Pemanasan global merupakan salah satu perubahan besar yang tak terelakkan di awal abad ke-21 ini. Efek dari pemanasan global saat ini berlangsung secara perlahan, namun semakin cepat dan berpengaruh pada setiap aspek kehidupan. Saat ini mulai bermunculan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa pemanasan global dapat berlangsung dengan laju yang semakin cepat (terakselerasi) dan bukannya secara linier sebagaimana dugaan semula.
Tak satu negarapun dapat menghindarkan diri dari efek pemanasan global, sementara upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca mengalami kemandekan akibat lemahnya komitmen negara-negara industri besar yang merupakan penyumbang besar gas rumah kaca. Banyak kalangan meragukan kemampuan dunia untuk mengerem kenaikan produksi gas rumah kaca serta kenaikan temperatur yang diakibatkannya, apalagi untuk dapat membalikkan arah kenaikan temperatur global. Karena itu sudah selayaknya TNI mempersiapkan diri dan melakukan adaptasi guna menghadapi perubahan-perubahan yang diakibatkan pemanasan global, sebagaimana telah dilakukan oleh militer beberapa negara, seperti Amerika Serikat [i]
Pemanasan Global, Apa dan Dampaknya
Sepanjang kurun abad 20, suhu rata-rata permukaan bumi telah meningkat sebesar 0.74 ± 0.18 derajat Celcius, menurut IPCC Report 2007 [ii]. Sebagian besar kenaikan temperatur terjadi pada 50 tahun terakhir abad 20, dimana terjadi peningkatan gas rumah kaca akibat aktivitas pembakaran energi fosil dan penghancuran hutan oleh umat manusia[iii].
Dampak pemanasan global secara umum adalah:
1. Kenaikan muka air laut
Menurut IPCC Fourth Assessment Report 2007, dalam kurun waktu 1961 -2003 permukaan rata-rata air laut dunia telah mengalami kenaikan sebesar tiga inci (tujuh sentimeter), dimana setengah dari kenaikan itu dicapai antara tahun 1993- 2003. Beberapa model prediksi yang disimulasikan dan dijadikan referensi menunjukkan bahwa kenaikan temperatur air laut mempercepat pencairan lapisan es di kutub utara dan selatan sehingga menyebabkan percepatan kenaikan permukaan air laut. Estimasi kenaikan muka air laut rata-rata diperkirakan mencapai 18-59 sentimeter pada akhir abad ke-21 ini [iv]. Akan tetapi para ahli mengatakan simulasi ini dapat berbeda jauh dengan kejadian sesungguhnya karena masih begitu banyak faktor yang tidak diketahui oleh para ahli yang dapat berpengaruh terhadap mekanisme kenaikan muka air laut ini, sehingga kenaikan muka air laut tetap memiliki potensi untuk berlangsung secara terakselerasi. Riset yang dilakukan terhadap lapisan es di Greenland and Antartika menunjukkan bahwa kemungkinan besar kenaikan muka air laut akan terjadi dua kali lipat dari estimasi tersebut. Kenaikan muka air laut akan mempengaruhi kota-kota di pesisir pantai, terlebih lagi bagi negara-negara kepulauan yang memiliki banyak pulau-pulau seperti Indonesia.
2. Perubahan cuaca dan frekuensi cuaca ekstrim
Pemanasan global menyebabkan perbedaan pola cuaca di seluruh dunia. Selama beberapa tahun ini dunia mengalami peningkatan frekuensi terjadinya cuaca ekstrim yang membawa kerugian material dan korban jiwa.
Indonesia yang terletak di equator, merupakan negara yang pertama sekali akan merasakan dampak perubahan iklim. Dampak tersebut telah dirasakan yaitu pada 1998 menjadi tahun dengan suhu udara terpanas dan semakin meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Angin puting beliung, hujan es, badai, gelombang tinggi dan sebagainya semakin sering terjadi di Indonesia karena faktor iklim yang bertemu dengan efek dari pemanasan global. BMKG menyatakan bahwa hampir 43 persen cuaca sekarang dipengaruhi pemanasan global, selebihnya akibat faktor alam seperti La Nina dan El Nino [v]. Badan Meteorologi dan Geofisika menyebutkan, Februari 2007 merupakan periode dengan intensitas curah hujan tertinggi selama 30 tahun terakhir di Indonesia.
3. Kemusnahan spesies dan menurunnya daya dukung kehidupan
Pemanasan global menyebabkan kemusnahan berbagai spesies yang tidak mampu beradaptasi terhadap lingkungan yang lebih hangat. Akibat global warming, pola hujan menjadi semakin tidak menentu dengan beberapa kawasan mengalami kekeringan panjang sementara kawasan lainnya menerima curah hujan yang melebihi biasanya. Hal ini mengganggu produksi hasil pertanian dan mengancam ketersediaan pangan dan air bersih dunia.
Sebagai penjaga kedaulatan dan keutuhan bangsa di bidang pertahanan dan keamanan, dampak dari pemanasan global terhadap TNI secara umum dapat dibagi menjadi : (1) Dampak pemanasan global terhadap lingkungan strategis Indonesia dan (2) Dampak pemanasan global terhadap aspek operasional TNI.
Dampak Pemanasan Global terhadap Lingkungan Strategis Indonesia
Global warming telah diprediksi akan menjadi faktor yang dapat melipatgandakan keamanan negara (security threat multiplier) [vi]. Ketersediaan air bersih, pangan dan energi yang semakin sulit akan meningkatkan potensi konflik antar negara (inter-state) maupun di dalam negara itu sendiri ( intra-state conflict) yang akan berdampak secara regional maupun global.
Tekanan untuk melakukan eksploitasi sumber daya demi menjamin kelangsungan hidup negara akan membuat banyak negara semakin kuat dan asertif mempertahankan klaim teritorialnya. Berkurangnya populasi ikan tangkapan akan membuat semakin banyak kapal-kapal negara asing semakin jauh mencari kan hingga ke wilayah laut Indonesia. Sementara itu keterbatasan sumber daya penopang kehidupan manusia seperti makanan dan air bersih serta bencana alam yang diprediksi semakin banyak, akan menimbulkan konflik dan instabilitas, terutama pada negara-negara yang saat ini dilanda kemiskinan. Pada gilirannya hal ini akan menyebabkan semakin banyaknya failed states (negara gagal) dan menimbulkan arus pengungsi ke dan melalui Indonesia dengan segala konsekuensinya.
Akibat kenaikan muka air laut, diperkirakan pada tahun 2030 nanti air laut akan naik di Jakarta dan Pulau Jawa pada umumnya (hingga memasuki daratan) sekitar 15 kilometer[vii]. Begitu pula banyak pulau-pulau kecil di Indonesia yang akan hilang tenggelam. Kondisi-kondisi yang diperkirakan di atas akan menyebabkan semakin kompleksnya tugas yang dihadapi TNI di masa yang akan datang.
Dampak terhadap Aspek Operasional TNI
Karena sebagian besar operasi TNI berlangsung di wilayah NKRI, maka perubahan akibat pemanasan global di Indonesia akan berdampak terhadap aspek operasional TNI. Beberapa dampak yang diperkirakan diantaranya sebagai berikut:
- Dengan meningkatnya suhu global dan cuaca ekstrim,memberikan tekanan (stress) baik bagi personil maupun perangkat alutsista. Bagi personil, performa fisik di bawah pengaruh suhu panas dan dingin yang ekstrim akan berkurang dibandingkan kondisi normal.
- Alutsista pun mendapatkan stress lebih besar, yang dapat mempercepat kerusakan komponen, meningkatkan kebutuhan akan perawatan serta biayanya, dan juga mengakibatkan umur penggunaan alutsista semakin pendek. Sebagi contoh, saat akan terjadi badai, rute penerbangan harus dialihkan dan kapal-kapal perlu diberangkatkan dari pangkalan untuk menghindari badai yang datang ke pangkalan.
- Kondisi cuaca ekstrim dengan fluktuasi temperatur udara dan kelembaban akan berpengaruh terhadap umur simpan amunisi. Berbagai perangkat dan fasilitas tambahan mungkin perlu dipersiapkan, begitu pula perubahan prosedur perlu dilakukan untuk menjaga agar umur simpan amunisi dapat dipertahankan sepanjang mungkin.
- Semakin seringnya cuaca ekstrim dalam berbagai bentuk , seperti angin puting beliung, hujan es, badai, gelombang tinggi akan berpengaruh terhadap jalannya operasi di matra darat, laut dan udara. Sementara itu TNI dituntut untuk selalu dapat menjalankan tugas dalam kondisi apapun. Karenanya di masa yang akan datang TNI dituntut untuk beradaptasi, membiasakan diri dengan kondisi ekstrim agar dapat menjalankan operasi semaksimal mungkin di bawah kondisi cuaca dan medan yang tidak bersahabat, bahkan mungkin dalam kondisi cuaca dan medan dimana saat ini dinyatakan sebagai off-limit bagi operasi militer.
- Adaptasi tersebut dilakukan melalui adaptasi dari berbagai aspek yang membangun kapabilitas, seperti segi diklat, peralatan, personil, taktik, informasi, organisasi dan logistik (TEPIDOIL = Training - Equipment - Personnel - Infrastructure - Doctrine - Organisation - Information - Logistics). Sebagai contoh, tingginya gelombang laut dapat membuat penggunaan kapal patroli ukuran tertentu sangat beresiko dari segi keselamatan dan karenanya membutuhkan kapal yang berukuran lebih besar dan awak yang berpengalaman melakukan operasi dalam sea stateyang tidak bersahabat. Operasi-operasi tertentu dengan pesawat berawak pada kondisi cuaca yang membahayakan dapat digantikan dengan pesawat nir awak. Sulitnya pengamatan pada musuh di bawah cuaca gelap berkabut dapat dibantu dengan perangkat opto-elektronik berbasis thermal imaging.
- Kenaikan suhu udara akan menyebabkan percepatan siklus hidup vektor yang membawa penyakit bagi manusia, seperti nyamuk dan serangga lainnya. Hal ini akan mempermudah penularan dan penyebaran penyakit-penyakit berbahaya, seperti demam berdarah dan malaria (yang selama ini menjadi musuh abadi anggota TNI di berbagai daerah seperti Papua dan Maluku), diare, berbagai penyakit kulit, dan lain-lain. Meningkatnya suhu udara global akan menyebabkan tersebarnya penyakit-penyakit tersebut ke berbagai daerah yang sebelumnya jarang dijangkiti. Perpindahan manusia secara masal akibat efek pemanasan global seperti kekeringan, juga akan menyebabkan tersebarnya penyakit-penyakit baru di suatu wilayah. Potensi epidemi penyakit yang berbahaya di masa yang akan datang dapat menimbulkan krisis yang mengganggu stabilitas suatu negara sehingga membutuhkan keikutsertaan militer untuk menanganinya. Sebagai contoh, militer Angola menutup rapat perbatasannya dengan Republik Demokratik Kongo saat terjadi wabah Ebola di Kongo pada tahun 2009 lalu.
- Penanggulangan bencana. Semakin maraknya bencana alam yang dipicu oleh pemanasan global, seperti badai tropis, banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan sebagainya membutuhkan penanganan yang semakin cepat dan terkoordinasi. Sesuai dengan UU TNI, selain mengamankan negara dari ancaman yang datang dari luar, TNI juga bertugas membantu penanggulangan bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan, serta pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue) dan lain-lain melalui Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Dalam penanganan bencana-bencana ini, TNI perlu memperkuat kemampuan dan koordinasi dengan pihak lainnya tanpa melupakan agenda penguatan kompetensi dalam Operasi Militer untuk Perang.
- Penempatan dan pembangunan fasilitas dengan memperhitungkan efek dari pemanasan global. Penempatan pangkalan dan fasilitas lainnya merupakan hasil pemikiran strategis, membutuhkan biaya yang sangat besar dan dibangun agar dapat digunakan dalam jangka waktu yang cukup panjang. Karena itu penempatan fasilitas semacam ini perlu mempertimbangkan efek dari pemanasan global yang akan menjadi semakin kuat di dekade-dekade mendatang. Terjadinya cuaca ekstrim dapat menurunkan kesiapan fungsi pangkalan tersebut atau menjadikannya tidak dapat berfungsi sama sekali. Sebagai contoh, badai Andrew (1992) menimbulkan kerusakan sangat parah pada pangkalan udara Homestead di Florida sehingga tidak pernah dibuka kembali, begitu pula di tahun 2004 badai Ivan merusakkan stasiun cuaca US Navy di Pensacola sehingga tidak dapat berfungsi selama hampir satu tahun. Pangkalan AS di Samudera India, Diego Garcia, terletak di gugusan atol yang seluruhnya berada dalam ketinggian beberapa kaki dari muka air laut, sehingga kenaikan muka air laut akan menyebabkan ancaman bagi fungsi dan keberadaan pangkalan tersebut.
Tulisan ini tidak dimaksudkan sebagai pembahasan menyeluruh akan pengaruh pemanasan global terhadap TNI, akan tetapi lebih dimaksudkan sebagai stimulan bagi diskusi dan pembahasan lebih lanjut. Perubahan akibat pemanasan global datang dengan semakin cepat dan mempengaruhi siapa saja di bumi tanpa kecuali. Semoga para taruna yang kelak akan menjadi pemimpin TNI di masa yang akan datang dapat menyadari dan mengantisipasi tantangan ini.
[i] “Pentagon to rank global warming as destabilising force, US defence review says military planners should factor climate change into long-term strategy”, Guardian.co.uk, 31 January 2010
[ii] 2007 Fourth Assessment Report by the Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), 2007
[iii] "Understanding and Responding to Climate Change", United States National Academy of Sciences, 2008
[iv] 2007 Fourth Assessment Report by the Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), 2007
[v] “Pemanasan Global Pengaruhi 43 Persen Cuaca”, Media Indonesia, 14 Maret 2011
[vi] National Security and Threat of Climate Change, The CNA Corporation, 2007
[vii] “Indonesia Kehilangan 24 pulau” Republika Online, 7 April 2009