaksanaan program reformasi, sehingga berkelanjutannya krisis multidimensional hampir diseluruh aspek kehidupan dan kondisi masyarakat. Ya memang kondisi perekonomian merangkak naik namun moralitas kehidupan berbangsa makin tergerus kearah Paranoid Government. “Sebagai upaya untuk melanjutkan arah pembangunan sesuai dengan rel yang diharapkan oleh bangsa ini diperlukan rumusan strategi pelaksanaan rekonstruksi nasional yang lebih mantap, komprehensif dan berasional pragmatis guna mengatasi secara tuntas seluruh hambatan yang ada.”
Era SOEKARNO. Hendaknya kita berterima kasih yang mewariskan kita sebuah gagasan dan hati nuarani yang murni melalui pemikiran yang jernih pula dalam bentuk sebuah konsep pertahanan dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Bekal pijakan kita sebagai dasar membangun bangsa yang besar dan kuat yang memiliki cita cita mewujudkan masyarakat adil dan makmur sebagai cita-cita bangsa yang berlandaskan pancasila dan UUD 45.
Era SOEHARTO. Hendaknya kita berterima kasih yang mewariskan kita kengan-kenangan dengan konsep pertahanan dan kesejahteraan yang semu, bekal pengalaman yang historis dengan membangun besar besaran dan kekuatan angkatan bersenjata yang juga dikagumi dikawasan namun semua itu tragis manakala masih terlihat terbelenggu  dimana kita melihat diakhirnya hanya untuk kepentingan perorangan dan kelompok.
Era REFORMASI. Hendaknya kita berterima kasih yang telah menyadarkan kita betapa pentingnya Visi dan Misi yang Konkrit yang mengarahkan kita kepada konsep pertahanan kearah relnya yang seharusnya dijalankan secara konsisten dan konsekuen. Kekaburan ini akan berakibat fatal bagi pemerintah dan rakyat indonesia yang akan berpengaruh kepada perkembangan lingkungan strategis Nasional, Regional maupun dalam kancah dunia Internasional.
Era BARU.  Berdasarkan pengalaman sejarah yang telah dilewati oleh bangsa ini membuktikan bahwa persatuan dan kesatuan tidak dapat dibangun dengan menggantungkan semata mata kepada kebesaran atau kharisma seorang tokoh ataupun seorang pemimpin, konsep – konsep abstrak para elit politik ataupun didasarkan pada paksaan yang bersifat fisik.
Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan salah satu fondasi negara ini belum sepenuhnya dihayati dan diimplementasikan oleh pemerintahan kita dalam menjalankan roda menuju cita cita bangsa yang diharapkan. Kita lihat pada era Presiden Soekarno yang telah merubah UUD 1945 namun pada akhirnya Presiden melaksanakan dekrit untuk kembali ke UUD 45, era Presiden Soeharto UUD 1945 mampu bertengger selama 30 tahun tanpa amandemen, namun era reformasi telah mengalami amandemen sampai dengan 4 kali terbukti keadaan negara belum pulih sepenuhnya seperti yg diamanatkan oleh undang undang tersebut. Sadarkah bahwa merubah fondasi maka rumah akan mengalami keguncangan? Dan perubahan tersebut hanya melancarkan ambisi kelompok yang jauh dari kehendak rakyat. Hendaknya kedepan diperlukan suatu kebijakan “Terwujudnya Generasi Baru Indonesia yang memiliki tekad untuk membangun Nusantara melalui peningkatan Justice, Prosperity, Stability, dan Goodwill guna melaksanakan kebijakan penyelenggaraan negara yang memiliki unsur unsur similarity, proximity, continuity dan commensurability dalam rangka mewujudkan masyarakat antokratis yang adil, yang sejahtera, yang tenteram dan yang rukun.” Krisis multidimensi ini tetap berkelanjutan walaupun segala upaya telah diterapkan sampai dengan hasrat sebagian manusia ingin merebut kekuasan dengan tujuan pribadi maupun golongan. Penyebab hambatan yang terbesar ada pada unsur persepsi kolektif, yakni rasa dendam nasional, serta ketidaksabaran, bersamaan dengan tindakan tindakan penyelenggara negara yang kurang mantap, yang terpengaruh oleh aturan permainan lama. Demikian pula media didalam kebebasan baru yang dinikmati, kurang prihatin terhadap nasib bangsa. Mereka lebih condong ke uji tahan batas kebebasan yang seharusnya menjadi mata, telinga dan mulut rakyat dalam memperjuangkan hak kedaulatan rakyat sebagai bentuk “Dwifungsi baru yakni Rakyat dan Media.”
GBHN merupakan jalur yang paling tepat untuk menerapkan visi dan misi, mewujudkan generasi Indonesia Baru sebagai bagian dari kehendak rakyat dimana secara konstitusi harus dilaksanakan secara konsisten dan berkelanjutan didalam program pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan yang dapat diminta pertanggung jawabkan sesuai dengan naskah asli UUD 1945 pasal 3. Nah apa yang terjadi seandainya negara tidak memiliki GBHN? Maka setiap pergantian pemimpin hanya akan memulai dan memulai, akankah kita hanya akan memulai lagi pada 2014 yang akan datang, ataukah kita harus berbenah? Ingatlah leluhur bangsa ini tidak tinggal diam dialam sana, menggantungkan kepada kita sebagai penerus nya dengan harapan bisa merubah ke arah yang lebih baik. Republik ini di dirikan  dengan tetesan darah dan air mata, balas lah darah dan air mata mereka dengan pengabdian yang tulus agar ibu pertiwi tidak lagi menangis. Janganlah bumi penggalan surga ini di nodain dengan jiwa jiwa tikus dan babi yang bisa merusak Bumi Nusantara.
Kunci Penjabaran Kebijakan
Antokratisme dalam kebijakan yang diambil bukan hanya mengakomodasikan pluralitas masyarakat, namun pluralitas politik yang dapat diformulasikan kedalam demokrasi yang antokratik, merupakan metode keputusan bukan atas dasar suara mayoritas, melainkan atas nilai nilai murni kemanusiaan, yang berlaku dan memiliki prioritas diatas politik, bahkan jika nilai ini belum terekpresikan secara khusus dengan seharusnya diundang undangkan.
Strategi 1: Peningkatan kembali nilai nilai murni dibidang pengamalan ajaran agama maupun falsafah bangsa dan negara Pancasila serta adat budaya leluhur, terutama dikalangan generasi muda dengan berlandaskan etika dan moralitas yang kuat, menjadi lahan subur untuk berkembang menjadi generasi bermakhluk mulia, berjiwa negarawan serta berwawasan global sebagai dasar modal manusia Indonesia baru dalam mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia.
Strategi 2: Penyempurnaan disegenap aparatur negara, termasuk TNI/Polri dan lembaga lembaga pemerintahan baik pusat maupun di daerah, sistem peradilan hukum, pertahanan dan pendidikan, serta ekonomi kemandirian dan sistem pembangunan nasional, yang secara keseluruhan disesuaikan dengan pelaksanaan otonomi daerah, merupakan upaya fundamental terciptanya pemerintahan yang bersih, sebagai dasar modal kelembagaan negara, memanifestasikan dinamika bangsa Indonesia.
Strategi 3: Penegakkan kedaulatan rakyat dan supremasi hukum, sebagai dasar jaminan kehidupan dinamis budaya demokrasi, di dalam pemberdayaan masyarakat majemuk, yang merupakan kepribadian bangsa Indonesia didasari perasamaan hak dan persatuan, terkandung unsur keragaman, kesetaraan dan kebersamaan, sebagai dasar modal sosial didalam masyarakat Nusantara yang adil, sejahtera, tenteram dan rukun.
Kehidupan bangsa yang sejahtera tidak berarti semuanya sama dalam artian sama rata “mangan gak mangan asal kumpul”  bukan pula berarti tidak ada yang melarat dan kere, dinegara majupun masih banyak yang melarat dan kere, namun bagaimana negara memperhatikan mereka, menjaga mereka. Memberikan jaminan sosial, yang pengangguranpun diperhatikan oleh negara kesimpulannya negara memperlakukan rakyatnya sebagai manusia. Nyawa dinegeri ini ibarat nyawa yang tidak memiliki arti hampir tiap hari kematian yang tidak wajar yang seharusnya cepat tanggap untuk cepat dibela namun kenyataannya?…..
Negeri ini berulang kali saya sebut sebagai penggalan surga dan yang kita punya bahkan melebihi dari negara yang sudah maju. Kenapa kita belum bisa mewujudkannya? “Memimpin dan mengelola Indonesia itu tidak mudah, namun tidak juga sulit.” Diperlukan tahapan yang tepat dalam mencapai era Baru seperti diatas dengan diawali rekontruksi nasional, inilah yang disebut dengan Paradigma Natanegara, menata kembali bangsa dan negara. Kemudian suatu tahapan untuk pembinaan disetiap lini dan sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, tahapan ini dinamakan Paradigma Binanegara. Tahapan selanjutnya Paradigma Binanegara yang bermakna….. waktu subuh 18 Juni 2013 04:49 (menunggu perkembangan sampai akhir 2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar