Angkatan Laut Indonesia ke depan perlu merancang suatu misi diplomatik yang bersifat rutin ke dua jurusan sekaligus, yaitu Samudera India dan Samudera Pasifik. Bentuknya bukan sekedar menyebarkan kapal latih KRI Dewaruci, tetapi kapal kombatan yang kredibel. Misi diplomatik yang bersifat rutin tersebut artinya minimal dilaksanakan sekali dalam setahun, namun alangkah lebih indah lagi bila penyebarannya dua kali dalam setahun. Bahkan akan tampak indah pula bila penyebarannya dilakukan secara simultan pada waktu yang sama.
Jadi ketika ada kapal perang Indonesia yang melaksanakan misi diplomatik ke negara-negara di Samudera India, pada tempo yang sama terdapat pula kapal perang negeri ini yang melaksanakan misi serupa ke negara-negara di kawasan Samudera Pasifik. Katakanlah suatu misi berlangsung 3 minggu mengunjungi dua atau tiga negara di setiap kawasan. Untuk kawasan Samudera India, negara yang dikunjungi misalnya Srilanka, India, Bangladesh, Pakistan, Maladewa dan lain-lain, sedangkan di kawasan Samudera Pasifik adalah negara-negara di Asia Timur hingga ke pantai timur benua Amerika (Amerika Serikat dan Kanada), pula Australia, Selandia Baru dan negara-negara kecil di Pasifik Selatan dan Pasifik Barat Daya.
Dalam misi diplomatik tersebut, kegiatan yang dilaksanakan di antaranya adalah latihan Angkatan Laut, selain kegiatan-kegiatan lain yang mengambil tempat di pantai dan daratan. Bisa saja misi itu disatukan dengan kegiatan Navy to Navy Talk, khususnya ketika negara mitra Angkatan Laut Indonesia mendapat giliran untuk menjadi tuan rumah. Salah satu tujuan dari misi diplomatik rutin ini adalah memamerkan kesiapan Angkatan Laut Indonesia untuk melaksanakan misi-misi seberang lautan.
Guna melaksanakan misi ini, tentu saja harus diatur sedemikian rupa khususnya menyangkut anggaran rutin. Soal anggaran ini bisa diatur apabila mampu diberikan alasan yang memadai dalam rapat penyusunan anggaran di tingkat Mabes TNI maupun Departemen Pertahanan. Bahkan apabila ada kontinjensi di kawasan Samudera India dan atau Samudera Pasifik yang terkait langsung dengan kepentingan Indonesia (sepertinya dalam kasus pembajakan kapal MV Sinar Kudus 16 Maret 2011 di perairan dekat Somalia), anggaran yang disediakan bagi misi diplomatik rutin itu bisa "dibelokkan" untuk mendukung misi menghadapi kontinjensi itu. "Pembelokkan" anggaran sepanjang dilaksanakan secara transparan dengan tujuan yang sangat jelas dan dibicarakan dengan pihak terkait khususnya Departemen Keuangan sebenarnya sah saja.
Pelaksanaan misi diplomatik secara rutin akan terlaksana pula apabila senantiasa ada unsur kapal perang kombatan yang siap untuk itu. Penyiapan unsur tersebut sepanjang sudah ada anggaran yang jelas sebenarnya tidak susah. Apalagi kalau tingkat kesiapan unsur kapal perang telah meningkat seiring peningkatan dukungan anggaran pemeliharaan dalam APBN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar