14 Februari 2012: Bagi awak KRI Nanggala-402,berada di kedalaman air selama beberapa bulan punya cerita keseharian sendiri. Meski berada di dalam air, bukan berarti bisa mandi setiap hari.
Sebaliknya gerah dan gatal hampir menjadi rutinitisan mereka di dalam kapal selam. Bayangkan saja, sebulan sekali mereka baru dapat jatah mandi. Jangan kaget jika mendapati awak kapal selam berbau sedikit apek begitu selesai berlayar.Ini karena mereka jarang diguyur air selama berlayar.
Untuk membersihkan badan,mereka biasanya hanya menggunakan tisu basah, atau hanya mengusapnya dengan handuk hangat begitu saja. Bahkan kalau kondisi darurat kadang mereka hanya ganti pakaian saja. Semua dilakukan bukan karena malas atau berlaku jorok,tetapi karena aktifivas yang begitu padat sepanjang berlayar.
Untuk sekedar mandi mereka kadang tidak sempat.” Awak kapal ini terbatas, karena hanya 34 orang.Semua konsentrasi penuh dengan tugas masing-masing,”kata salah seorang awak KRI Nanggala-402 Pelda Suprapdi Beberapa alasan menurut Suprapdi adalah karena jumlah cadangan air di dalam kapal selam yang terbatas, sehingga pemakaiannya harus super hemat.
Ini karena kapasitas tampung air dalam kapal hanya 15.000 liter saja. Jumlah air tersebut dipakai untuk minum, mandi,b ersuci, memasak,dan MCK selama hampir sebulan. ”Karena air terbatas, sehingga tidak bisa dipakai seenaknya. Paling hanya bisa dikurangi untuk cuci muka dan ambil air wudlu saja. Selebihnya untuk cadangan minum dan memasak,” katanya.
Kendati punya jatah mandi sekali, bukan berarti mereka bisa berlama-lama saat berada di kamar mandi.Ini karena jumlah kamar mandi yang terbatas, sementara awak yang mengantre begitu banyak. ”Kamar mandi hanya dua. Satu untuk komandan satu lagi untuk kita.Jadi harus gantian. Makanya selalu antre panjang kalau pas jadwal mandi. Nah,kalau yang punya kebiasaan bernyanyi saat mandi, di sini tidak bisa. Sebab di luar banyak yang menunggu,” katanya mengisahkan pengalamannya berada di kapal selam.
Tidak hanya urusan mandi saja kata Suprapdi yang harus bergantian,tidur pun demikian. Para awak KRI Nanggala tidak bisa tidur seenaknya karena harus bergiliran jaga. Untuk setiap awak misalnya, rata-rata hanya punya jatah tidur 4 jam dengan waktu yang tidak menentu. Semua dilakukan dengan sistem shift seperti tugas jaga.
Saat awak lain menjalankan tugas piket misalnya,maka awak lainnya mendapat giliran tidur,begitu seterusnya hingga 36 awak mendapat jatah merata.”Jadi kalau tidur tidak mesti malam hari. Kalau jatahnya pas siang ya siang itu harus tidur. Kalau tidak,maka jatahnya hangus,” imbuhnya.
Karena jatah yang minim pula kadang awak kapal selam susah tidur dengan nyaman. Apalagi kondisi tempat tidur juga sangat sempit, menempel di dinding kapal dan hanya berukuran 170 x 50 cm.Dengan ukuran ini,praktis mereka tidak bisa bergerak bebas saat tidur,misalnya mengubah arah kepala atau bahkan mlungker (menekuk kaki dan badan) saat kedinginan.
Bahkan saat bangun pun mereka tidak bisa langsung duduk seperti di tempat tidur normal. Ini karena tinggi tempat tidur yang tidak lebih dari 40 cm. Tak hanya itu saja,besarnya gelombang air laut seringkali juga membuat mereka mendadak terjaga saat tidur. Ini karena tubuh mudah tergoyang dan membentur dinding.
Kendati demikian,para awak kapal tidak lantas jenuh dan menyerah.Sebaliknya mereka tetap tegar dan semangat menjalankan tugas dengan profesional.”Bertugas di tengah keterbatasan sudah menjadi resiko, sehingga harus tetap dinikmati. Dan kami bersyukur karena masih bisa melewatinya dengan baik,” katanya.
Bagi Suprapdi sukses menjalankan tugas yang diperintahkan atasan adalah sesuatu yang luar biasa.”Kalau semua itu sudah tercapai, maka semua penderitaan selama bertugas menjadi sirna,”tandasnya.
Sumber: SINDO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar