“Semua urusan untuk perang untuk memenangkan kehidupan adalah suatu upaya untuk menemukan jawaban apa yang anda tidak tahu dari apapun yang anda lakukan”.
– The Duke of Wellington –
– The Duke of Wellington –
Abstrak
Sejak awal ketururunan manusia anak cucu Adam hidup menjadi khalifah di muka bumi perang sudah menjadi sebuah dinamika kehidupan yang tidak dapat dihindari. Sebuah interaksi sosial tanpa kontak yang disebut dengan persaingan atau kompetisi telah membawa kebutuhan hubungan sosial tersebut menjadi sebuah interaksi dengan kontak nyata yang bernama konflik baik dalam berbagai bidang biologi, psikologi, ekonomi dan politik. Biologis manusia yang mendasari kebutuhan akan “isi perut” mendorong naluri manusia untuk memperebutkan kepentingan yang bagus menurut sisinya saja; Dari segi psikologi menjelaskan bahwa manusia sebagai makhluk yang senantiasa berfikir dan menciptakan ide untuk mencapai sebuah kemajuan sehingga menciptakan alat untuk mencapai sesuatu yang ditargetkan; Sedangkan jika dihubungkan antara kedua sebab tersebut maka menjadi kewajaran ketika manusia pun selalu bertikai dalam hal ekonomi yang juga berujung kepada “isi perut” sehingga muncullah teori-teori konspirasi sebagai unsur penguat dalam manusia berpolitik untuk memenangkan kepentingannya. Pada zaman global ini proses dari empat unsur utama terjadinya perang semakin berkembang dengan korelasi antara kompetisi dan konflik tersebut di atas sehingga masyarakat modern lebih memilih untuk tidak menggunakan otot dalam persaingan melainkan dengan menggunakan intelijensia sebagai alat untuk memenangkan peperangan.
Ancaman Pertahanan Negara
Sudah menjadi sebuah kepastian di dalam dunia milliter bahwa peran intelijen dalam suatu pertahanan Negara adalah termasuk komponen kritis dalam rangka membantu pimpinan untuk memutuskan suatu perintah dan tindakan dalam operasi militer dimana sangat dibutuhkan kehati-hatian serta kewaspadaan tinggi untuk menuju tercapainya tujuan dari sebuah misi. Berikut adalah beberapa tantangan dan ancaman yang lazim akan Indonesia hadapi diparuh awal abad ke 21 ini dan peran intelijen sangat besar untuk menghadapinya, antara lain:
1 Terorisme.
Adalah sebuah tindakan melanggar hukum baik dengan maupun tanpa menggunakan senjata untuk menyakiti atau melukai dengan sengaja suatu individu, kelompok dan properti dalam upaya mengintimidasi pemerintahan yang sah; untuk kepentingan politik; agama; dan tujuan dari suatu upaya untuk merubah suatu ideologi dalam suatu Negara.
2 Negara Musuh.
Indonesia sebagai Negara berpolitik bebas aktif dan menganut prinsip “zero enemy”, akan tetapi secara intelijen dimanapun ada suatu upaya dari Negara lain untuk melanggar hukum-hukum nasional maupun internasional Indonesia baik dalam bentuk pencurian sumber daya alam nasional; pelanggaran perbatasan darat, laut dan udara; dan segala macam bentuk penghinaan terhadap lambang-lambang NKRI maka dapat dikategorikan sebagai “dicurigai” sebagai musuh NKRI.
3 The Failing State.
Dalam era global diabad 21 ini dapat dirasakan bahwa “si miskin semakin menderita dan si kaya akan semakin kaya”. Suatu Negara yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan kondisi global dalam hal perekonomian dan stabilitas pertahanannya adalah bentuk dari “the failing state”. Kondisi global menyebabkan Negara tersebut menderita kemiskinan; kelaparan; kurangnya kualitas kesehatan; rendahnya level pendidikan dan lunturnya budaya bangsa sebagai jati diri nasional negara tersebut.
4 Hybrid Threats.
Hybrid threats adalah suatu ancaman yang muncul bersamaan antara ancaman konvensional dan asimetris. Konflik dapat dalam bentuk kejahatan trans-nasional; terorisme; insurgensi; penyelundupan narkoba dan manusia.
