Selasa, 15 November 2011

UU Otsus Tidak Dijalankan, Papua Ancam Bingkai NKRI


JIKA Pemerintahan SBY-Boediono tidak segera mengambil langkah konkrit dengan agenda strategis untuk menyelesaikan konflik Papua, maka dikhawatirkan dinamika politik wilayah Indonesia di ujung timur itu bisa mengancam dan membahayakan kedaulatan bingkai NKRI.
“Jadi PR (pekerjaan rumah-red) politik,” warning Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq di Jakarta, Selasa (15/11). Sebab dinamika di Papua termasuk tuntutan referendum, membuktikan adanya tingkat urgensi sangat besar, agar pemerintah segera menyelesaikan persoalan di bumi Cendrawasih itu.
Menurut Mahfudz, selama ini pemerintah lalai, tidak serius dan tidak mengambil langkah nyata untuk menjalankan Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) serta roadmap penyelesaian Papua yang pernah direkomendasikan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Misalnya, pemerintah tidak menjalankan atau mengimplementasikan Komisi Rekonsiliasi dan Kebenaran (KRK) yang diamanatkan UU Otonomi Khusus No.21 tahun 2001, yang menjadi rujukan dalam penyelesaian masalah Papua.
Politisi PKS ini menyarankan, sebagai langkah pemulihan kondisi di Papua, pemerintah perlu segera mengefektifkan pelaksanaan UU Otsus Papua untuk mensejahterakan rakyat Papua, sekaligus membuat kebijakan yang memihak (affirmative) di bidang keamanan tanpa harus diikuti pengamanan berlebihan.
Perlu Badan Khusus Tangani Otsus Papua
Komunitas Masyarakat Papua Peduli Pembangunan (KMP3) sebelumnya pernah menyarankan agar pemerintahan SBY “jilid dua” mengakomodasi kepentingan masyarakat di kawasan paling timur itu dengan membentuk kementerian atau badan khusus urusan otonomi khusus (Otsus) Papua.
“Kebijakan Otsus Papua berjalan terlalu umum atau konvensional. Sehingga meski sudah delapan tahun Otsus Papua berjalan, tidak ada hasil signifikan yang dirasakan masyarakat Papua sampai saat ini,” kata Koordinator KMP3 untuk Provinsi Papua Barat Yusuf Saway, di Jakarta, Senin.
Menurut dia, untuk mempercepat pencapaian hasil program otsus Papua, perlu dibentuk semacam kelembagaan khusus di tingkat nasional untuk menangani Papua.
“Di masa pemerintahan SBY jilid dua ini, kami mengusulkan agar Presiden membentuk kelembagaan khusus di tingkat nasional yang secara khusus menangani Papua. Sebab akan sulit bagi Papua jika hanya ditangani secara sektoral tanpa suatu koordinasi dan konsolidasi kebijakan dan program yang komprehensif. Tidaklah cukup untuk menangani Papua melalui pola yang konvensional tanpa terobosan,” katanya.
Lembaga khusus itu, lanjut Saway, bisa berupa Kementerian Muda Urusan Papua atau Badan Khusus Urusan Otonomi Khusus Papua ataupun suatu Komisi Khusus Urusan Papua yang berada di bawah Kantor Kepresidenan.
“Lembaga ini terbentuk sebagai `driving force` yang bertugas untuk memberikan nasihat kepada Presiden, memfasilitasi dan mengendalikan UU Otonomi Khusus, memfasilitasi penyelesaian masalah-masalah sosial politik, serta mensinkronkan kebijakan dan pendanaan pembangunan bagi Papua dan Papua Barat,” katanya.
Sementara itu, Koordinator KMP3 untuk Provinsi Papua Mecky Wayoi menceritakan bahwa kesejahteraan yang tidak kunjung meningkat bagi masyarakat Papua membuat gejolak sosial di masyarakat semakin tinggi.
“Empat program Otsus yang dijanjikan, yaitu kesehatan, pendidikan, perbaikan ekonomi, dan infrastruktur tidak kunjung meningkat, sehingga taraf hidup masyarakat Papua yang rendah tidak membaik. Ini semakin membuat masyarakat merasa tidak puas atas kebijakan pemerintah pusat,” katanya.
Sementara tokoh pemuda Papua Velix Vernando Wanggai menilai ketidakpuasan masyarakat Papua akan kebijakan Otsus Papua harus segera ditangani pemerintah untuk mencegah menumpuknya kekesalan masyarakat Papua yang sering memicu terjadinya gejolak keamanan dan politik di wilayah itu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar