Searcher Mk. III. (Foto: IAI)
7 Februari 2012, Jakarta: Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono menyatakan rencana pengadaan pesawat intai tanpa awak belum final.
"Semua masih berproses di Kementerian Pertahanan, jadi belum final," katanya menjawab ANTARA usai memimpin upacara alih komando pengendalian Pasukan Pemukul Reaksi Cepat di Markas Divisi-1/Kostrad Cilodong, Depok, Jawa Barat, Selasa.
Ia menegaskan, TNI sebagai pengguna tidak mempersalahkan dari negara mana alat utama sistem senjata yang akan digunakan itu diadakan.
"Bagi TNI jika persenjataan yang beli sesuai spesifikasi teknik dan kebutuhan operasi yang dibutuhkan maka semua `clear`... tidak masalah," ujar Panglima TNI.
Agus menambahkan, "...dan semua pengadaan alat utama sistem senjata itu dilakukan sesuai kerangka kekuatan pokok minimum yang telah ditetapkan,".
Rencananya TNI akan membangun satu skuadron pesawat intai tanpa awak.
Pada 2006, TNI menggelar tender pembelian empat pesawat pengintai tanpa awak (UAV) untuk Badan Intelijen Strategis (Bais) yang akhirnya dimenangkan oleh Searcher Mk II melalui perusahaan Filipina, Kital Philippine Corp.
Berdasar laman kantor berita internasional United Press International (UPI), untuk pembelian UAV yang satunya senilai enam juta dolar AS tersebut, Indonesia menggandeng Bank Leumi dari Inggris dan Bank Union dari Filipina sebagai penyandang dana untuk kredit ekspor.
Belakangan karena ramai dikritik DPR, proyek pengadaan tersebut tertunda.
UAV buatan Divisi Malat Israeli Aircraft Industries (IAI) dinilai paling unggul untuk penggunaan di angkasa Nusantara.
Indonesia kali pertama memakai produk militer Israel dengan meminjam UAV Searcher Mk II milik Singapura untuk mencari lokasi sandera peneliti asing yang ditawan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Mapenduma, Papua, pada 1996.
Namun Singapura bukan satu-satunya negara yang memakai senjata buatan Israel. Malaysia telah mengoperasikan 15 unit, sedangkan Singapura 35 unit.
Dalam pengujian tim Kementerian Pertahanan, UAV Searcher Mk II mengalahkan pesaingnya dari Irkut Rusia dan UAV Hermes buatan Elbit Israel yang diageni ELS Ventures, Belanda.
Sekjen Kementerian Pertahanan Eris Heriyanto menegaskan dalam setiap pengadaan alat utama sistem senjata dari mancanegara pihaknya mengutamakan teknologi yang ditawarkan disesuaikan dengan spesifikasi teknik dan kebutuhan operasi TNI
"Jadi, yang kita lihat teknologinya, bukan dari negara mana produk alat utama sistem senjata itu diadakan," katanya.
Sumber: ANTARA News
Tidak ada komentar:
Posting Komentar