Kamis, 01 Maret 2012

Abaikan Belanda, Masih Banyak Jalan Menuju Leopard


Perjalanan shopping alutsista kembali dilakukan Kemhan dan Mabes TNI.  Kali ini kembali mengunjungi Jerman dan Perancis. Kafilah Kemhan dipimpin Wamenhan Syafrie Syamsoedin dan Mabes TNI dipimpin KSAD Jendral TNI Pramoni Edi Wibowo.  Di Jerman rombongan penjelajah alutsista RI itu melakukan lamaran akad nikah dengan Kemhan Jerman tanggal 27 Pebruari 2012.  Isinya berupa MOU sama dengan kesepahaman untuk menjalani pendekatan lebih intensif dalam upaya mendapatkan alutsista yang  diinginkan, misalnya MBT Leopard atau kapal selam U214.  Wamenhan RI bilang penandatanganan kerjasama itu bertujuan sebagai kerangka untuk memajukan kerja sama bilateral kedua negara berdasarkan prinsip kesetaraan, saling menguntungkan dan saling menghormati, kedua pihak.
Hal yang sama dilakukan juga di Perancis.  Di Paris Rabu tanggal 29 Pebruari 2012 dilakukan sign bidang pertahanan, bisa ditebak  maksud dan tujuan MOU itu, mendapatkan alutsista made in Perancis untuk TNI AD.  Yang menarik hanya dalam waktu 1 minggu ada 2 sign kerjasama pertahanan.  Itu merupakan jalan-jalan belanja alutsista yang istimewa sekaligus ingin meledek Belanda yang plin plan menjual tank second Leopard. Jual beli alutsista itu mestinya pakai aturan bisnis tok atau prinsip kesetaraan.  Polanya macam-macam bisa G to G atau B to B.  Tak usah membawa-bawa issue lain yang berada di luar wilayah bisnis bilateral.  Emang lu siape, emang lu penjajah yang baik, emang lu mewariskan negara jajahan yang berkualitas, jangan sok menggurui dong.  Statemen Wamenhan di Jerman itu jelas dan tegas, prinsip saling menghormati, kesetaraan dan menguntungkan adalah landasannya.
Howitzer Caesar Perancis yang diincar TNI AD
Kita tentu masih ingat ketika seorang menteri luar negeri Belanda Pronk berjalan-jalan di kawasan miskin di Jakarta akhir tahun 80 an.  Gaya bicara dan langgam bahasa tubuhnya menunjukkan seperti dewa penolong, lalu memberikan berbagai syarat agar bantuan IGGI (Inter Government Group on Indonesia)  bisa cair waktu itu. Pak Harto tersinggung berat, tak lama kemudian IGGI dibubarkan oleh Indonesia.  Sekedar informasi IGGI didirikan tahun 1967 yang merupakan group donatur untuk pembangunan ekonomi RI lewat Repelita yang anggotanya adalah Jepang, Belanda, Inggris, AS, Italia, Perancis, Jerman, Bank Dunia, ADB  dll.  Setiap tahun group ini memberikan pinjaman rata-rata 2 milyar dollar, dan si Belanda tadi kontribusinya setiap tahun tidak lebih dari US$ 70 juta, tapi gayanya itu yang menyesakkan hati, arogan dan mendikte.  Jepang yang bantuannya paling besar low profil aja tuh.

Sekarang itu perilaku itu diperlihatkan lagi ketika kita mau order Leopard.  Belum lagi langgam Damen Schelde yang setengah hati melakukan kerjasama pembuatan kapal perang berkualifikasi PKR.  Membaca langgam dan lagu negeri dibawah laut itu kadang membuat kita gregetan sekaligus keki.  Belanda  selalu merasa sebagai bangsa kelas satu lalu menganggap bangsa ini masih berada dalam “aura” negeri jajahan dia.  Perilaku ini kontras dengan gaya sambut Kemhan Perancis dan Jerman.  Mereka say hallo dengan keakraban dan bernuansa kesetaraan, lalu tak bertele-tele, prinsip dagangnya anda jual kami beli.  Bukan, anda jual, mau kami beli lalu jangan ini jangan itu.

Diantara negeri-negeri barat yang mampu membawakan bahasa santun dalam etika pergaulan dengan Indonesia tercatat Perancis dan Jerman yang paling softly.  Spanyol dan Italia juga merupakan negara yang membawa “kesetaraan gender” dalam melihat Indonesia.  Belanda sepanjang sejarah gaulnya dengan RI tak pernah menampakkan diri dalam wajah ketulusan bersahabat.  Mungkin untuk menutupi malunya ketika dua kali tarung teritori dengan RI.  Yang pertama bertekuk lutut dengan pengakuan kedaulatan RI akhir Des 1949. Dan yang kedua kalah terhormat dalam “final Irian Barat Cup” dan mengembalikan Irian Barat (Papua) kembali ke Indonesia akhir tahun 1962.  Mereka gentar dengan kekuatan armada perang RI waktu itu

Perilaku Inggris agak mirip-mirip dengan Belanda.  Ketika insiden St Cruz Dili Timor Leste tahun 1991 meletus,  Inggris langsung embargo senjata ke RI.  Hebatnya lagi pada waktu bersamaan sedang dilakukan penerbangan ferry pengadaan 40 jet tempur Hawk 100/200.  Beberapa jet itu ditinggalkan pilot Inggris di Bangkok Thailand.  Lalu ketika dilakukan operasi militer di Aceh tahun 2003 Inggris melarang TNI mengunakan pesawat tempur Hawk dan tank Scorpion digunakan di Aceh.  Nah saat ini negeri Rooney itu kelihatannya sedang berupaya mengambil hati pemerintah RI sehubungan dengan hampir pastinya order 3 Fregat Ragam Class dan diliriknya 1 skuadron jet tempur Typhoon.  Padahal baru dilirik loh, soalnya Typhoon baru mengalami kekalahan telak dari Rafale dalam tender jet tempur medium multi guna AU India baru-baru ini.

Pepatah lama yang mengatakan tidak ada rotan akar pun jadi, kiranya perlu disesuaikan sehubungan dengan rencana beli alutsista MBT Leopard.  Pepatahnya diubah jadi: Kalau akar jual mahal kita beli sekalian rotannya.  MBT Leopard itu kan buatan Jerman. Belanda hanya user, lha kalau user mau jual tapi banyak persyaratan mending beli ke pabriknya saja langsung.  Jerman paham dengan kita karena sejarah gaulnya dengan kita penuh dengan kehangatan apalagi ada Habibie yang menjadi perekat manisnya hubungan itu. Oleh sebab itu kunjungan Kanselir  Jerman Angela Merkel ke Indonesia pertengahan tahun ini perlu kita sambut hangat menuju kemitraan strategis Indonesia-Jerman.  Siapa tahu U214 jadi menu utama hidangan makan malamnya.  Dalam hati siapa yang tahu, ah bisa aja si Jagvane.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar