Rabu, 09 Mei 2012

Walau Ditolak, Menhan Ngotot Beli Kapal Perang Asal Inggris


Dalam MEF yang dituangkan dalam Renbangkuat TNI AL 2024, dibutuhkan 40 kapal perusak kawal rudal (korvet, fregat, destroyer), saat ini baru dimiliki 14 kapal (3 Fatahilah class, 1 KHD, 6 Ahmad Yani class, dan 4 Diponegoro class), masih diperlukan lagi 26 kapal lagi untuk waktu 12 tahun (photo : boakesy53)

[SURABAYA] Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyatakan, DPR RI dan TNI Angkatan Laut (AL) saat ini sedang meninjau proses pembuatan kapal tempur jenis Multi Role Light Frigate (MRLF) yang ditolak DPR RI.

Ada apa sih, pemerintah ngotot membeli kapal dari luar negeri, sementara bangsa sendiri sudah bisa memproduksi kapal perang sendiri?

"TNI AL memang meminta pembelian kapal Frigate itu, karena kapal itu modern sekali, bisa untuk serangan bawah air, serangan permukaan air, dan serangan udara," katanya setelah meresmikan Gedung "Technopark" UPN Veteran Jatim di Surabaya, Rabu (9/5).

Didampingi Rektor UPN Veteran Jatim Prof Dr Ir Teguh Soedarto MP, ia mengemukakan hal itu menanggapi penolakan Komisi I DPR RI untuk pembelian tiga unit kapal tempur jenis MRLF yang dibuat perusahaan di Inggris itu, karena kapal itu sudah ditolak oleh Brunei dan Vietnam.

Menurut Menhan, penolakan suatu negara untuk tidak jadi membeli suatu alutsista itu memiliki alasan tersendiri, dan alasan penolakan negara itu belum tentu menjadi alasan negara lain untuk tidak jadi membeli juga.

"Alasan Brunei tidak jadi membeli itu internal mereka, dan alasan itu belum tentu sama dengan alasan negara lain, karena itu sekarang ada tim dari DPR RI dan TNI AL yang meninjau langsung proses pembuatan kapal itu," tukasnya.

Bahkan, katanya, bila kapal frigate itu sudah dibeli pun,  tetap harus melalui mekanisme pengawasan dan pengendalian yang ketat. "Jadi, kita tidak hanya membeli, tapi di sisi lain akan ada tim yang melakukan pengawasan dan pengendalian itu," tuturnya.

Sebelumnya, Pemerintah Brunei mencium ada aroma penggelembungan anggaran dalam pengadaan kapal itu dan spesifikasi juga diturunkan, sehingga Sultan Brunei tidak mau membayar, namun perusahaan Inggris BAE akhirnya memperkarakan Brunei ke Arbitrase Internasional pada 2007, sehingga Brunei pun terpaksa membayar.

Menanggapi protes DPR itu, Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Soeparno mengatakan, TNI AL memang memerlukan tambahan armada untuk menjaga wilayah perbatasan laut Indonesia.

"Soal masalah teknis yang dialami oleh kapal perang ini, silakan DPR menyiapkan tim teknis untuk mengetes kapal tersebut. Kata orang kalau tidak percaya silakan dicoba. Apa benar miring atau tidak," ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi DPR RI pada beberapa waktu lalu. [Ant/L-8]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar