Senin, 24 September 2012

PESTA KEMBANG API DI ARMADA JAYA 2012


Hajatan besar TNI Angkatan Laut tiap tahun sudah dimulai. Meski belum masuk ke tahap puncak, berbagai persiapan dan latihan parsial telah dilakukan. Dalam Armada Jaya 2012 kali ini TNI AL mengerahkan sedikitnya 23 kapal perang serta 4000 personel serta berbagai pesawat. Seperti biasa, latihan akan berlangsung mulai dari laut jawa hingga Kalimantan Timur pada 23 september - 23 oktober.
Namun pada puncaknya nanti, yaitu sekitar tanggal 20-an Oktober 2012, untuk Armada Jaya kali ini TNI-AL tidak akan tanggung-tanggung. Berbagai persenjataan yang dimiliki akan diuji coba kembali. Menurut sumber ARC, berbagai persenjataan berupa peluru kendali yang akan diuji coba antara lain: Penembakan Rudal Yakhont oleh KRI Oswald Siahaan, Penembakan Rudal Exocet MM-40 Block 2 oleh KRI diponegoro serta penembakan rudal C-802 oleh KRI Abdul Halim Perdana Kusumah.
Namun demikian, masih menurut sumber yang sama, penembakan rudal C-802 merupakan skenario cadangan. Yaitu jika sasaran yang ditentukan tidak tenggelam, maka akan dipamungkasi oleh rudal buatan China tersebut. Selain itu akan dilakukan juga penembakan Torpedo oleh KRI Ajak yang merupakan jenis kapal cepat torpedo.
Menarik disimak adalah dilakukannya uji penembakan kembali rudal Yakhont. Rudal ini sendiri pertama kali di uji coba pada 20 april 2011 lalu. Dengan kemampuan menembak sasaran hingga 300 kilometer, TNI-AL perlu melakukan sejumlah persiapan.diantaranya area penembakan yang sangat luas. Pada saat itu lokasi itu berbentuk empat persegi panjang dengan panjang 195NM dan lebar 76NM. Selain itu, lalu lintas udara juga untuk sementara dihentikan.
Nah, seperti apa serunya Armada Jaya 2012? kita simak saja perkembangan terbarunya yang pastinya akan disampaikan oleh web ini.

BNPP Terus Menata Perbatasan

Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) terus memaksimalkan program-program kerjanya menata kawasan perbatasan. Salah satu yang sudah dilaksanakan adalah program dekonsentrasi di 12 provinsi. "Program dekonsentrasi di 12 provinsi di kawasan perbatasan, dalam rangka untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan. Khususnya peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah dalam pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan," kata Sekretaris Utama BNPP, Sutrisno, di Jakarta, Minggu (23/9).
Perbatasan RI - Malaysia
img: http://koran-jakarta.com

Menurut Sutrisno, dana untuk program itu telah disiapkan sebesar 13,5 miliar rupiah. Selain itu telah dilaksanakan program tugas pembantuan. Program ini dilaksanakan di 16 kabupaten dan kota. Tujuannya untuk optimalisasi pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan. "Total dananya sebesar 149, 3 miliar rupiah," kata dia.


Lebih khusus lagi, program ini dilaksanakan, di kecamatan yang menjadi lokasi prioritas. Ada 115 proyek pembangunan fisik yang terkait dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan perbatasan. "Pedoman kerjanya adalah grand desain pengelolaan perbatasan 2011-2025, dan rencana induk 2011-2014," ujar Sutrisno.




Sumber : Koran Jakarta

Minggu, 23 September 2012

KRI FKO-365 Tiba Di Koarmatim Sepulang Dari Kakadu 2012


SURABAYA-(IDB) : Setelah melaksanakan latihan bersama (Latma) dengan 8 Negara, Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Frans Kaisiepo (FKO)-368 tiba di Pangkalan Komando Armada RI Kawasan Timur (Koarmatim), Ujung Surabaya, Jumat (21/9). Kedatangan Kapal Perang ini disambut oleh Komandan  Satkor Koarmatim Kolonel Laut (P) Bambang Supriyadi beserta jajaran pejabat teras Koarmatim lainnya.

Hampir selama satu bulan (bertolak dari Dermaga Koarmatim 23 Agustus)  KRI FKO-368 yang di komandani Letkol Laut (P) Yayan Sofyan yang sekaligus sebagai Komandan Satgas Kakadu 2012 ini telah mengikuti Latihan Multilateral Kakadu tahun 2012 yang diikuti oleh 8 negara Asia Pasifik di Darwin, Australia. Ke 8 negara yang ikut terlibat dalam latihan ini, yaitu Indonesia, Australia, Brunei Darussalam, Perancis, Jepang, Selandia Baru, Singapura dan Thailand. Kapal perang Indonesia ditunjuk sebagai participantships dalam latihan Kakadu 2012 yang diselenggarakan oleh Royal Australian Navy (RAN) ini.

Keberangkatannya saat itu dilepas Pangarmatim Laksamana Muda TNI Agung Pramono, S.H, M.Hum. Kapal perang canggih Indonesia ini pernah menunaikan tugas sebagai wakil Indonesia untuk bergabung dalam misi perdamaian dunia di Lebanon Maritime Task Force (MTF) UNIFIL. Pada latihan yang digelar dua tahunan ini, TNI AL selain mengirimkan KRI FKO-368 juga mengikutsertakan Helikopter jenis BO-105 yang onboard di kapal.

Latihan Multilateral yang diikuti oleh Indonesia ini bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan hubungan kerja sama antar negara di Asia Pasifik, sehingga diharapkan dapat mewujudkan stabilitas keamanan di kawasan Asia Pasifik. Bagi TNI AL kesempatan latihan ini merupakan ajang komparasi profesionalitas prajurit dalam menguasai berbagai problem latihan yang dilaksanakan serta kemampuan alutsista yang dimiliki dihadapkan pada alutsista peserta lainnya.

“Selama mengikuti latihan berjalan lancar dan sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Latihan bersama dengan kapal perang negara lain ini, sebagai upaya untuk menyamakan persepsi dan tindakan dalam hal penanganan dan tindakan dalam menghadapi ancaman yang mungkin terjadi di wilayah perairan laut negara masing-masing pada umumnya dan di Asia Pasifik pada khususnya,” Kata Komandan Satgas Kakadu 2012.



Sumber : Koarmatim

Mengintip Kecanggihan Pesawat CN295 Pesaan TNI AU

CN295 dilengkapi sistem Fully Integrated Tactical System (FITS) yang berfungsi mengintegrasikan, mengendalikan, dan menampilkan sensor, meningkatkan kewaspadaan dan memfasilitasi pengambilan keputusan.



Didukung FITS, CN295 mampu menunaikan berbagai misi antara lain mengangkut pasukan, kargo, evakuasi, komunikasi dan logistik, pencarian dan pertolongan (SAR), pengintaian dan pengendalian, sampai dropping udara, dengan waktu perubahan konfigurasi sangat cepat, sehingga mengurangi risiko terpapar musuh.

CN295 secara opsional juga dilengkapi sistem perlindungan diri antara lain cockpit berpanser, peringatan radar (RWR), peringatan rudal (MAWS), peringatan laser (LWS), dan pelontar bola api untuk mengecoh rudal, juga kemampuan mengisi bahan bakar di udara.


Pesawat ini dengan panjang body 24,45m, bentang sayap 25,81m, berat kosong 11.000kg, kecepatan jelajah 480km/jam ini juga tersedia dalam versi anti kapal selam dan sistem intelijen, pengintaian dan mata-mata yakni Airborne Early Warning and Control (AEW&C) dengan radar IAI/ELTA 4th Generation Active Electronically Scanned Array (AESA).

"Kemampuan serupa AWACS tersebut bisa mendeteksi musuh dalam radius 400km. Tambahan lainnya adalah persenjataan untuk mendukung pasukan darat, konvoi, fasilitas, dll," ujar Airbus Military Press Officer, Media Relations Communications Javier Lopez kepada detikcom, Rabu (19/9/2012).

Dalam peran militernya, CN295 bisa digunakan untuk pengangkutan taktis pasukan dan catu logistik yang diperlukan seperti air, makanan, amunisi, obat-obatan, dan suku cadang.

Juga penerjunan pasukan para, aktivitas antiterorisme, serta pengawasan perbatasan berkat sistem pengintaian di dalamnya.

 

Disebutkan bahwa pesawat ini juga ideal untuk misi-misi non militer antara lain pertolongan kemanusiaan dan evakuasi pada bencana alam, pengintaian dan pemantauan imigrasi ilegal, penyelundupan narkoba, pencurian ikan di wilayah laut Indonesia, pengawasan pencemaran laut, sampai penebangan liar (illegal logging).



Sumber : Detik



Kemampuan Pesawat CN295 Pesanan TNI AU 

CN295 adalah pesawat angkut taktis militer generasi baru sangat serbaguna, kuat dan andal, mampu mengangkut muatan sampai 9 ton atau 71 personel, dengan kecepatan jelajah maksimum 480 km per jam.

Hal itu disampaikan Atase Pertahanan RI di Madrid Kolonel CAJ Erry Herman kepada detikcom seusai mendampingi Wakil Menteri Pertahanan Letjen (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin, delegasi High Level Committee dan Dubes pada upacara serah terima 2 dari 9 pesawat CN295 di Airbus Military, San Pablo, Sevilla, Spanyol (19/9/2012).



Kemampuan CN295 TNI AU
 

Menurut Athan, sebanyak 9 pesawat CN295 ini dimaksudkan untuk menggantikan Fokker F-27 TNI AU yang memang sudah tua.

Sementara itu Press Officer, Media Relations Communications Airbus Military Javier Lopez dalam keterangannya menjelaskan, CN295 merupakan pesawat dengan jejakan ringan untuk memungkinkan operasi-operasi di landasan pendek kurang dari 670 meter dan landasan perintis lunak atau keras.

Kemampuan short take-off & landing/STOL (tinggal landas dan mendarat di landasan pendek, red) ini memungkinkan CN295 dioperasikan dalam medan paling sulit dengan kondisi terburuk untuk take off dan landing.

Dilengkapi dengan landing gear yang dapat dilipat dan kabin bertekanan, pesawat ini mampu menjelajah dengan ketinggian hingga 25.000 kaki.

Pesawat ini juga dirancang untuk memberikan karakter terbang tingkat rendah yang luarbiasa untuk misi-misi taktis sampai 110 knot.

Didukung dua mesin turboprop Pratt & Whitney Canada PW127G, CN295 memberi kemampuan manuver yang sangat baik, kinerja panas dan kinerja tinggi yang luarbiasa, juga irit konsumsi bahan bakar, sehingga daya tahannya sangat lama sampai sebelas jam di udara.

Desain sistemnya yang simpel dan tangguh, keandalannya yang teruji, kualitas terbangnya yang sangat baik dan fleksibilitasnya yang besar, serta kemampuan angkutnya yang luar biasa membuat CN295 "pekerja keras" paling efisien dengan biaya operasi dan pemeliharaan terbaik di kelasnya.

Selain itu CN295 juga memiliki kabin terpanjang di kelasnya, yang memungkinkan pesawat ini menunaikan misi harian menjadi optimal. Dengan panjang 12,7 meter, CN295 mampu membawa palet kargo lebih banyak sampai lima 88 x 108 inch standar HCU-6E.

CN295 memiliki keandalan luar biasa untuk setiap jenis operasi angkut militer atau pertolongan sipil dan kemanusiaan dalam medan paling bervariasi, mulai dari medan padang pasir sampai ke pegunungan, dari kawasan panas dan kering sampai lembab atau sangat dingin.

Sertifikasi sipil dan militer menjamin CN295 memenuhi tuntutan peraturan kelaikan penerbangan dan standar keselamatan internasional, termasuk persyaratan ketat FAR 25.


Sumber : Detik 

Jumat, 21 September 2012

Sengketa Laut China Selatan, Urusan Negara Pengklaim


Politikindonesia - Jika banyak pengamat menyarankan agar Indonesia dan ASEAN mengambil peran kunci dalam penyelesaian konflik Laut China Selatan, pakar hukum laut internasional Hasjim Djalal punya pendapat berbeda. Ia menilai, ASEAN justru tidak perlu ikut campur dalam sengketa teritorial yang melibatkan 6 negara tersebut.

“ASEAN justru harusnya tidak ikut campur dalam sengketa teritorial itu," ujar dia dalam Seminar International bertema “Peace, Stability in the South China Sea and Asia Pasific,” di Hotel Borobudur di Jakarta, Kamis (20/9).

Dikatakan Hasjim, dari negara-negara di Asia Tenggara, hanya 4 negara yang terlibat dalam klaim atas perairan tersebut, yakni Filipina, Vietnam, Brunei Darussalam, dan Malaysia.  “Selebihnya tidak punya urusan dalam sengketa tersebut,” ujar dia.

Atas dasar itu, Hasjim berpendapat, hanya 4 negara itulah yang selayaknya bertemu dalam perundingan dengan China dan Taiwan, serta mendorong penyelesaian sengketa di Laut China Selatan.

Sementara itu, pakar hukum Internasional, Andi Widjajanto berpendapat, Indonesia dan negara berkembang lainnya seharusnya senang dengan sikap China yang kini berani memakai pola ofensif dalam pertahanannya. Sikap China itu, membuat AS tidak terlalu mendominasi di kawasan Asia Pasifik.

Sikap China tersebut dalam pandangan Andi, sikap China tersebut justru  menguntungkan Indonesia dan negara berkembang lainnya. Andi menyebut, dulu juga Indonesia juga diuntungkan saat memainkan perannya dalam konflik perang dingin, antara AS-Uni Soviet. “Itu memberikan kita pilihan dan kita bisa mainkan “kartu” dengan 2 negara besar China-AS,” tandas dia. 
(kap/rin/nis)

politikindonesia

Menhan Desak ASEAN Finalisasi Kode Etik Laut China Selatan


Politikindonesia - ASEAN perlu memberikan prioritas untuk finalisasi perumusan kode etik regional di Laut China Selatan dengan melibatkan China sesegera mungkin. Kode etik ini akan dapat berfungsi sebagai alat yang efektif untuk mencegah agar sengketa yurisdiksi tidak berkembang menjadi ketegangan serius atau bahkan konflik terbuka di kawasan ini.

Demikian disampaikan oleh Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro saat membuka Seminar Internasional bertemakan “Peace, Stability in the South China Sea and Asia Pasific: Asean Unity and Regional Power Engagement in The Region” yang berlangsung di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (20/09).

Seminar sehari ini, diselenggarakan oleh Centre for Asian Strategic Studies (CASS)-India bekerjasama dengan Institute of Defense and Security Studies (IODAS) dan Indonesia Maritime Studies (IMS). Seminar ini menghadirkan para pakar pertahanan dan keamanan dari Indonesia dan luar negeri.

Kata Purnomo, sengketa di wilayah Laut China Selatan merupakan kepentingan langsung dari negara-negara yang klaim, dan Indonesia tidak termasuk di dalamnya. Akan tetapi, perdamaian dan stabilitas di wilayah tersebut menjadi kepedulian yang sah bagi negara-negara lain yang juga berkepentingan di wilayah tersebut.

“Wilayah Laut China Selatan merupakan salah satu jalur laut tersibuk di dunia. Selain digunakan oleh sejumlah besar negara dari dalam wilayah, jalur tersebut juga digunakan oleh negara di luar wilayah,” ujar Menhan.

Oleh karena itu, sambung dia, pembahasan mengenai pemeliharaan perdamaian dan stabilitas di kawasan Laut China Selatan selayaknya tidak dibatasi hanya untuk negara-negara yang mengklaim wilayah itu saja. Sebaiknya, sengketa itu juga melibatkan negara non-klaim dan pihak non-pemerintah.

Menhan berharap, ASEAN dapat menegaskan kembali konsensus tentang klaim Laut China Selatan ini pada 6  prinsip. Pertama, pelaksanaan penuh dari Declaration of Conduct (DoC) 2002 untuk semua pihak di Laut China Selatan (2002). Kedua, pedoman untuk pelaksanaan DOC (2011), Ketiga, kesimpulan awal dari kode etik perilaku (Code of Conduct/CoC) di Laut China Selatan.

Keempat, penghormatan penuh terhadap prinsip-prinsip yang diakui secara universal dalam hukum internasional, termasuk UNCLOS (1982); kelima, terus menahan diri dan tidak menggunakan kekuatan oleh semua pihak dan, Keenam, perlunya resolusi sengketa damai.
(kap/rin/nis)

politikindonesia

RI Pertimbangkan Beli Helikopter Apache Milik AS


Helikopter tempur Apache

"Karena itu helikopter yang bagus," kata juru bicara Kemenhan.

VIVAnews - Kementerian Pertahanan menyambut baik rencana Amerika Serikat untuk menjual helikopter tempur Apache AH-64/D bekasnya kepada Indonesia.

"Benar, mereka menawarkan. Tapi itu baru komitmen mereka. Helikopter itu sendiri bagus, kita tertarik," ujar juru bicara Kementerian Pertahanan, Brigadir Jenderal Hartind Asrin kepada VIVAnews, Jumat 21 September 2012.


Rencana penjualan itu dikemukakan Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton, kepada Menlu RI Marty Natalegawa di Washington DC pada Kamis sore waktu setempat (Jumat pagi WIB). 

Menurut Hartind, saat ini belum ada tindak lanjut dari Indonesia terkait rencana AS tersebut. "Kita masih mempertimbangkan. Karena belum bicara mengenai harga. Baru komitmen mereka," ucapnya.

Tapi yang pasti, kata Hartind, Indonesia tidak akan membeli jika harga delapan unit helikopter Apache itu terlalu mahal. "Kalau harganya pas, jadilah kita beli. Karena itu helikopter yang bagus," tegasnya.

"Tapi tentunya, sebelum kita beli, tim kita akan terlebih dulu melihat kondisi helikopternya. Apakah kondisinya masih bagus atau tidak," Hartind menambahkan.

Helikopter Apache adalah buatan Boeing. Helikopter jenis ini pertama kali diterbangkan pada tahun 1975. Apache AH-64 diperkenalkan ke layanan Angkatan Darat AS pada bulan April 1986, untuk menggantikan AH-1 Cobra. Helikopter ini memiliki kemampuan serang yang terbukti andal di lapangan.

Apache yang ditawarkan AS ke Indonesia adalah seri AH-64D Longbow. Menurut data dari Boeing.com, Apache seri AH-64D Longbow mulai dipakai Angkatan Darat AS pada Maret 1997. 

Lihat tautan ini untuk melihat ketangguhan AH-64D Apache Longbow. (umi) 

Misteri Keberadaan Kapal Selam Indonesia

Kalau dipikir-pikir,  ada yang ganjil dengan armada bawah laut Indonesia.  Saat ini TNI AL hanya memiliki dua kapal selam gaek namun harus menjaga wilayah laut  Indonesia yang demikian luas. Bayangkan saja, 2/3 dari wilayah Indonesia adalah lautan.
KRI Cakra 401
KRI Cakra 401 (img : jakartagreater.com)

Hal itu kontras dengan pengadaan alutsista untuk matra darat,  udara maupun permukaan laut.  Lihat saja, alutsista untuk matra permukaan laut  terus ditambah dengan: 4 Korvet Sigma, 3 Nakhoda Ragam Class, 1 PKR Sigma 10514, PKR Trimaran KRI Klewang, 4 Heavy Landing Platform Dock KRI Makassar Class,  KCR-40 dan kapal-kapal patroli lainnya, BMP-3, Ruda C-705 dan lain-lain.

Matra udara ada penambahan: 6 Sukhoi SU30MK2, 16 Super Tucano, 34 pesawat F-16 Block 32++, 9 C-295, 4 Hecules, , Bell 412, CN 235,  Rudal anti udara dan lain-lain.


Sementara untuk matra darat ada penambahan: 100 MBT Leopard Revo, 50 IFV Marder, MLRS Astros II, ATGM, Meriam Caessar 155mm, Rantis Sherpa, Panser Anoa, 12 Helikopter Fennec,  Rudal anti udara Startreak dan lain sebagainya.

Pengembangan kekuatan bawah laut yang  terkesan ketinggalan, terseok-seok, hanya dijaga  dua kapal selam tua. Apakah keputusan itu masuk akal  ?.

Kapal Selam Changbogo

Memang ada rencana pembuatan 3 kapal selam Changbogo dari Korea Selatan. Namun pengadaan kapal selam ini masih menuai kendala, terkait transfer of technology. Korea Selatan meminta dana yang cukup besar untuk ToT. Bukan itu saja, Korea Selatan pun, mengaku tidak mungkin memenuhi syarat yang diajukan Indonesia untuk pengadaan 3 kapal selam Changbogo.  Artinya proyek kapal selam Changbogo ini belum jelas.

Kapal Selam Changbogo Korea Selatan
Kapal Selam Changbogo Korea Selatan (img : jakartagreater.com)

Dengan demikian, banyak  lubang besar di bawah laut Indonesia yang menjadi titik lemah negeri ini, sekaligus memberikan jalan masuk bagi kapal selam asing. Kondisi ini menempatkan kapal-kapal permukaan TNI AL dalam posisi berbahaya dan menjadi sasaran empuk.  Padahal kita tahu, kapal selam adalah salah satu deteren dalam alutsista militer, karena keberadaannya susah dilacak.

Bahkan negara-negara besar seperti AS, Rusia, Inggris, Perancis dan China terus memodernisasi armada kapal selam mereka.

Dengan kondisi di atas, apakah tidak aneh Indonesia hanya memiliki 2 kapal selam tua, sebagai pertahanan bawah laut ?. Tentu Aneh.



Kapal Selam Tetangga

Sekarang mari kita bandingkan dengan kapal selam negara tetangga, agar kalkulasi yang kita dapatkan lebih cermat.

Negara mini seperti Singapura,  memiliki 6 kapal selam modern. Namun mereka terus memperkuat armada bawah laut  dengan memesan 4 kapal selam Scorpene class SSKs dari DCNS Perancis. Sebentar lagi Singapura akan memiliki 10 kapal selam yang siap tempur dan menggentarkan.

Bahkan Vietnam yang ekonominya masih di bawah Indonesia sedang mendatangkan 6 kapal selam  Improved Kilo (Kilo-636 KMV).  Kontrak pembelian kapal selam itu dilakukan Vietnam ke Rusia pada tahun 2010, dan akan datang satu kapal selam, setiap tahunnya.

Kapal Selam Scorpene
Kapal Selam Scorpene (img : jakartagreater.com)

Adapun Malaysia memiliki dua kapal selam modern Scorpene yang dikerjakan  Galangan Kapal Perancis DCNS bersama rekannya  Navantia Spanyol.  Sebelum menerima kapal selam itu, 150 prajurit Angkatan Laut Malaysia dilatih mengenal dan mengoperasikan kapal selam Agosta Class, yang telah dipensiunkan dari Angkatan Laut Perancis.   Malaysia sedang mempertimbangkan penambahan jumlah kapal selam, setelah Angkatan laut mereka terbiasa dengan 2 kapal selam Scorpene yang dibeli dari Perancis.

Malaysia memang baru memiliki 2 kapal selam, namun jangan salah kapal selam mereka sudah modern. Selain itu luas laut yang harus dijaga kapal selam Malaysia, jauh lebih kecil dibandingkan Indonesia.

Negara tetangga di Selatan, Australia memiliki 6 kapal selam Collin Class yang dibangun bertahap sejak tahun 1996.  Kapal selam ini dibuat oleh Australian Submarine Corporation bekerjasama dengan Galangan kapal Kockums, Swedia- Jerman.

Australia sendiri telah mencanangkan penggantian 6 kapal selam mereka sejak tahun 2007, dengan nama Project SEA 100. Kapal selam Collins akan digantikan oleh 12 kapal selam yang lebih modern.

Kapal Selam Collin Class Australia
Kapal Selam Collin Class Australia (img : jakartagreater.com)

Dengan konstelasi seperti itu, armada kapal selam Indonesia paling kecil secara kualitas-kuantitas dibandingkan negara-negara di sekitarnya.

Jumlah kapal selam Indonesia yang hanya dua unit, memang cukup diragukan oleh berbagai pengamat militer internasional. Alasannya, secara hitung-hitungan militer, jumlah itu sangat minim. Keraguan lain disebabkan, hingga saat ini pihak  Indonesia maupun Rusia belum pernah terdengar membatalkan pembelian 2 kapal selam Kilo Classa. Sementara Presiden Rusia Vladimir Putin sudah menyetujui kredit ekspor untuk pengadaan kapal selam itu sebesar 700 juta USD.

Presiden SBY melihat model Kilo Class
Presiden SBY melihat model Kilo Class (img : jakartagreater.com)

Bahkan sebagian pengamat militer negara asing mempercayai Indonesia memiliki 4 hingga 6 kapal selam Kilo Class.  Kalaulah dugaan itu betul adanya, beruntunglah Indonesia.  Namun jika dugaan itu tidak benar dan Indonesia hanya memiliki 2 kapal selam tua, tentu kebijakan itu terasa aneh. Yang membuat penasaran adalah, mengapa TNI AL tampaknya tenang-tenang saja, walau hanya memiliki dua kapal selam gaek, sementara armada permukaan laut terus digenjot jumlah dan kualitasnya

Penampakan Kapal Selam Kilo Class Indonesia
Penampakan Kapal Selam Kilo Class Indonesia dalam Sebuah Kalender 
(Img : plus.google.com / Guntur Sasongko)


Sumber : JKGR.

Pesawat Hawk TNI AU Paksa Pesawat Asing Mendarat di Lanud Palembang

Lantaran melenceng dari jalur penerbangan seharusnya,sebuah pesawat asing kemarin dipaksa mendarat oleh TNI AU di Base Ops Lanud Palembang sekitar pukul 14.00 WIB.
Pesawat Hawk TNI AU
Pesawat Hawk TNI AU (img : scramble.nl)
 
Pesawat yang diketahui jenis Boeing 737 itu sebelumnya terpaksa di-intercept dua pesawat tempur jenis Hawk 100 dan Hawk 200 dari Squadron Pekanbaru untuk segera mendarat di Lanud Palembang setelah terpantau radar Kohanutas melenceng dari jalur penerbangan seharusnya. Setelah melalui negosiasi yang alot, pesawat berbendera negeri antah berantah itu pun akhirnya berhasildigiringturun ke Lanud Palembang untuk diperiksa kelengkapan surat-suratnya.

Sebelum akhirnya berhasil menemukan kesepakatan, pesawat berbendera asing tersebut tak urung mendapat penjagaan ketat puluhan aparat yang telah bersiaga di sekitar lokasi pendaratan. Kedatangan pesawat asing juga dikawal kendaraan pasukan TNI AU, tim Crash Car PKPPK PTAP2 Palembang, hingga tim imigrasi.Sejumlah personel gabungan langsung mengamankan daerah sekitar pesawat mendarat.


“Pesawat tiba-tiba terpantau melenceng masuk wilayah teritorial kita.Makanya TNI AU pusat memerintahkan dua pesawat tempur memaksa turun ke Lanud Palembang. Kita belum tahu mereka ini mau apa,makanya dipaksa turun untuk dicek kelengkapannya,”ungkap Danlanud Palembang Letkol Pnb Adam Soeharto kemarin. Adam mengatakan,sekelumit cerita tadi merupakan skenario latihan Force Down yang telah dirancang untuk memantapkan kesiapan pasukan saat kondisi serupa terjadi di Lanud Palembang.

“Jadi kalau ini benar-benar terjadi, aparat kita langsung sigap.Kalau tidak mau diusir, mereka harus dipaksa mendarat dan diperiksa surat izin terbangnya,”katanya. Sementara itu, May Pnb B Sudewo Kepala Seksi Ops dan Latihan Pangkalan Udara (Lanud) Hasanudin Makassar yang berperan sebagai kapten pilot pesawat X mengatakan,latihan digelar untuk me-refresh pengamanan di pangkalan seluruh Indonesia, termasuk beberapa masalah real yang akan ditemui di lapangan yang membutuhkan penanganannya rumit.

“Intinya kejadian seperti itu bisa saja terjadi di pangkalan mana pun, makanya kita me-refresh agar aparat di pangkalan selalu siap,”ujarnya. Dia mengungkapkan, walaupun terkesan sederhana, proses seperti itu cukup rumit karena umumnya pilot pesawat berbendera asing tidak mau begitu saja dipaksa mendarat, meski terpantau radar telah melenceng dari wilayah penerbangannya.

Untuk itu, dibutuhkan tim negosiasi yang bagus dan solid untuk melakukan tindakan tepat bagi pesawat-pesawat yang melakukan hal serupa.“Jadi kalau tadi ceritanya ada crew saya yang sakit. Saya selaku pilot harus menjaga keamanannya.Makanya saya tidak mau langsung turun saat dipaksa mendarat,” ucapnya.



Sumber : Sindo

Rabu, 19 September 2012

Selat Sunda dalam Konflik Global dari Perspektif Geopolitik



Kenapa Selat Malaka di berbagai literatur dianggap salah satu pintu strategis Indonesia. Sebab, selain peranan vital bagi negara-negara sekeliling, juga tidak sedikit negara lain sangat tergantung atas letak geografisnya di jalur perairan tersibuk (di dunia) setelah Selat Hormuz di Teluk Persia. Keberadaan tersebut membuat Selat Malaka dijuluki chokepoints of shipping in the world baik untuk ekspor-impor, sosial politik, keamanan, lingkungan maupun militer dan lain-lainnya.

Data Kementerian Pertahanan menyebut, sejak tahun 1999-2008 kapal-kapal yang melewati Selat Malaka meningkat 74% dan era 2020-an nanti prakiraan hilir mudik pelayaran mencapai 114.000 kapal. Menurut Goldman Sachs, kelompok negara yang bakal menguasai perekonomian tahun 2050 kelak adalah Brasil, Rusia, India dan Cina (BRIC), terutama sekali Cina dan India yang paling aktif melintasi baik Selat Malaka, Selat Sunda maupun Selat Lombok.

Bagi Indonesia sendiri, selain Selat Malaka atau selat-selat lainnya, tampaknya Selat Sunda tergolong sebagai lintasan utama dalam konteks pelayaran dunia, terutama di lingkungan Asia Tenggara, ASEAN dan kawasan Asia Pasifik. Lebih utama lagi ---kevitalan Selat Sunda terlihat--- adalah pelayaran dari Laut China Selatan menuju Lautan Hindia.

Ketika menengok ke belakang sejenak perihal Selat Sunda, ternyata ada coretan pertempuran laut pada tahun 1942-an dulu. Yaitu ketika Sekutu pimpinan Amerika (AS) hendak menghalang-halangi pendaratan bala-tentara Jepang di Pulau Jawa. Luar biasa! Kapal USS Houston dan HMS Perth milik AS pun ditenggelamkan oleh Laksamana Muda Kenzaburo Hara di selat yang menghubungkan antara Jawa dan Sumatera tersebut.

Ya, dinamika pelayaran di manapun dan sampai kapanpun, baik itu swasta, sipil maupun militer niscaya tergantung atas kelancaran dan keamanan beberapa selat-selat vital dunia. Itu tak boleh dipungkiri. Menjadi keniscayaan ketika terjadi accident di perairan lalu menghambat choke-points, niscaya akan mengacaukan moda transportasi laut baik bidang sosial ekonomi, perdagangan, pariwisata, dan lain-lain termasuk pergerakan militer daripada negara - negara pengguna jalur. Contoh aktual ialah Selat Hormuz, baru sebatas rencana penutupan (oleh Iran) saja telah menimbulkan kehebohan global sebab sempat menaikkan harga minyak.

Bisa dibayangkan jika meletus peperangan di Teluk Persia, maka distribusi 40% minyak dunia ke berbagai belahan bumi dari Teluk akan macet, dan sebagai dampak langsung ialah naiknya harga-harga barang dan jasa akibat melambungnya harga energi karena kelangkaan. Inilah hikmah yang dapat dipetik, betapa tinggi urgensi sebuah selat bagi geostrategi negara-negara pemilik yang secara geopolitik adalah takdir.

Tulisan ini mencoba mengurai urgensi Selat Sunda, atau jika memungkinkan juga selat-selat lain di Indonesia dalam konteks peralihan geopolitik yang kini tengah bergerak secara perlahan dari Timur Tengah ke Asia Pasifik. Inilah uraian sederhananya.

 Sekilas Teori dan Implementasi Geopolitik

Terkait perspektif pada tulisan ini, sepintas akan diperkenalkan esensi geopolitik. Ya, cukup banyak teori pakar dari berbagai negara tentang geopolitik dan geostrategi, misalnya "Teori Ruang"-nya Friederich Ratzel (1844 - 1904), atau "Teori Kekuatan"-nya Rudolf Kjellen (1864 - 1922), "Teori Pan Region"-nya Karl Haushofer (1869 - 1946), atau teori Sir Halford Mackinder (1861 - 1947) tentang Heartland (Jantung Dunia) yang masih relevan sampai sekarang: "siapa menguasai Heartland maka akan menguasai World Island". Heartland adalah sebutan bagi kawasan Asia Tengah, sedang World Island ialah Timur Tengah. Keduanya merupakan kawasan kaya minyak dan gas bumi. Siapa menguasai kawasan tersebut, maka akan menjadi "Global Imperium". Juga tidak ketinggalan "Teori Kekuatan Maritim"-nya Sir Walter Raleigh (1554 - 1618) dan Alfred T. Mahan (1840 - 1914). Terutama teori Mahan yang masih disakralkan hingga kini oleh angkatan laut Uncle Sam, bahkan dianggap doktrin: "Barangsiapa menguasai Lautan Hindia maka akan menjadi kunci dalam percaturan dunia".

Dan tampaknya kajian dan teori geopolitik beberapa pakar di atas, memiliki benang merah esensi. Intinya:
"It must be regarded as a science bordering on geography, history, political science and international relations. The politican, the military planner and the diplomat can use geopolitic s as a method to analyze how geographical factors can be of importants when planning, geopolitics as the destiny" (Dirgo D. Purbo, 2010).

Menurut Purbo S. Suwondo, geopolitik ialah sebuah kombinasi dari faktor politik dan geografis yang memberikan ciri terhadap suatu negara atau wilayah tertentu. Geopolitik ialah takdir (Teori Strategi, PKN UI, 30 Juni 2011). Dalam perspektif ini, Purbo menekankan perlunya cermatan secara tajam dan mendalam atas "ciri khas" berkenaan dengan geografis serta dinamika politik.

Sedangkan implementasi geopolitik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebenarnya sederhana. Menurut Panglima Besar Soedirman yakni "pertahankan rumah serta pekarangan kita sekalian" (1947). Bung Karno mengingatkan bahwa "ketahanan nasional dapat maksimal jika berdasarkan geopolitik" (1965); atau Pak Harto dulu sering mengatakan "... kesatuan daratan, kesatuan lautan dan kesatuan udara ini dipandang sebagai satu keseluruhan yang bulat. Itulah wawasan nusantara (1967); dan menurut Dirgo D. Purbo pakar geopolitik dan geostrategi sekaligus dosen pasca sarjana Kajian Ketahanan Nasional Universitas Indonesia (UI) menyebut: "bahwa wawasan nusantara merupakan agenda kepentingan nasional Republik Indonesia" (2003). Itulah beberapa aplikasi geopolitik dan geostrategi dengan berbagai sisi dan kemasan.

Ya, dimanapun hakiki geo (tanah, bumi dll), tidak hanya sekedar mengantarkan orang, kelompok, bangsa dan negara pada gerbang kemerdekaan saja, tetapi lebih jauh lagi untuk membentuk bangsa yang hidup di atasnya terhormat, memiliki martabat dan sejahtera di muka bumi, sesuai pidato Bung Karno tahun 1956-an:

"Dulu Jepang nge-bom Pearl Harbour itu tujuannya adalah Tarakan untuk menguasai sumber-sumber minyak, jadi sejak lama Indonesia akan jadi pertaruhan untuk penguasaan di wilayah Asia Pasifik, kemerdekaan Indonesia bukan saja soal kemerdekaan politik, tetapi soal bagaimana menjadikan manusia di dalamnya hidup terhormat dan terjamin kesejahteraannya".

Pertanyaannya adalah: Sudahkan para elit dan segenap bangsa ini mengelola realitas politik (geopolitik) yang melekat sebagai takdir di republik tercinta ini?(IRIB Indonesia/theglobal-review/PH)
 Antara Gulliver dan "Kekaisaran Militer"

Beberapa dokumen Global Future Institute (GFI) Jakarta mengungkapkan bahwa saat ini tengah berlangsung pergeseran situasi global (geopolitical shift) dari kawasan Heartland (Timur Tengah/Asia Tengah) menuju Laut Cina Selatan. Adapun indikator dan garis besar perpindahan geopolitik dapat dicermati dari data-data sebagai berikut:

1) Menurut Bo Yaozhi, peneliti dari Universitas Negeri Singapura, AS ingin mengalihkan titik berat militernya ke kawasan Asia Pasifik, menempatkan kekuatan militer di kawasan tersebut dan menebar jaringan yang lebih besar;

2) Dalam kunjungan Obama ke Australia terkait penempatan marinir di Darwin, ia berkata bahwa prioritas utama pemerintahan AS adalah Asia Pasifik, mengingat kawasan ini menentukan masa depan di abad XXI. Menteri Pertahanan (Menhan), Leon Panetta pun menebalkan dalam pertemuan puncak Keamanan Asia diselenggarakan International Institute of Strategic Studies di Singapura (Sabtu, 2/6), bahwa AS akan menempatkan 60% armada di Asia Pasifik. Hingga tahun 2020 nanti terus menambah armada dari pembagian yang semula 50-50 antara Pasifik dan Atlantik, akan menjadi 60-40 bagi kedua samudera;

3) Munculnya ketidakpastian situasi di Timur Tengah akibat terkendalanya Military Roadmap AS terutama dalam penaklukkan Syria dan Iran. Military Roadmap tersebut pernah dipaparkan oleh Jenderal Wesley Clark, mantan Komandan NATO di Pentagon (Prof Michel Cossudovsky, www.globalresearch.ca). Kendala tadi selain karena Bashar al Assad terus melawan, juga upaya Barat menerbitkan Resolusi PBB bagi Syria bolak-balik gagal. Ini diungkap oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Hillary Clinton sewaktu kunjungan ke Beijing (Selasa,4/8). Clinton menyatakan kecewa atas tindakan Rusia dan Cina memblokir resolusi Dewan Keamanan, tetapi dijawab oleh Menlu Cina, Yang Jiechi, bahwa sejarah akan menilai posisi Cina terkait krisis Suriah adalah (penanganan) tepat. Apa yang kita pikirkan adalah kepentingan rakyat Suriah dan kawasan; dan juga

4) Cina memperingatkan AS agar tidak terlibat jauh dalam sengketa di perairan Cina Selatan karena teritorial yang diperebutkan adalah sengketa regional antara Cina melawan Taiwan, Cina versus beberapa anggota ASEAN seperti Filipina, Vietnam, Kamboja, Malaysia, Brunei Darussalam;

5) Kuatnya pengaruh Cina di Asia Pasifik dan sekitarnya akibat "Kebijakan Panda" serta melebarnya String of Pearls (pola penguasaan perairan dari Laut Cina Selatan-Selat Malaka-Laut Arab-Teluk Persia dll) merupakan strategi Negeri Paman Mao di perairan via pembangunan pelabuhan-pelabuhan di negara-negara pesisir Lautan Hindia dan Laut Cina Selatan. Bahkan India-Cina telah mengaktifkan kembali manuver militer bersama setelah terkendala sejak 2008 akibat friksi diplomatik. Tak ketinggalan adalah perambahan hegemoni melalui Kebijakan Panda (investasi/uang) terhadap negara-negara pulau di Lautan Pasifik yang selama ini dalam orbit dan kendali AS;   

6) Suksesnya penyelenggaraan KTT GNB ke 16 diikuti lebih 100-an negara di Tehran ialah ujud riil kemenangan diplomasi Iran terhadap AS dan sekutunya karena selama ini Barat berupaya menggiring opini agar dunia memusuhi dan mengucilkan Iran;

7) Kunjungan mendadak Hillary Clinton ke beberapa negara peserta dan anggota APEC yang berujung dalam KTT APEC di Vladivostok, selain mencerminkan "kepanikan AS" ---meminjam istilah Hendrajit --- secara tersirat menyimpan urgen agenda di Asia Pasifik. Inti kunjungan ke Indonesia, selain berkomitmen mendukung kepemimpinan Indonesia dalam KTT APEC 2013 di Bali, AS juga "menegur" atas intoleransi terhadap minoritas, dan lain-lain.

Agaknya perubahan geopolitik di atas, dicermati secara menarik oleh Toni Cartalucci, peneliti senior di Central for Research Globalization (CRG), Kanada. Ia membuat analogi bahwa Cina ibarat Gulliver yang terdampar di Pulau Liliput. Ketika terbangun ia mendapati dirinya terjerat tali oleh (kaum liliput) orang-orang kecil di sekeliling.

Menafsir analog Cartalucci, sepertinya Paman Sam hendak menggunakan negara-negara (proxy) di sekeliling Cina yang tergabung pada blok supra-nasional (ASEAN) sebagai front untuk "memaksa" (tie down) supaya mengikuti aturan main dan cara yang sama.  Dalam buku Perang Cina Kuno strategi itu disebut "membunuh dengan pisau pinjaman". Atau kata mBah saya, nabok nyeleh tangan!

Dan tampaknya, tafsiran ini terbukti dengan dukungan serta anjuran Panetta kepada Menhan se-ASEAN agar "bertindak seragam" terkait sengketa di Laut Cina Selatan. Secara tersirat, anjuran Panetta bersifat provokatif sebab tie down dan tindakan seragam bisa dimaknai "silahkan keroyok Cina". Tapi Cartalucci mengingatkan, skenario tersebut tidak akan sukses seperti kisah ‘Perjalanan Gulliver', bahkan mungkin sebaliknya. Artinya justru Cina yang kelak membebaskan dirinya sendiri dari jeratan temali, lalu bangkit dan menginjak-injak bangsa liliput di sekitarnya!

Masih terkait pergeseran geopolitik, Pengamat Pertahanan dan Militer dari UI Connie Rahakundini juga memprakirakan bahwa 8 tahun ke depan, "peperangan" dalam rangka perebutan sumber daya alam (SDA) dan jalur perdagangan beralih ke kawasan ini. Abad XXI, kata Connie telah melahirkan "kekaisaran militer" AS yang ditetapkan Bush Jr pada 14 Januari 2004.

Lebih dari setengah juta tentara formal plus mata-mata yang terselimuti melalui jejaring lembaga donor, teknisi, guru, serta badan usaha sudah tersebar membentuk koloni di negara-negara lain. Bukan hanya di darat, ia juga mendominasi lautan hingga samudera. Paman Sam membangun kekuatan angkatan laut yang hebat dengan mencantumkan nama-nama pahlawan pada kapal induk, seperti: Kitty Hawk, Constellation, Enterprise, John F. Kennedy, Nimitz, Dwight D. Eisenhower, Carl Vinson, Theodore Roosevelt, Abraham Lincoln, George Washington, John C. Stennis, Harry S. Truman, Ronald Reagan dan lainnya. Pangkalan militer AS telah mencapai 1000-an lebih di dunia. Data resmi dari Departement of Defence dalam laporan struktur tahun fiskal 2003 menyebut, Pentagon memiliki 702 pangkalan di 130 negara. Jumlah itu belum termasuk 6.000 pangkalan di wilayahnya sendiri. Luar biasa!

Dalam perspektif hegemoni AS, setiap negara yang berpotensi menjadi pesaing mutlak harus dibendung dan dilemahkan. Dibendung dari luar dilemahkan dari sisi internal. Tampaknya Cina merupakan kompetitor berat mengingat konsumsi minyaknya sudah separuh di pasar internasional. Persaingan keduanya berlangsung ketat terkait penguasaan sumber-sumber minyak di berbagai negara. Dokumen Pentagon sendiri, Project for The New American Century and Its Implications 2002 (PNAC) meramal bahwa persaingan antara AS - Cina meruncing 2017 dan konfrontasi terbuka mungkin tidak bisa dielakkan. Inilah yang bakal terjadi.
 Aspek Yuridis dan Geostrategi

http://indonesian.irib.ir/image/image_gallery?uuid=6a76afe5-a973-44ee-bbdd-259bf4f68bdc&groupId=10330&t=1347762506098
Rezim Hukum Laut Internasional, atau United Nation Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) 1982 yang telah diratifikasi dalam UU 17/ 1985 menetapkan skema jalur kapal-kapal di wilayah perairan dalam 3 (tiga) Alur Laut Kepulauan Indonesia (disingkat: ALKI).

ALKI I terdiri atas Selat Sunda yang bagian utara bercabang menuju Singapura dan Laut China Selatan; ALKI II meliputi Selat Lombok menuju Laut Sulawesi; dan  ALKI III sekitar perairan Laut Sawu, Kupang (III A), dan seterusnya hingga sebelah timur Timor Leste (III C)  dan perairan Aru (III D). Itulah fenomena "Pintu Gerbang Memanjang" membelah perairan Indonesia.

Berdasarkan UNCLOS 1982, ALKI menjamin hak perlintasan bagi kapal-kapal asing termasuk armada militer beroperasi secara normal. Fenomena tadi bisa menguntungkan di satu sisi, namun sisi buruknya lebih banyak mengingat saat ini tanpa pengawasan dan pengamanan maksimal. Ia bisa menimbulkan ancaman serta gangguan baik kejahatan, pencemaran lingkungan, penyelundupan, pembajakan, terorisme, trafficking in person, atau ancaman militer dari negara-negara yang melintas, baik dengan kedok pelayaran swasta, berdalih penelitian ilmiah, kerjasama dan latihan militer bersama, dan lain-lain.

Dalam UNCLOS memang membolehkan "penutupan sementara" suatu negara apabila terkait kepentingan nasional dan demi keamanan nasional, namun konsekuensi bagi negara yang bersangkutan harus menyediakan jalur alternatif sebagai pengganti. Secara geopolitik, hal-hal semacam ini sangat dikhawatirkan oleh negara-negara lain. Dengan kata lain, bila kelak Indonesia mampu mengontrol sendiri choke points-nya, maka kapal-kapal asing yang lalu-lalang di wilayah ALKI tidak bisa bebas melintas atau bertindak sembarangan.

Beberapa retorika pun muncul: Apakah "pelemahan dan pemandulan" terhadap elemen serta kekuatan-kekuatan laut di Indonesia merupakan by design pihak asing karena ketakutan bila republik ini cerdas mensiasati geopolitik dan geostrategi negaranya; bagaimana seandainya Selat Sunda dan Selat Lombok ditutup sebulan guna latihan gabungan TNI-Polri dalam rangka memberantas ilegal fishing, atau memerangi terorisme di perairan?(IRIB Indonesia/theglobal-review/PH

Sebagai chokepoints shipping in the world, tak bisa dipungkiri Malaka memang selat paling sibuk setelah Hormuz. Dan peningkatan pelayaran merupakan keniscayaan seiring gegap dinamika baik kebutuhan maupun kepentingan pribadi, kelompok dan juga bangsa-bangsa di dunia. Kepentingan akan cenderung arogansi dan sering menampakan aroma pemaksaan oleh sekelompok adidaya, sedangkan kebutuhan lebih moderat. Artinya ada take and give dalam menyatukan aneka kebutuhan. Itulah sekilas kelebihan kebutuhan daripada kepentingan yang seringkali tampil dengan sikapnya yang lalim lagi sewenang-wenang. 

Selanjutnya dampak tingginya frekwensi pelayaran, diyakini akan mengendala bagi para pengguna jalur di Selat Malaka. Kini pun tengah bermunculan. Seperti traffic congestions misalnya, adalah kemacetan akibat semakin sempitnya jalur. Atau pendangkalan di beberapa bagian selat. Timbul pelambatan jelajah kapal sebab pelayaran yang super sibuk, dan berpotensi muncul masalah baru seperti kerawanan pembajakan, atau kejahatan laut lain. Selain itu terdapat pula biaya tambahan karena waktu tempuh lebih lama, sistem pengamanan ekstra bagi kapal-kapal yang melintas, dan masih ada dilema-dilema lain terkait hal-hal teknis, operasional bahkan aspek politis dalam lingkup perairan dan pelayaran internasional. Inilah sekilas the malacca dilemma yang kelak akan menemui titik puncaknya. 

Tampaknya the malacca dilemma menyimpan konsekuensi tersendiri bagi Cina. Adalah Zhao Yuncheng, ilmuwan dari China‘s Institute of Contemporary International Relations mengatakan: "whoever controls the Straits of Malacca and the Indian Ocean could threaten China‘s oil supply route." Ini rupanya! Bahkan Presiden Hu Jiantao menegaskan, "Malacca-Dilemma" merupakan persoalan kunci untuk jaminan pasokan energi mengingat 80% impor minyak Cina melewati Selat Malaka, oleh karena itu keamanan jalur di "selat basah" ini menjadi urgen bagi kelanjutan ekonomi Negeri Paman Mao. 

Sedangkan String of Pearls ialah strategi Cina dalam rangka keamanan suplai energi. Selain strategi ini mempunyai konsekuensi dibutuhkannya militer modern yang progresif, juga memerlukan akses lapangan terbang dan pelabuhan-pelabuhan. Target jalur yang diincar ialah bentangan perairan dari pesisir Laut Cina Selatan, Selat Malaka, melintasi Samudera Hindia, Laut Arab dan Teluk Persia. Sehingga dalam peta, terlihat mirip untaian mutiara atau gambar kalung (Pearls). 

Implementasi String of Pearls ini memang tergantung fasilitas militer yang memadai di Pulau Hainan; landasan terbang darurat di Pulau Woody, Kepulauan Paracel, jaraknya sekitar 300 mil dari laut timur Vietnam; kontainer fasilitas pengiriman di Chittagong, Bangladesh; pembangunan pelabuhan air dalam di Sittwe, Myanmar; pembangunan basis angkatan laut di Gwadar, Pakistan; pipa melalui Islamabad dan Karakoram Highway ke Kashgar di Xinjiang; fasilitas pengumpulan intelijen di pulau-pulau di Teluk Benggala dekat Selat Malaka dan pelabuhan Hambantota di Sri Lanka, dan lainnya. Dalam beberapa kasus, ia memberi subsidi pembangunan pelabuhan baru dan fasilitas lapangan udara di negara-negara target dengan kompensasi fasilitas dibuat sesuai standar Cina. 

Jean Paul Rodrigue menyatakan, jalur transportasi minyak dan gas untuk kebutuhan energi di Asia Timur selain melalui Selat Malaka, juga melintas di Selat Sunda, Selat Lombok dan lainnya. Tak boleh dipungkiri, ketiganya merupakan selat vital bagi negara-negara Asia Timur, khususnya Cina dan Jepang. Isyarat Rodrigue, jika terjadi hambatan pelayaran di Selat Malaka maka alternatif jalur paling singkat adalah Selat Sunda. 

Bagi Cina, the dilemma malacca bukanlah sekedar persoalan teknis dan taktis semata. Isyarat Yuncheng dan Jiantao menyebutkan, bahwa yang paling mengkhawatirkan justru bercokolnya kapal-kapal perang AS dan sekutu di Singapura. Tak dapat dipungkiri, semakin menegangnya hubungan politik antara Paman Sam dan Paman Mao, niscaya memiliki implikasi negatif atas hilir-mudik pelayaran Cina di Selat Malaka. Shock and awe pun telah ditebar, melalui janji mengirim kapal tempur pesisir (LCS) USS Freedom di Selat Singapura, ujar Laksamana Thomas Rowden (10/5/2012). USS Freedom ialah kapal perang jenis terbaru AS, memiliki kecepatan hingga lebih 40 knot serta handal untuk perang di lautan dekat pesisir, mampu menyapu ranjau laut dan menyerang kapal selam. 

Ya, meskipun data-data ini masih sangat terbatas, setidaknya sudah bisa dijadikan mapping sementara tentang kondisi geopolitik Asia Pasifik menjelang friksi terbuka sebagaimana ramalan PNAC 2002, baik terkait implementasi String of Pearl atau dinamika kapal-kapal negara lainnya. 

Perspektif catatan ini mencermati, apabila dilemma malacca mencapai titik kulminasi akibat perang terbuka, maka besar kemunginan jalur Selat Malaka akan "tersumbat". Sudah barang tentu, sesuai prakiraan Rodrigue jalur pelayaran akan beralih ke Selat Sunda karena dianggap rute alternatif tersingkat dari jalur-jalur lazimnya. Inilah keunggulan Indonesia secara geopolitik terutama bagi negara-negara yang terlibat konflik. Betapa dahsyat urgensi Selat Sunda dan alur-alur laut lain di mata dunia, karena banyak negara tergantung pada wilayah perairannya. 

Sejatinya tinggal bagaimana faktor geografis dijadikan geopolitical leverage (daya ungkit) melalui pemberdayaan secara benar dan optimal berkenaan posisi strategis di antara dua benua dan dua samudera. Menurut Dirgo D. Purbo (2012), geopolitik dalam wawasan nusantara merupakan jawaban untuk Kepentingan Nasional RI di abad XXI. Tak bisa tidak, Kepentingan Nasional RI harus menjadi rujukan utama dalam memberdayakan daya ungkit (geopolitik) yang melekat sebagai takdir geografis.

 JSS: Berkah atau "Bencana Geopolitik"?

Ketika Indonesia memberi peluang Cina terlibat dalam pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS), tawaran itu mungkin dianggap "berkah" dari langit. Kenapa demikian, selain nilai proyeknya menakjubkan (sekitar Rp 100-an triliun) juga secara geopolitik, kelak Cina-lah yang "menguasai" Selat Sunda dengan alasan profit bisnis selaku investor. Belum masalah String of Pearl dan implementasinya. Artinya peluang itu bukan hanya mengurangi malacca dilemma atau menghindari sekalipun, tetapi bahayanya justru Cina akan menjadi pengendali baru di selat ini. Ia berani memastikan tidak akan ada kendala signifikan pada sistem pelayarannya meskipun ada "sumbatan" di Selat Malaka akibat friksi melawan AS dan sekutu. 

Tawaran kepada Cina, selayaknya perlu direnungkan atau dikaji ulang oleh segenap elit dan pengambil kebijakan di republik ini. Praduga penulis, tanpa sebuah negosiasi yang merujuk Kepentingan Nasional RI, justru berpotensi timbul "bencana geopolitik". Sudahkah para penggagas dan pengambil kebijakan JSS melek dan sadar geopolitik? Tolong jangan dilihat dari aspek sosial ekonomi saja, mutlak harus dicermati secara komprehensif atas prakiraan situasi kedepan. Beberapa opini mengkhawatirkan, bahwa JSS dapat mengikis identitas Indonesia sebagai negara kepulauan. Tanpa perencanaan strategis dan pola nego canggih lagi handal, jangan-jangan rakyat di sekitar JSS cuma menjadi penonton belaka? 

Telah banyak contoh di berbagai belahan dunia, ketika suatu wilayah menyimpan potensi gas, minyak dan aneka tambang lain dalam deposit relatif besar, kecenderungan warga yang hidup di atas dan sekitarnya justru berakhir Absentee of Lord, menjadi Tuan Tanah yang tidak berpijak pada tanahnya sendiri. Tanah Air hanya tinggal airnya, tanahnya dikapling-kapling oleh perusahaan entah dari mana. Mungkin "diciptakan" konflik komunal dengan aneka dalih, atau dibuat seolah-olah itu bencana, dan lainnya. Disini perlu wawasan dan perspektif geopolitik dalam rangka membangun JSS. 

Merujuk awal catatan ini, hakiki geo (tanah, bumi, dsb) dimanapun, seharusnya tidak sekedar membawa orang, kelompok, bangsa dan negara pada gerbang kemerdekaan, tetapi yang pokok adalah membentuk warga bangsa yang hidup di atasnya menjadi terhormat, memiliki martabat dan hidup sejahtera di muka bumi. Demikian juga bagi bangsa Indonesia umumnya dan masyarakat di sekitar Selat Sunda pada khususnya. Ya, geopolitik memang takdir.

 Kesimpulan dan Rekomendasi

Tibalah di ujung catatan sederhana ini. Sesuai judul dan uraian-uraian tadi diperoleh pointers yang bisa dianggap sebagai simpulan sekaligus rekomendasi. Antara lain sebagai berikut: 

Pertama: Memanasnya suhu politik antara Cina melawan AS dan sekutu, selain menggeser geopolitik global dari Heartland ke Asia, juga meniscayakan perubahan konstelasi di Asia Pasifik terutama Laut Cina Selatan dan perairan sekitarnya. Apalagi jika kelak benar-banar meletus konflik terbuka di perairan; 

Kedua: Inilah "perang skema" antara adidaya Barat dan Timur, dimana Paman Sam via Kekaisaran Militer ---meminjam istilah Connie--- asyik membangun pangkalan militer di berbagai belahan dunia, sedangkan Cina mengimbangi melalui String of Pearls di jalur-jalur utama serta alur alternatif perairan; 

Ketiga: Kelak bila terjadi perang terbuka di perairan, bukannya akan langsung berhadapan antara Cina versus AS, tapi pagelaran cenderung menampilkan perang proxy (perpanjangan) antara Cina melawan kelompok negara common wealth di sekitarnya. Akan tetapi para negara satelit tersebut didukung sepenuhnya oleh armada laut AS; 

Keempat: Dari mapping prakiraan situasi tadi, semakin terlihat urgensi Selat Sunda dari sisi geopolitik. Artinya ketika Selat Malaka telah menjadi "jalur tidak aman" bagi pelayaran internasional akibat perang, maka rute alternatif tersingkat baik dari dan ke Lautan Hindia serta Lautan Pasifik dipastikan akan melintas di Selat Sunda dan selat lainnya dalam koridor ALKI di Indonesia; 

Kelima: Perlu dibidani produk-produk hukum terkait geopolitical leverage (pemanfaatan geopolitik), misalnya "penutupan sementara" selat-selat di Indonesia ketika dinamika pelayaran telah mengancam keamanan nasional dan Kepentingan Nasional RI. Hal ini mutlak segera dilangkahkan oleh segenap elit dan pengambil kebijakan di republik ini sebagai respon terhadap situasi yang berkembang sekaligus penyikapan peralihan geopolitik global; 

Keenam: Bila JSS memang merupakan program yang tidak boleh ditunda, maka rujukan pokok selain menekankan Kepentingan Nasioanal RI juga aspek geopolitik, baik dari sisi kedaulatan negara, kesejahteraan maupun kepentingan pendukung lain bersifat lintas fungsi dan departemen serta melibatkan berbagai tokoh dan masyarakat sekitar. Syukur-syukur ditunda hingga menunggu waktu yang tepat. Tapi paling minimal adalah tinjau ulang atas proposal JSS agar tidak semata-mata mengkedepankan aspek sosial ekonomi belaka; 

Ketujuh: Salah satu prioritas pembangunan RI kedepan mutlak harus menguatkan sistem pengawasan dan pengamanan selat-selat Indonesia (ALKI) yang ditopang oleh lembaga dan departemen terkait dengan TNI-Polri sebagai ujung tombak; 

Kedelapan: Kelak dengan sistem pengamanan dan pengawasan perairan yang canggih lagi handal, niscaya akan meningkatkan "daya tawar" Pemerintah Indonesia di forum global manapun, dan lebih jauh lagi adalah mengubah skema geopolitical leverage menjadi geopolitical weapon, atau senjata geopolitik bagi republik tercinta ini.(IRIB Indonesia/theglobal review/PH)

*) Research Associate Global Future Institute Jakarta

Rabu, 12 September 2012

Peringatan Ke – 53 Hari Jadi Satuan Kapal Selam TNI AL


Tanggal 12 September adalah hari jadi Satuan Kapal Selam. Selama 53 tahun Satuan Kapal Selam telah berbakti kepada nusa dan bangsa. Pada tangga 12 September 1959 bangsa Indonesia memperkokoh kejayaannya di samudera dengan menghadirkan kapal selam kelas Whiskey yang sangat disegani saat itu. Kapal selam pertama tersebut diawaki oleh para prajurit TNI AL yang sebelumnya ditugasbelajarkan ke Polandia selama beberapa bulan hingga mendapatkan brevet kapal selam. Peristiwa bersejarah ini kemudian menjadi momentum penting yang melatarbelakangi hari jadi Satuan Kapal Selam.

Sejarah mencatat bahwa kita pernah memiliki 12 kapal selam. Secara bertahap kapal-kapal selam tersebut datang memperkuat armada kita. RI Tjakra adalah kapal selam pertama yang masuk armada kita pada tanggal 12 September 1959. Empat kapal selam berikutnya masuk jajaran kita pada tanggal 29 Januari 1962; masing-masing diberi nama: RI Nagabanda, RI Tjandrasa, RI Trisula, dan RI Nagarangsang. Pada tanggal 15 Desember 1962 armada kasel diperkuat oleh RI Widjaja Danu, RI Hendra Jala, RI Bramasta, RI Pasopati, RI Alugoro, dan satu tender kapal selam yang diberi nama RI Thamrin. Selanjutnya, Armada RI diperkuat oleh kapal selam tipe SS 209/1300. Kasel jenis tersebut datang berturut-turut. KRI Cakra dengan nomor lambung 401 hadir di Indonesia pada tanggal 27 Juli 1981. KRI Nanggala dengan nomor lambung 402 menyusul pada tanggal 9 November 1981.

Pada masa Trikora Satuan Kapal Selam Armada RI telah mampu mewujudkan dirinya menjadi kesatuan yang sangat disegani dan diperhitungkan. Peranannya sangat penting dalam mengembalikan Irian Barat ke pangkuan NKRI; menjadi alat untuk mendukung keberhasilan diplomasi bangsa Indonesia terhadap Belanda.

Sampai periode awal tahun 90-an, Indonesia sangat disegani karena satu-satunya negara di Asia Tenggara yang memiliki armada kapal selam. Pada perkembangan selanjutnya, Singapura dan Malaysia memperkuat armadanya dengan menghadirkan unsur kapal selam. Singapura, negeri kota itu, telah memiliki 4 unsur kapal selam kelas Sjoormen buatan Swedia, sedang Malaysia kini juga memiliki 2 unsur kapal selam kelas Scorpene buatan Prancis.

Satuan Kapal Selam kita saat ini diperkuat oleh dua kapal selam buatan Jerman, yaitu KRI Cakra-401 dan KRI Nanggala-402. Indonesia mulai memesan kapal selam tipe SS 209/1300 ini pada tahun 1977. Kedua kasel ini dibuat oleh galangan kapal Howaldtswerke di Kiel, kawasan Jerman Barat. Pada bulan Juni 1981 KRI Cakra-401 dan KRI Nangggala-402 mulai bertugas memperkuat armada TNI-AL.

Kapal selam memiliki nilai strategis yang sangat tinggi karena karakternya yang sulit dideteksi dan mampu membawa berbagai jenis senjata, seperti torpedo, ranjau maupun peluru kendali. Sejarah peperangan laut membuktikan bahwa hanya kapal selam yang mampu masuk dan menembus jantung pertahanan lawan. Kapal selam dapat menghancurkan sebuah armada tempur juga dapat menjadi center of gravity Angkatan Laut.

Kapal selam juga merupakan senjata strategis yang kehadirannya memberikan dampak penangkalan yang besar bagi pihak lain. Oleh karena itu, Panglima Armada RI Kawasan Timur (Pangarmatim), Laksda TNI Agung Pramono, S.H., M.Hum Rabu (12/9) dalam amantanya yang disampaikan oleh Kasarmatim Laksma TNI Darwanto, S.H., M.A.P. pada Upacara Peringatan Hari Lahir ke-53 Satuan Kapal Selam berharap agar program penambahan unsur kapal selam segera dapat direalisasikan. Menurut Pangarmatim, program penambahan kapal selam merupakan upaya mewujudkan kembali kejayaan kekuatan kapal selam seperti pada zaman yang lalu.

Pati TNI AL dengan dua bintang di pundak ini pun berharap agar dalam menyongsong kehadiran kapal selam yang baru, seluruh jajaran keluarga besar Korps Hiu Kencana selalu berupaya meningkatkan kemampuan sehingga memiliki sumber daya manusia yang profesional.

“Dengan profesionalisme yang tinggi maka kita akan mampu mengawaki alutsista tersebut dengan keyakinan dan kepercayaan diri yang tinggi,” tegasnya.