Faktor Yang Mempengaruhi Intelijen
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses intelijen dalam suatu operasi intelijen modern dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian, antara lain:
Sejak awal ketururunan manusia anak cucu Adam hidup menjadi khalifah di muka bumi perang sudah menjadi sebuah dinamika kehidupan yang tidak dapat dihindari. Sebuah interaksi sosial tanpa kontak yang disebut dengan persaingan atau kompetisi telah membawa kebutuhan hubungan sosial tersebut menjadi sebuah interaksi dengan kontak nyata yang bernama konflik baik dalam berbagai bidang biologi, psikologi, ekonomi dan politik. Biologis manusia yang mendasari kebutuhan akan “isi perut” mendorong naluri manusia untuk memperebutkan kepentingan yang bagus menurut sisinya saja; Dari segi psikologi menjelaskan bahwa manusia sebagai makhluk yang senantiasa berfikir dan menciptakan ide untuk mencapai sebuah kemajuan sehingga menciptakan alat untuk mencapai sesuatu yang ditargetkan; Sedangkan jika dihubungkan antara kedua sebab tersebut maka menjadi kewajaran ketika manusia pun selalu bertikai dalam hal ekonomi yang juga berujung kepada “isi perut” sehingga muncullah teori-teori konspirasi sebagai unsur penguat dalam manusia berpolitik untuk memenangkan kepentingannya. Pada zaman global ini proses dari empat unsur utama terjadinya perang semakin berkembang dengan korelasi antara kompetisi dan konflik tersebut di atas sehingga masyarakat modern lebih memilih untuk tidak menggunakan otot dalam persaingan melainkan dengan menggunakan intelijensia sebagai alat untuk memenangkan peperangan.
Ancaman Pertahanan Negara
Sudah menjadi sebuah kepastian di dalam dunia milliter bahwa peran intelijen dalam suatu pertahanan Negara adalah termasuk komponen kritis dalam rangka membantu pimpinan untuk memutuskan suatu perintah dan tindakan dalam operasi militer dimana sangat dibutuhkan kehati-hatian serta kewaspadaan tinggi untuk menuju tercapainya tujuan dari sebuah misi. Berikut adalah beberapa tantangan dan ancaman yang lazim akan Indonesia hadapi diparuh awal abad ke 21 ini dan peran intelijen sangat besar untuk menghadapinya, antara lain:
1 Terorisme.
Adalah sebuah tindakan melanggar hukum baik dengan maupun tanpa menggunakan senjata untuk menyakiti atau melukai dengan sengaja suatu individu, kelompok dan properti dalam upaya mengintimidasi pemerintahan yang sah; untuk kepentingan politik; agama; dan tujuan dari suatu upaya untuk merubah suatu ideologi dalam suatu Negara.
2 Negara Musuh.
Indonesia sebagai Negara berpolitik bebas aktif dan menganut prinsip “zero enemy”, akan tetapi secara intelijen dimanapun ada suatu upaya dari Negara lain untuk melanggar hukum-hukum nasional maupun internasional Indonesia baik dalam bentuk pencurian sumber daya alam nasional; pelanggaran perbatasan darat, laut dan udara; dan segala macam bentuk penghinaan terhadap lambang-lambang NKRI maka dapat dikategorikan sebagai “dicurigai” sebagai musuh NKRI.
3 The Failing State.
Dalam era global diabad 21 ini dapat dirasakan bahwa “si miskin semakin menderita dan si kaya akan semakin kaya”. Suatu Negara yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan kondisi global dalam hal perekonomian dan stabilitas pertahanannya adalah bentuk dari “the failing state”. Kondisi global menyebabkan Negara tersebut menderita kemiskinan; kelaparan; kurangnya kualitas kesehatan; rendahnya level pendidikan dan lunturnya budaya bangsa sebagai jati diri nasional negara tersebut.
4 Hybrid Threats.
Hybrid threats adalah suatu ancaman yang muncul bersamaan antara ancaman konvensional dan asimetris. Konflik dapat dalam bentuk kejahatan trans-nasional; terorisme; insurgensi; penyelundupan narkoba dan manusia.
Faktor Yang Mempengaruhi Intelijen
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses intelijen dalam suatu operasi intelijen modern dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian, antara lain:
- Manusia yang pada dasarnya selalu ingin hidup enak sehingga kondisi alam di medan sasaran yang sangat jauh berbeda dengan kondisi personel intelijen tersebut biasa tinggal sedikit banyaknya akan mempengaruhi mental personel dalam melaksanakan tugasnya.
- Tidak lengkapnya infrastruktur menyebabkan seorang personel intelijen harus sedikit survive apalagi jika dihadapi oleh ancaman cyberspace yang menuntut personel intelijen untuk juga memiliki fasilitascyberspace. Padahal di dalam medan sasaran belum tentu infrastruktur untuk cyberspace terpenuhi dengan baik.
- Kerahasiaan berita terkadang menjadi dilema ketika sponsor intelijen menuntut data akurat dan cepat akan tetapi sarana untuk menyampaikan berita yang aman tidak memenuhi syarat kerahasiaan yang baik, sehingga adanya kemungkinan kebocoran kerahasiaan masih dapat dikatakan sebagai salah satu faktor yang sangat mempengaruhi intelijen.
- Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2011 Intelijen Negara yang telah ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Nopember 2011 secara langsung sangat meningkatkan moril para personel intelijen walaupun mungkin perlu adanya peningkatan yang signifikan dalam hal perlindungan terhadap personel intelijen dalam melaksanakan proses intelijen. Menang benar, traumatic sejarah orde baru yang demikian membuat beberapa bagian maupun kelompok “gamang” dan “takut” dengan proses intelijen, namun sesungguhnya justru Undang-Undang yang sering mendapatkan protes dari beberapa LSM ataupun organisasi pemerhati HAM beberapa kali mengajukan penijauan kembali kepada Mahkmah Konstitusi adalah Undang-Undang yang tidak perlu dikhawatirkan karena justru dengan adanya Undang-Undang tersebut akan memperjelas tujuan sebagai koridor atau rambu-rambu bagi personel intelijen yang akan menjalankan tugas dan fungsinya. UU Intelijen Negara akan mampu menjamin Penyelenggaraan Intelijen yang lebih bertanggung jawab, karena Personel Intelijen dalam menjalankan tugasnya akan terikat pada berbagai rambu yang sudah ada, khususnya asas dan kode etik (http://www.bin.go.id/uu_intelijen)
Membentuk Jaringan Intelijen
Semakin kompleks kebutuhan dalam proses pengumpulan keterangan untuk data intelijen maka semakin besar pula kebutuhan dan keharusan untuk membentuk jaringan-jaringan intelijen itu sendiri. Riset-riset tenaga ahli dalam bidang teknologi dapat pula dimanfaatkan untuk suatu operasi intelijen modern, antara lain:
- Dengan adanya teknologi canggih berbasis broadband networking maupun satelit militer yang terintegrasi dengan unmanned aerial vehicles akan sangat mempermudah proses intelijen dapat dilakukan hingga data-data yang dibutuhkan pun dapat dalam waktu singkat diterima pusat komando dan kendali dalam suatu operasi militer.
- Jaringan intelijen yang dinamis dan fleksibel dapat dengan mudah beradaptasi dan memainkan situasi pun sangat dibutuhkan dalam upaya memenuhi pengumpulan keterangan yang akan digunakan sebagai data dan proses intelijen, sebagai contoh adalah: Ahli sosial/antropologi yang bisa menyediakan informasi tentang dinamika dan karakter masyarakat setempat di dalam suatu operasi militer sehingga dalam membangun jaringan intelijen akan lebih mulus jalannya; Ahli sejarah, dimana seorang yang sangat memahami sejarah sebagai latar belakang dan permasalahan-permasalahan masyarakat di dalam medan sasaran diharapkan dapat membantu dalam hal membuka jaringan maupun upaya pengumpulan keterangan.
- Intelijen Bagaikan Orkestra. Bagaikan orchestra atau pagelaran musik dimana setiap komponen musik tersebut berirama bersama-sama dan kemudian akan menjadi suatu harmoni yang nikmat untuk didengar.
Trauma masa lalu yang begitu menggoreskan tinta merah dalam sejarah Indonesia. Dimana semua “takut” dengan proses yang dilakukan oleh intelijen. Namun, itu dalam pengertian yang sempit saja. Kalau kita mau sadari dalam arti yang luas sejujurnya justru intelijen adalah kawan baik atau sahabat rakyat sebagai satu-satunya kekuatan yang tetap bergerak tanpa pujian walau dalam kegemilangan dan dicaci maki dalam kegagalannya. Memang, dibutuhkan sebuah komitmen dan kesadaran yang sangat mendalam dengan jati diri untuk bisa menjadi ideal, akan tetapi dengan kondisi saat ini yang sarat dengan kompleksitas kekuatan intelijenlah yang tetap berputar roda giginya sehingga stabilitas nasional tetap bisa dipertahankan dengan segala macam dinamikanya. Semangat dan etos kerja menyatu dalam intelijen. “How can we work together rather than articulating the obstacle in working together”.
“Dengan intelijen kita kan mendapatkan informasi tentang musuh dan negaranya – dasarnya tidak rumit, hanya untuk perencanaan dan pelaksanaan operasi.”
-Clausewits-
-Clausewits-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar