Jumat, 18 November 2011

Mempelajari Peningkatan Kekuatan Militer Malaysia di Kepulauan Spratley


Fakta-Fakta
Berdasarkan deklarasi Zona Ekonomi Eksklusif tanggal 20 September 1979, Pemerintah Malaysia mengklaim batas pelantar benua sepanjang 200 mil laut. Terumbu Layang-layang adalah bagian dari kawasan yang disebut sebagai Gugusan Semarang Peninjau (GSP). GSP ini terdiri dari beberapa terumbu karang di Kepulauan Spratley bagian selatan yang berada dalam kawasan ZEE Malaysia.
Terumbu Layang-layang sendiri adalah sebuah atol di bawah permukaan laut yang terpencil di Laut Cina Selatan, 306 km di sebelah barat laut Kota Kinabalu, ibukota Sabah. Letaknya tepat pada 7°22'23.48"N dan 113°50'46.23"E. Belum dapat dipastikan terumbu karang ini terbentuk oleh karang yang tumbuh di atas gunung api bawah laut atau sebuah gunung yang tenggelam. Para ahli kelautan mengatakan bahwa di Terumbu Layang-layang terdapat 30 rangkaian karang yang membentuk atol sepanjang 7,3 km dan lebar 2,2 km. Pulau buatan yang ada merupakan satu-satunya tempat berlabuh yang aman di kawasan ini. Perairan di sekitar terumbu karang di wilayah ini masih asli, sehat dan terlihat dengan baik. Lereng curam di atas perairan yang dalam sangat indah untuk diselami. Biota laut berupa macam-macam ikan dan penyu, ganggang serta karang banyak terdapat di wilayah ini. Beting pasir yang tampak di permukaan air laut menjadi tempat favorit untuk beristirahat bagi berbagai spesies burung laut, terutama burung layang-layang. Oleh sebab itu, terumbu karang di wilayah ini disebut sebagai Terumbu Layang-layang. Selain mengandung kekayaan alam gas alam dan minyak bumi, GSP juga kaya dengan biota laut dan keindahan alam bawah laut. Pendapatan nelayan dari hasil tangkapan ikan tuna saja dapat mencapai RM 70 juta setahun. Ini di luar hasil tangkapan lain seperti udang karang dan ikan kerapu.
Ditinjau dari aspek geostrategis, Terumbu Layang-layang terletak di ujung selatan Kepulauan Spratley yang disengketakan oleh negara Malaysia, Filipina, Brunei, Vietnam, Taiwan dan China. Di lokasi tersebut, Pemerintah Malaysia telah membuat sebuah pulau seluas 6 hektar di sebelah ujung timur atol tersebut sebagai pangkalan militer dan pariwisata yang disebut dengan Stesen Lima. Pendudukan Malaysia di terumbu ini dimulai sejak tahun 1979 melalui Operasi Tugu oleh Paskal, pasukan khusus marinir Malaysia, LST KD Raja Jarom dan satu detasemen helikopter Nuri. Pembangunan kawasan GSP oleh Pemerintah Malaysia sesungguhnya mendapat kecaman dari negara Filipina, Brunei, Vietnam, Taiwan dan Cina. Namun sejauh ini pembangunan fasilitas pertahanan dan pariwisata oleh Pemerintah Malaysia dapat berjalan lancar.
Sebagai pangkalan militer, GSP mempunyai beberapa pos pengamanan yang dibangun sejak tahun 1979. Penempatan pasukan pertama kali di Terumbu Layang-layang pada bulan Mei 1983 oleh anggota Paskal (Pasukan Khas Laut). Pada tahun 1985, fasilitas militer diperbesar dengan pembangunan barak. Stesen Lima (Terumbu Layang-layang) berfungsi sebagai pos induk untuk aktivitas di sekitar GSP. Pangkalan darat GSP diawaki oleh Pasukan Khas Laut (Paskal) TLDM dan Pasukan Pertahanan Udara (PPU) TLDM dipimpin oleh seorang perwira berpangkat komander (letnan kolonel). Fasilitas militer di kawasan GSP antara lain :
a. Satu unit pangkalan utama dan empat pos pengamanan (Uniform, Papa, Tango dan Mike).
b. Landasan udara sepanjang 1.367 meter yang dapat didarati dengan baik oleh pesawat CN235M. Meski demikian, pesawat Hercules C-130 dapat juga dipaksa mendarat walaupun dengan kondisi pendaratan yang kurang nyaman.
c. Pelabuhan yang ada di Stesen Lima (Terumbu Layang-layang) saat ini sepanjang 42 meter dan secara bertahap akan diperpanjang lagi untuk memungkinkan lebih banyak kapal-kapal perang dan kapal wisata yang dapat berlabuh.
d. Enam pucuk meriam Bofors kaliber 40 mm.
e. Sistem rudal Starburst.
Untuk meyakinkan kehadiran Pemerintah Malaysia di GSP, telah dibangun obyek wisata yang mengkhususkan pada wisata alam, penyelaman dan wisata pemancingan ikan laut dalam. Saat ini GSP, khususnya Terumbu Layang-layang telah menjadi obyek wisata terkenal di seluruh dunia yang dilengkapi fasilitas lapangan udara untuk pesawat ringan, pelabuhan kapal pesiar, pembangkit listrik tenaga diesel dan angin, resort serta sistem penyaringan air Reverse Osmosis (RO).
Wakil PM Malaysia, Datuk Seri Najib Tun Razak dalam kunjungan ke Terumbu Layang-layang pada hari Selasa, 12 Agustus 2008, menjelaskan bahwa pengendalian dan pendudukan suatu daerah yang disengketakan merupakan faktor utama bila kasus Ambalat dibawa ke Mahkamah Internasional. Oleh karena itu, Malaysia akan mempertahankan kehadirannya di perairan Ambalat. Najib yang juga menjabat sebagai Menteri Pertahanan mengatakan, bahwa instalasi militer yang dibangun di pos-pos strategis garis depan merupakan bagian dari langkah-langkah untuk menyokong ZEE.
Analisa
Pemerintah Malaysia memandang penting aspek penguasaan wilayah dalam rangka melindungi kedaulatan negara atas wilayahnya sampai ke garis perbatasan pulau terluar. Sebagaimana telah tercatat dalam sejarah, kemenangan Malaysia atas Indonesia dalam kasus Pulau Sipadan dan Ligitan tahun 2002 serta kemenangan Singapura atas Malaysia dalam kasus perebutan Pulau Batu Puteh di Mahkamah Internasional tahun 2008 membuktikan bahwa penguasaan secara fisik terhadap wilayah yang disengketakan merupakan faktor penting untuk memenangkan kasus tersebut secara hukum di Mahkamah Internasional.
Penempatan pangkalan militer di wilayah ZEE yang disengketakan memberikan keuntungan taktis sebagai faktor penggentar bagi negara lain yang ingin mempersengketakan wilayah tersebut. Sedangkan pembangunan obyek wisata di Terumbu Layang-layang yang mengundang minat wisatawan asing di samping memberikan keuntungan secara finansial juga secara politis dapat membangun opini masyarakat internasional bahwa kawasan GSP adalah benar-benar milik Malaysia. Opini masyarakat internasional ini penting untuk memperkuat diplomasi apabila sengketa wilayah ini dibawa ke Mahkamah Internasional.
Peningkatan kekuatan militer Malaysia di Kepulauan Spratley, yang menurut Malaysia adalah kawasan ZEE-nya, dalam sengketa dengan Filipina, Brunei, Vietnam, Taiwan dan China merupakan bukti bahwa setiap negara akan melakukan tindakan apapun demi melindungi kedaulatan negaranya. Menurut Atase Laut RI Kuala Lumpur, dalam hubungan antar negara, istilah kawasan ZEE hanya dikenal dalam UNCLOS 1982 yang Malaysia sendiri tidak meratifikasinya. Menurut UNCLOS 1982, kondisi geografis Malaysia sebagai negara pantai tidak memberikan hak atas kawasan ZEE. Jadi, klaim Malaysia atas kawasan ZEE hanya merupakan klaim sepihak. Walaupun secara hukum peningkatan kekuatan militer Malaysia di kawasan ZEE tidak dibenarkan, Malaysia tetap melakukannya.
Dalam kasus Ambalat dengan Indonesia, peta wilayah perbatasan laut Malaysia yang digunakan oleh Pemerintah Malaysia adalah peta tahun 1979. Ini tahun yang sama dengan pendudukan pertama aparat keamanan Malaysia ke GSP Terumbu Layang-layang dan mungkin pendudukan ke Pulau Sipadan dan Ligitan. Hubungan ini menunjukkan bahwa perhatian dan langkah Pemerintah Malaysia terhadap perlindungan aset wilayahnya telah ada sejak tahun 1979. Ungkapan Wakil PM Malaysia Datuk Seri Najib Tun Razak menunjukkan keinginan Malaysia untuk memiliki blok Ambalat semakin kuat sehubungan dengan kekalahan Malaysia dari Singapura dalam pemilikan Pulau Batu Puteh. Permasalahan Blok Ambalat yang saat ini kelihatan mereda tetap menyimpan potensi konflik, baik politik, ekonomi, sosial maupun militer. peningkatan kekuatan ekonomi dan militer Malaysia di sektor selatan pantai timur Sabah harus diwaspadai dan diantisipasi.
Kawasan titik-titik terluar perbatasan Indonesia, sebagaimana juga Blok Ambalat, merupakan suatu sistem yang di dalamnya terlibat berbagai pihak dan kepentingan. Permasalahan politik, ekonomi dan sosial mengenai kehidupan masyarakat, perdagangan lintas batas, illegal logging, penyelundupan TKI dan sumber daya alam di sekitar titik-titik terluar perbatasan harus dikelola dengan baik agar dapat memberikan keuntungan positif bagi perjuangan mempertahankan kedaulatan NKRI. Ancaman kedaulatan NKRI di sekitar titik-titik terluar perbatasan harus ditangani secara komprehensif dan memerlukan keterlibatan berbagai pihak.
Kondisi geografis Indonesia yang luas dan terdiri dari ribuan pulau serta sebagian besar wilayah perbatasan yang terdiri dari lautan merupakan suatu permasalahan krusial bila dihadapkan dengan konsep pertahanan yang menitikberatkan pada operasi patroli dengan menggunakan alutsista kapal perang dan pesawat tempur. Ini dapat dipahami mengingat kondisi keuangan negara yang belum mampu menyediakan alutsista sesuai kebutuhan untuk menjaga kedaulatan wilayah negara. Di sisi lain, kondisi geografis ribuan pulau yang dimiliki Indonesia dan rakyat Indonesia yang tersebar sampai di pulau-pulau terpencil tersebut merupakan aset yang sangat berharga bila dikelola dengan baik.
Pemerintah harus mengutamakan pembangunan infrastruktur sosial dan ekonomi di kawasan terpencil pulau-pulau terluar yang bersifat dasar maupun yang sesuai dengan potensi wilayah masing-masing. Selain infrastruktur dasar seperti kesehatan, pendidikan, transportasi dan sebagainya, potensi wilayah yang dapat dikembangkan di pulau-pulau terluar ini biasanya adalah budidaya dan pariwisata kelautan. Dengan pembangunan infrastruktur ini diharapkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan potensi ekonomi di daerah itu akan meningkat. Peningkatan potensi ekonomi ini diharapkan akan berpengaruh pada peningkatan pendapatan daerah dan pendapatan negara.
Satu hal yang tidak boleh ditinggalkan dalam pembangunan masyarakat di pulau-pulau terluar adalah penanaman jiwa patriotisme dan nasionalisme serta kepedulian terhadap pertahanan (defense awareness). Sejarah telah membuktikan kemenangan bangsa Indonesia atas penjajah sesungguhnya merupakan kemenangan rakyat bersama politisi dan tentara. Dalam segi militer, rakyat membantu tentara dalam suplai logistik maupun informasi. Dalam penegakan kedaulatan negara di masa modern ini masyarakat penduduk pulau terluar merupakan aset intelijen yang dapat memberikan informasi adanya ancaman terhadap kedaulatan negara.
Seiring dengan peningkatan kesejahteraan, potensi ekonomi masyarakat dan negara serta kepedulian terhadap pertahanan masyarakat di pulau terluar, peningkatan kekuatan militer di kawasan tersebut secara bertahap juga ditingkatkan. Pangkalan-pangkalan militer perlu dibangun di pulau-pulau atau terumbu karang terluar, bila perlu di kawasan ZEE. Pembangunan pangkalan militer ini akan memberikan rasa aman bagi masyarakat setempat dan juga bagi investor yang ingin berusaha di kawasan tersebut.
Kesimpulan
Perjuangan mempertahankan kedaulatan NKRI atas suatu wilayah dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, terbukti tidak dapat dilakukan dari satu pihak saja. Diplomasi dan kekuatan militer saja, tidak akan mampu mempertahankan suatu wilayah dalam sengketa dengan negara lain. Sengketa titik terluar perbatasan adalah sengketa suatu sistem yang di dalamnya terlibat berbagai pihak dan kepentingan. Menarik pelajaran dari peningkatan kekuatan Malaysia di Kepulauan Spratley, ada tiga hal penting yang harus dilakukan dalam menjaga kedaulatan NKRI di pulau terluar yang perlu melibatkan berbagai pihak pemerintah maupun masyarakat dalam kondisi sekarang ini, yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat dan potensi ekonomi setempat, penanaman jiwa patriotisme dan nasionalisme masyarakat setempat serta diiringi dengan peningkatan peningkatan kekuatan militer secara bertahap di kawasan titik terluar wilayah negara tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar