Masih segar di pikiran kita tentang ribut-ribut akuisisi pesawat tempur F-16 eks Air National Guard oleh TNI-AU yang menuai pro dan kontra. Sudah banyak analisis dan komentar yang dilontarkan oleh para ahli dan “ahli”, baik yang membangun sampai yang tidak masuk akal dan tak berdasar. Akan tetapi banyak sisi lain dari pengadaan F-16 ini yang menarik untuk dicermati. Salah satunya adalah dari press release yang dikeluarkan oleh Defense Security Cooperation Agency[1], suatu badan di bawah Dephan AS yang menangani kerjasama militer dengan negara lain, termasuk di dalamnya Foreign Military Sales, setelah menyampaikan notifikasi kepada Kongres AS perihal transfer F-16 ini yang di antaranya adalah avionics upgrade yang akan diterima dan opsi pembelian targeting pod. Salah satu item yang disebut-sebut dalam avionics upgrade adalah pemasangan teknologi datalink, yang masih tergolong baru untuk TNI-AU (untuk tidak mengatakan ‘asing’ sama sekali karena armada Flanker yang dioperasikan Skadron Udara 11 sebenarnya sudah dilengkapi teknologi serupa yang lebih dikenal dengan nama ‘telecode’).
Apa yang menarik dari hal ini? Salah satu yang terpenting adalah munculnya paradigma baru di TNI AU tentang peperangan udara modern, yakni bahwa di sebuah palagan perang udara, bakat (aptitude) dan profisiensi pilot untuk menemukan dan menghancurkan sasaran baik udara maupun permukaan sebelum lawan menemukan dan menghancurkan pesawatnya terlebih dahulu bukanlah satu-satunya faktor penentu kemenangan. Dalam konsep ‘Perang/Operasi Berbasis Jaringan’ (Network Centric Warfare atau Network Centric Operations[2] atau Network Enabled Operations) yang dipelopori oleh Dephan AS dalam doktrin pertahanannya pada dekade 90an, kesuksesan sebuah misi atau dalam skala besar kemenangan dalam sebuah peperangan berdasarkan pada prinsip:
Jaringan data ini yang menjadi fokus dalam pengembangan teknologi, sehingga informasi strategis tidak hanya dipertukarkan melalui komunikasi suara yang tentu saja sangat terpengaruh oleh interpretasi baik oleh pengirim informasi maupun penerima informasi. Selain itu jaringan komunikasi suara memiliki keterbatasan dalam jumlah peserta, yang tidak ditemui dalam komunikasi data di mana informasi dapat disebarkan secarabroadcast namun aman dari penyadapan musuh. Inilah yang disebut dengan datalink yang akan kita bahas lebih lanjut.
Dengan adanya datalink, pesawat bisa melihat posisi musuh tanpa perlu menghidupkan radar jika ada pesawat kawan di sekitar area yang menghidupkan radar. Konsep datalink juga digunakan dalam medan perang udara melalui pesawat Early Warning & Control (AEW&C), yang akan memandu dan memberi data pada pesawat tempur (fighter) di garis depan tanpa harus menghidupkan radarnya sendiri. Hal ini memberikan beberapa keunggulan karena jangkauan radar pesawat AEW&C bisa melebihi 300km (lebih jauh dari radar pesawat tempur), serta ketinggiannya yang memungkinkan cakupan palagan secara lebih komprehensif. Dengan keunggulan ini maka fighter bisa mendeteksi sasaran udara lebih awal. Selain itu, deaktivasi emisi gelombang elektromagnetik radar akan mengurangi resiko terdeteksi oleh electronic support measurement(ESM) lawan. Dari sisi strategis tidak menghidupkan radar juga akan menyembunyikan profil radar dariadvanced ESM seperti ALR-2001 Odyssey yang dipasang pada P-3 Orion dan Boeing-737 Wedgetail Australia yang mampu mengidentifikasi (fingerprinting) radar secara individu, dalam detail yang lengkap hingga serial number radar (jika sudah ada di database)[3].
Datalink sendiri selain bisa digunakan antar pesawat bisa juga digunakan untuk berbagi data antara pesawat dengan kapal atau pesawat dengan stasiun darat. Datalink antara pesawat dengan kapal bisa sangat menguntungkan karena akan meningkatkan efektifitas peperangan permukaan yang dimiliki kapal laut. Dengan adanya datalink antara wahana udara dan kapal laut, maka keterbatasan radar kapal terhadap horizon bumi untuk sasaran permukaan bisa diatasi, sehingga kapal yang biasanya hanya bisa mendeteksi sasaran permukaan pada orde puluhan kilometer bisa ‘melihat’ sasaran sampai ratusan km yang terbentang dibalik horizon[4]. Integrasi kapal-pesawat udara bisa memaksimalkan efektifitas rudal anti kapal karena pesawat bisa memberikan data over the horizon targetting (OTHT) sehingga posisi lawan pada jarak ratusan km bisa dideteksi lebih dini tanpa terbatas pada horizon radar kapal. Koneksi pesawat dan stasiun darat akan memudahkan pemantauan jalannya misi udara, pengambilan keputusan, dan analisis situasi sehingga komando dan kendali (kodal) dapat berjalan dengan lancar, tidak seperti pada komunikasi suara yang terbatas karena tergantung interpretasi pilot. Pada saat terjadi pertempuran, datalink akan sangat membantu karena pilot tidak perlu sibuk melaporkan situational awareness dan bisa berkonsentrasi ke pertempuran karena Puskodal bisa melihat apa yang dilihat pilot dan bisa memantau kondisi pesawat secara real time. Selain itu komunikasi data langsung antara pesawat dan pasukan darat baik dengan FAC(G) maupun dengan ranpur yang terkoneksi dalam jaringan datalink. Mekanisme ini dipraktekkan oleh US Air Force Reserve dan Air National Guard dengan US Army dan US Marine Corps dalam palagan operasi Iraqi Freedom dan Enduring Freedom. Poin terakhir inilah yang akan kita bahas lebih lanjut.
Enhanced Position Location Reporting System (EPLRS)
Sejarah penggunaan EPLRS dimulai dari sebuah proyek US Army untuk menjawab tantangan peperangan jenis baru di masa depan. Menyadari pentingnya pengetahuan akan situasi terkini antar unit kombatan di medan peperangan dengan presisi, dimulailah proyek penggunaan datalink untuk mendukung sistem komando terpadu di dalam kerangka Army Battle Command System(s) (ABCS) dan Force XXI Battle Command Brigade and Below (FBCB2). Pada prinsipnya EPLRS adalah sistem komunikasi data taktis nirkabel yang mengirimkan pesan tertulis secara otomatis, sehingga memungkinkan komunikasi data yang akurat dan cepat dalam medan pertempuran. Menggunakan teknologi Time Division Multiple Access (TDMA), Frequency Hoping, dan Error Correcting Coding, EPLRS sanggup memenuhi kebutuhan akan distribusi informasi vertikal dan horizontal secara cepat. Sistemnya sendiri terdiri dari beberapa Radio Set dengan satu atau lebih Network Controlleryang memungkinkan pertukaran beberapa informasi secara real time dan simultan.
Kemampuan dari EPLRS sendiri terdiri dari:
Situational Awareness Datalink (SADL) lahir dari proyek yang dikerjakan oleh US Air National Guard dan Air Force Reserve untuk meningkatkan efektivitas misi Bantuan Tembakan Udara di medan tempur. Muncul sebagai alternatif dari Link 16, yang merupakan datalink standar USAF, yang lebih canggih namun membebani anggaran ANG dan AFRES yang terbatas. SADL sendiri dipilih karena merupakan modifikasi dari sistem EPLRS yang sudah dipakai di matra lain. Selain itu, karena berbasis dari EPLRS, maka SADL menjamin interoperabilitas antar unit-unit pespur yang dilengkapi SADL dengan pasukan darat yang dilengkapi EPLRS. Hal ini terbukti pada palagan operasi Enduring Freedom dan Iraqi Freedom. Sebelumnya kasus Blue-on-Blueatau Friendly Fire sangatlah tinggi karena medan operasi yang menempatkan pasukan darat di posisi yang sangat berdekatan dengan pasukan musuh. Komunikasi radio dianggap belumlah cukup, karena masih dapat menimbulkan misinterpretasi yang diakibatkan oleh faktor beban kerja yang tinggi pada pilot pesawat tempur. Hal ini yang ingin dikoreksi dengan penggunaan SADL dengan menampilkan data-data terkait posisi kawan dan lawan dalam sebuah Tactical Awareness Display. Selain itu data yang dikirim oleh pasukan darat tertampil secara otomatis pada Head Up Display, sehingga pilot dapat segera memutuskan apa yang menjadi targetnya.
SADL dapat melakukan pertukaran data lokasi, identifikasi, laporan informasi secara mudah dan dapat dilakukan melalui komunikasi pesawat-ke-pesawat, udara-ke-darat, dan darat-ke-udara. Secara spesifik, SADL memungkinkan pilot untuk berbagi posisi, parameter penerbangan, kontak radar, dan Point of Interest.
Radio EPLRS yang telah dimodifikasi diintegrasikan dengan avionik pesawat melalui MIL-STD-1553B multiplex databus yang memang sudah jadi standard databus seluruh pesawat buatan AS. Jaringan udara-ke-udara SADL dapat mencakup dua hingga 16 unit pesawat, yang dapat berfungsi secara independen, baik dengan adanyaNetwork Controller di darat maupun tidak. Posisi pesawat, posisi target, status senjata dan bahan bakar saling dibagikan satu sama lain kepada unit yang tergabung dalam jaringan. Sistem komunikasi data ini telah diuji oleh National Security Agency memiliki tingkat intersepsi yang rendah dan sangat aman. Relai data antar pesawat yang terotomatisasi dan kemampuan kontrol adaptasi terhadap perubahan daya menjamin konektivitas, anti sadap, dan tingkat deteksi yang rendah oleh lawan. Pada mode udara-ke-darat, pilot menggunakan kontrol kokpit untuk sinkronisasi antara radio SADL dengan jaringan pasukan darat. Setelah terjadi sinkronisasi, data yang didapat oleh satu pesawat akan dibagikan dengan unit pesawat yang lain.Network Controller di darat akan melacak posisi pesawat menggunakan EPLRS dan memberikan data posisi dan ketinggian pesawat pada unit darat kawan lainnya yang juga dilengkapi radio EPLRS. Ketika pesawat tempur memulai serangan pada suatu target, pilot akan menggunakan tombol pada joystick untuk menyediakan data posisi 5 radio ELPRS terdekat kepada avionik pesawat. Sistem SADL memberikanSituational Awareness dan identifikasi taktis terhadap posisi radio EPLRS kepada pilot. Posisi ini akan ditampilkan pada HUD dan TAD dan ditandai X pada posisi aktual kawan. Dengan begitu pilot dapat memutuskan apakah akan melepaskan munisi-nya dengan memperkirakan jarak antara posisi kawan dengan area target.
Sistem SADL ini telah dipasang pada 450 unit F-16C+ (Block25/30/32/40/42) yang dimiliki US ANG dan US AFRes, serta mulai diprovisikan untuk melengkapi unit A-10 dan UAV yang sering digunakan dalam operasi AS di Timur Tengah. Selain itu SADL juga telah dipasang pada pesawat E-8 JSTARS yang berfungsi sebagaibattlefield management.
Spesifikasi teknis SADL:
Teknologi datalink SADL telah diuji di medan tempur pada pesawat-pesawat yang mengemban misi Close Air Support pada operasi tempur AS di Irak dan Afghanistan, yakni F-16. Hasilnya pun layak diacungi jempol karena data menunjukkan bahwa tingkat kejadian salah tembak (friendly fire) menurun drastis. Dari 17 kasusfriendly fire yang terjadi di seluruh teater operasi Iraqi Freedom (per 2004), tidak ada satupun yang terjadi diWestern Theatre di mana Joint Fires and Command Control diimplementasikan secara maksimal. Bandingkan dengan operasi Desert Storm di mana hingga operasi berakhir tercatat 35 kasus friendly fire yang fatal.
Kesimpulan dan Saran
Penggunaan datalink pada pesawat tempur telah terbukti mengurangi beban kerja pilot dan meningkatkan efektivitas misi serta meminimalisir kejadian friendly fire. Oleh karena itu, disarankan agar dalam pengadaan pesawat tempur F-16 eks US ANG oleh TNI-AU ini tetap mempertahankan kemampuan Situational Awareness yang didapat melalui penggunaan SADL. Selain itu patut diperhatikan pula penggunaan EPLRS oleh tim Kendali Tempur di darat agar dapat meningkatkan efektivitas misi Bantuan Tembakan Udara. Penggunaan pesawat Kodal juga tidak boleh luput dari perhatian sehingga dapat menjamin kendali pertempuran antar pesawat-pesawat yang dilengkapi SADL maupun pesawat yang dilengkapi datalink jenis lain yang tentunya dapat merubah arah jalannya peperangan di masa depan dan mengefektifkan fungsi K4IPP yang dapat mendorong TNI-AU mencapai cita-citanya sebagai The First Class Air Force. Dari pengalaman yang berharga akan pengoperasian datalink ini diharapkan kelak akan tercipta sebuah standar datalink nasional baru yang dikembangkan secara mandiri sehingga meminimalisir terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan selama masih mengandalkan teknologi dari pihak asing. Teknologi datalink yang telah dirintis PT. LEN melalui produk LENLink-nya diharapkan dapat menjadi permulaan dari standarisasi datalink antar matra di TNI sehingga TNI siap menghadapi peperangan generasi baru yang mengandalkan teknologi informasi dan komunikasi sebagai penentu arah jalannya peperangan.
Hormat Kami,
Lembaga Kajian Pertahanan Untuk Kedaulatan NKRI “KERIS”
Referensi
Apa yang menarik dari hal ini? Salah satu yang terpenting adalah munculnya paradigma baru di TNI AU tentang peperangan udara modern, yakni bahwa di sebuah palagan perang udara, bakat (aptitude) dan profisiensi pilot untuk menemukan dan menghancurkan sasaran baik udara maupun permukaan sebelum lawan menemukan dan menghancurkan pesawatnya terlebih dahulu bukanlah satu-satunya faktor penentu kemenangan. Dalam konsep ‘Perang/Operasi Berbasis Jaringan’ (Network Centric Warfare atau Network Centric Operations[2] atau Network Enabled Operations) yang dipelopori oleh Dephan AS dalam doktrin pertahanannya pada dekade 90an, kesuksesan sebuah misi atau dalam skala besar kemenangan dalam sebuah peperangan berdasarkan pada prinsip:
- Sebuah pasukan yang terkoneksi dalam sebuah jaringan komunikasi yang tangguh akan memudahkan unit-unit operasional saling berbagi informasi;
- Pertukaran informasi meningkatkan kualitas informasi yang didapat dan adanya kesadaran situasional (situational awareness) antar unit;
- Adanya situational awareness antar unit memungkinkan kolaborasi dan sinkronisasi secara otomatis, dan meningkatkan kesinambungan dan kecepatan dalam proses komando; dan
- Pada akhirnya meningkatkan tingkat kesuksesan dari misi secara drastis.
Prinsip-Prinsip Network Centric Warfare |
Jaringan data ini yang menjadi fokus dalam pengembangan teknologi, sehingga informasi strategis tidak hanya dipertukarkan melalui komunikasi suara yang tentu saja sangat terpengaruh oleh interpretasi baik oleh pengirim informasi maupun penerima informasi. Selain itu jaringan komunikasi suara memiliki keterbatasan dalam jumlah peserta, yang tidak ditemui dalam komunikasi data di mana informasi dapat disebarkan secarabroadcast namun aman dari penyadapan musuh. Inilah yang disebut dengan datalink yang akan kita bahas lebih lanjut.
Dengan adanya datalink, pesawat bisa melihat posisi musuh tanpa perlu menghidupkan radar jika ada pesawat kawan di sekitar area yang menghidupkan radar. Konsep datalink juga digunakan dalam medan perang udara melalui pesawat Early Warning & Control (AEW&C), yang akan memandu dan memberi data pada pesawat tempur (fighter) di garis depan tanpa harus menghidupkan radarnya sendiri. Hal ini memberikan beberapa keunggulan karena jangkauan radar pesawat AEW&C bisa melebihi 300km (lebih jauh dari radar pesawat tempur), serta ketinggiannya yang memungkinkan cakupan palagan secara lebih komprehensif. Dengan keunggulan ini maka fighter bisa mendeteksi sasaran udara lebih awal. Selain itu, deaktivasi emisi gelombang elektromagnetik radar akan mengurangi resiko terdeteksi oleh electronic support measurement(ESM) lawan. Dari sisi strategis tidak menghidupkan radar juga akan menyembunyikan profil radar dariadvanced ESM seperti ALR-2001 Odyssey yang dipasang pada P-3 Orion dan Boeing-737 Wedgetail Australia yang mampu mengidentifikasi (fingerprinting) radar secara individu, dalam detail yang lengkap hingga serial number radar (jika sudah ada di database)[3].
Datalink sendiri selain bisa digunakan antar pesawat bisa juga digunakan untuk berbagi data antara pesawat dengan kapal atau pesawat dengan stasiun darat. Datalink antara pesawat dengan kapal bisa sangat menguntungkan karena akan meningkatkan efektifitas peperangan permukaan yang dimiliki kapal laut. Dengan adanya datalink antara wahana udara dan kapal laut, maka keterbatasan radar kapal terhadap horizon bumi untuk sasaran permukaan bisa diatasi, sehingga kapal yang biasanya hanya bisa mendeteksi sasaran permukaan pada orde puluhan kilometer bisa ‘melihat’ sasaran sampai ratusan km yang terbentang dibalik horizon[4]. Integrasi kapal-pesawat udara bisa memaksimalkan efektifitas rudal anti kapal karena pesawat bisa memberikan data over the horizon targetting (OTHT) sehingga posisi lawan pada jarak ratusan km bisa dideteksi lebih dini tanpa terbatas pada horizon radar kapal. Koneksi pesawat dan stasiun darat akan memudahkan pemantauan jalannya misi udara, pengambilan keputusan, dan analisis situasi sehingga komando dan kendali (kodal) dapat berjalan dengan lancar, tidak seperti pada komunikasi suara yang terbatas karena tergantung interpretasi pilot. Pada saat terjadi pertempuran, datalink akan sangat membantu karena pilot tidak perlu sibuk melaporkan situational awareness dan bisa berkonsentrasi ke pertempuran karena Puskodal bisa melihat apa yang dilihat pilot dan bisa memantau kondisi pesawat secara real time. Selain itu komunikasi data langsung antara pesawat dan pasukan darat baik dengan FAC(G) maupun dengan ranpur yang terkoneksi dalam jaringan datalink. Mekanisme ini dipraktekkan oleh US Air Force Reserve dan Air National Guard dengan US Army dan US Marine Corps dalam palagan operasi Iraqi Freedom dan Enduring Freedom. Poin terakhir inilah yang akan kita bahas lebih lanjut.
Enhanced Position Location Reporting System (EPLRS)
Sejarah penggunaan EPLRS dimulai dari sebuah proyek US Army untuk menjawab tantangan peperangan jenis baru di masa depan. Menyadari pentingnya pengetahuan akan situasi terkini antar unit kombatan di medan peperangan dengan presisi, dimulailah proyek penggunaan datalink untuk mendukung sistem komando terpadu di dalam kerangka Army Battle Command System(s) (ABCS) dan Force XXI Battle Command Brigade and Below (FBCB2). Pada prinsipnya EPLRS adalah sistem komunikasi data taktis nirkabel yang mengirimkan pesan tertulis secara otomatis, sehingga memungkinkan komunikasi data yang akurat dan cepat dalam medan pertempuran. Menggunakan teknologi Time Division Multiple Access (TDMA), Frequency Hoping, dan Error Correcting Coding, EPLRS sanggup memenuhi kebutuhan akan distribusi informasi vertikal dan horizontal secara cepat. Sistemnya sendiri terdiri dari beberapa Radio Set dengan satu atau lebih Network Controlleryang memungkinkan pertukaran beberapa informasi secara real time dan simultan.
Kemampuan dari EPLRS sendiri terdiri dari:
- Layanan komunikasi
- Layanan penentuan lokasi
- Layanan navigasi
- US Army. AD AS menggunakan EPLRS sebagai tulang punggung komunikasi Internet taktis untuk pasukan yang dilengkapi dengan FBCB2.
- US Marine Corps. Korps Marinir AS menggunakan EPLRS dalam versi Internet taktis mereka yang dinamankan Tactical Data Network (TDN).
- US Navy. AL AS menggunakan EPLRS dalam alat Amphibious Assault Direction System (AADS), AN/KSQ-1, untuk mendukung komunikasi dan pergerakan unit-unit yang tergabung dalam Gugus Tugas Amfifibi mereka.
- US Air Force. AU AS menggunakan radio EPLRS yang telah dimodifikasi, Situational Awareness Datalink(SADL), sebuah datalink antar pesawat, dan datalink udara-ke-darat/darat-ke-udara dengan informasi posisi dari dan ke jaringan EPLRS di darat untuk misi Bantuan Tembakan Udara dan SAR Tempur.
Situational Awareness Datalink (SADL) lahir dari proyek yang dikerjakan oleh US Air National Guard dan Air Force Reserve untuk meningkatkan efektivitas misi Bantuan Tembakan Udara di medan tempur. Muncul sebagai alternatif dari Link 16, yang merupakan datalink standar USAF, yang lebih canggih namun membebani anggaran ANG dan AFRES yang terbatas. SADL sendiri dipilih karena merupakan modifikasi dari sistem EPLRS yang sudah dipakai di matra lain. Selain itu, karena berbasis dari EPLRS, maka SADL menjamin interoperabilitas antar unit-unit pespur yang dilengkapi SADL dengan pasukan darat yang dilengkapi EPLRS. Hal ini terbukti pada palagan operasi Enduring Freedom dan Iraqi Freedom. Sebelumnya kasus Blue-on-Blueatau Friendly Fire sangatlah tinggi karena medan operasi yang menempatkan pasukan darat di posisi yang sangat berdekatan dengan pasukan musuh. Komunikasi radio dianggap belumlah cukup, karena masih dapat menimbulkan misinterpretasi yang diakibatkan oleh faktor beban kerja yang tinggi pada pilot pesawat tempur. Hal ini yang ingin dikoreksi dengan penggunaan SADL dengan menampilkan data-data terkait posisi kawan dan lawan dalam sebuah Tactical Awareness Display. Selain itu data yang dikirim oleh pasukan darat tertampil secara otomatis pada Head Up Display, sehingga pilot dapat segera memutuskan apa yang menjadi targetnya.
SADL Tactical Awareness Display |
SADL dapat melakukan pertukaran data lokasi, identifikasi, laporan informasi secara mudah dan dapat dilakukan melalui komunikasi pesawat-ke-pesawat, udara-ke-darat, dan darat-ke-udara. Secara spesifik, SADL memungkinkan pilot untuk berbagi posisi, parameter penerbangan, kontak radar, dan Point of Interest.
SADL Heads Up Display |
Radio EPLRS yang telah dimodifikasi diintegrasikan dengan avionik pesawat melalui MIL-STD-1553B multiplex databus yang memang sudah jadi standard databus seluruh pesawat buatan AS. Jaringan udara-ke-udara SADL dapat mencakup dua hingga 16 unit pesawat, yang dapat berfungsi secara independen, baik dengan adanyaNetwork Controller di darat maupun tidak. Posisi pesawat, posisi target, status senjata dan bahan bakar saling dibagikan satu sama lain kepada unit yang tergabung dalam jaringan. Sistem komunikasi data ini telah diuji oleh National Security Agency memiliki tingkat intersepsi yang rendah dan sangat aman. Relai data antar pesawat yang terotomatisasi dan kemampuan kontrol adaptasi terhadap perubahan daya menjamin konektivitas, anti sadap, dan tingkat deteksi yang rendah oleh lawan. Pada mode udara-ke-darat, pilot menggunakan kontrol kokpit untuk sinkronisasi antara radio SADL dengan jaringan pasukan darat. Setelah terjadi sinkronisasi, data yang didapat oleh satu pesawat akan dibagikan dengan unit pesawat yang lain.Network Controller di darat akan melacak posisi pesawat menggunakan EPLRS dan memberikan data posisi dan ketinggian pesawat pada unit darat kawan lainnya yang juga dilengkapi radio EPLRS. Ketika pesawat tempur memulai serangan pada suatu target, pilot akan menggunakan tombol pada joystick untuk menyediakan data posisi 5 radio ELPRS terdekat kepada avionik pesawat. Sistem SADL memberikanSituational Awareness dan identifikasi taktis terhadap posisi radio EPLRS kepada pilot. Posisi ini akan ditampilkan pada HUD dan TAD dan ditandai X pada posisi aktual kawan. Dengan begitu pilot dapat memutuskan apakah akan melepaskan munisi-nya dengan memperkirakan jarak antara posisi kawan dengan area target.
Jaringan SADL |
Sistem SADL ini telah dipasang pada 450 unit F-16C+ (Block25/30/32/40/42) yang dimiliki US ANG dan US AFRes, serta mulai diprovisikan untuk melengkapi unit A-10 dan UAV yang sering digunakan dalam operasi AS di Timur Tengah. Selain itu SADL juga telah dipasang pada pesawat E-8 JSTARS yang berfungsi sebagaibattlefield management.
Spesifikasi teknis SADL:
- Arsitektur : Time Division Multiple Access
- Frekuensi : 425-447 MHz UHF
- Kecepatan Transmisi : 2,5 Kbps
- Daya Maksimum : 100 watt
- Jarak Jangkauan : Line Of Sight
- Databus : MIL-STD-1153B multiplex databus
- Unit Cost : 25-30 ribu US Dollar
- Posisi (relatif terhadap INS/GPS)
- Target di radar
- Posisi target darat (relatif terhadap INS/GPS)
- Ketinggian (Altitude)
- Kecepatan (Airspeed)
- Arah (Flight Direction)
- Sisa bahan bakar
- Status senjata
Teknologi datalink SADL telah diuji di medan tempur pada pesawat-pesawat yang mengemban misi Close Air Support pada operasi tempur AS di Irak dan Afghanistan, yakni F-16. Hasilnya pun layak diacungi jempol karena data menunjukkan bahwa tingkat kejadian salah tembak (friendly fire) menurun drastis. Dari 17 kasusfriendly fire yang terjadi di seluruh teater operasi Iraqi Freedom (per 2004), tidak ada satupun yang terjadi diWestern Theatre di mana Joint Fires and Command Control diimplementasikan secara maksimal. Bandingkan dengan operasi Desert Storm di mana hingga operasi berakhir tercatat 35 kasus friendly fire yang fatal.
Kesimpulan dan Saran
Penggunaan datalink pada pesawat tempur telah terbukti mengurangi beban kerja pilot dan meningkatkan efektivitas misi serta meminimalisir kejadian friendly fire. Oleh karena itu, disarankan agar dalam pengadaan pesawat tempur F-16 eks US ANG oleh TNI-AU ini tetap mempertahankan kemampuan Situational Awareness yang didapat melalui penggunaan SADL. Selain itu patut diperhatikan pula penggunaan EPLRS oleh tim Kendali Tempur di darat agar dapat meningkatkan efektivitas misi Bantuan Tembakan Udara. Penggunaan pesawat Kodal juga tidak boleh luput dari perhatian sehingga dapat menjamin kendali pertempuran antar pesawat-pesawat yang dilengkapi SADL maupun pesawat yang dilengkapi datalink jenis lain yang tentunya dapat merubah arah jalannya peperangan di masa depan dan mengefektifkan fungsi K4IPP yang dapat mendorong TNI-AU mencapai cita-citanya sebagai The First Class Air Force. Dari pengalaman yang berharga akan pengoperasian datalink ini diharapkan kelak akan tercipta sebuah standar datalink nasional baru yang dikembangkan secara mandiri sehingga meminimalisir terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan selama masih mengandalkan teknologi dari pihak asing. Teknologi datalink yang telah dirintis PT. LEN melalui produk LENLink-nya diharapkan dapat menjadi permulaan dari standarisasi datalink antar matra di TNI sehingga TNI siap menghadapi peperangan generasi baru yang mengandalkan teknologi informasi dan komunikasi sebagai penentu arah jalannya peperangan.
Hormat Kami,
Lembaga Kajian Pertahanan Untuk Kedaulatan NKRI “KERIS”
Referensi
- Stein, F., Fjellstedt, A. (2006). Command and Control Research and Technology Symposium (CCRTS). THE STATE OF THE ART AND THE STATE OF THE PRACTICE “Network-Centric Warfare in Operation Iraqi Freedom: The Western Theater”. Washington, DC: Mitre, Corp.
- Gartska, JJ. (2004). An Introduction to Network Centric Operations. Washington, DC: Office of Force Transformation
- Communication Systems. SADL/EPLRS Joint Combat ID Through Situation Awareness. California: Raytheon System, Co.
- Headquarters Air Force Doctrine Center. (2002, June). AFTTP(I) 3-2.18 Tactical Radios: Multiservice Communications Procedures for Tactical Radios in a Joint Environment. Virginia: Air Force HQ.
- Hansen, RS. (2002). THE EFFECTIVENESS OF THE A-10 ON THE BATTLEFIELD OF 2010. Kansas: Author.
[1] http://www.dsca.mil/PressReleases/36-b/2011/Indonesia_11-48.pdf
[2] Director, Force Transformation, Office of the Secretary of Defense, Department of Defense, The Implementation of Network-Centric Warfare, Washington, DC, January 2005, p. 7.
[3] http://articles.janes.com/articles/Janes-Electronic-Mission-Aircraft/ALR-2001-Odyssey-Australia.html
[4] http://lembagakeris.net/2012/02/helikopter-sebagai-bagian-yang-tidak-terpisahkan-dari-armada-kapal-perang/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar