JAKARTA - Rancangan Undang-undang Industri Pertahanan diharapkan dapat segera disahkan karena akan lebih menjamin kelangsungan dan pemberdayaan industri pertahanan dalam negeri. UU ini nantinya dapat mengikat pengguna persenjataan untuk membeli dari dalam negeri.
“Kondisi industri pertahanan kita sekarang sangat memerihatinkan. Karenanya kami mendorong agar ada kebijakan afirmatif untuk lebih memberdayakan industri pertahanan dalam negeri, baik milik negara maupun swasta,”kata Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Shiddiq, di sela-sela "Jakarta International Defense Dialogue" (JIDD) 2012 di Jakarta Convention Center, Rabu (21/3).
Dijelaskan Mahfudz, dalam UU ini akan disertakan penerapan sanksi bagi end user yang tidak mau membeli produk pertahanan dalam negeri. Sanksi ini, tambah dia, merupakan bagian dari upaya peringatan.
“Konsekuensi dari kebijakan politik dan komitmen politik. Kemhan mengalokasikan 15 persen untuk industri pertahanan dalam negeri,”kata Mahfudz.
Dia menambahkan, pemerintah tidak boleh memanjakan industri pertahanan milik negara. Misalnya ketika ada industri pertahanan yang tak mampu memenuhi permintaan sesuai perjanjian, maka harus tetap diberikan penalti.
Nantinya, tutur Mahfudz, UU ini akan menetapkan pemangku kebijakan dalam industri pertahanan. Menurutnya, selama ini pihak-pihak yang bersentuhan dengan industri pertahanan memiliki kepentingan berbeda.
“Kami harap KKIP (Komite Kebijakan Industri Pertahanan) dan Kemhan bisa menjadi stakeholder nantinya,”ujarnya.
Namun begitu, jelas Mahfudz, UU ini tidak bisa mengakomodasi sinergisitas industri pertahanan dari hulu hingga hilir. “Kita membuat aturan perlunya negara untuk mengintegrasikan hulu dan hilir. Tapi tidak mengikat secara detail karena ini diatur dalam undang-undang lain secara khusus,”terangnya.
Sumber : JURNAS.COM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar